(1). Pertemuan terakhir
Request by:
Ardindaelvia_Fsaai•
•
•
•
•
"Tidak ada yang setia di dunia ini, termasuk kau juga, Rayi."
_______________________________Terdengar suara hujan yang begitu deras dengan suara petir yang menggelegar. Terlihat Seorang pangeran tampan tengah memandangi sebuah foto yang berada di tangan nya. Dia Benci ketika teringat sosok yang selama ini dia sayangi. Dia Benci ketika kata-kata yang pernah dia ucapkan kembali memenuhi pikiran nya.
Walaupun dia benci, dia tidak akan pernah mengucapkan selamat tinggal padanya. Matanya memanas, dadanya sesak menahan sebuah tangis. Air mata berjatuhan tepat di atas foto tersebut. Mata memandang kosong namun tersirat sebuah kerinduan besar.
Abikara terus menatap foto adiknya itu dengan air mata yang terus keluar. Entah mengapa setiap ia teringat dengan dia, abikara tidak kuasa menahan emosinya.
Kata-kata dan janji yang selama ini ia ucapkan hanyalah sebuah kebohongan. Ia benci sosok itu, sangat benci.
"Sebanyak apapun malam telah berlalu, kau tampak pernah kembali kan?"
Abikara memejamkan matanya ketika Isak tangisnya mulai terdengar. Dengan suara lirih ia berkata...
"Saat aku mengetahui bahwa kau benar-benar pergi, hidupku hancur kehilangan mu. Tidak ada yang baik-baik saja sekarang. Semua nya hancur dan tak terkendali."
Abikara memeluk erat foto adik nya dengan mata yang masih terpejam.
"Aku tidak akan pernah bisa mengucapkan selamat tinggal kepada mu."
Dia benci ketika teringat sosok adik nya.
"Aku juga sudah lelah menangis, Rayi. Aku merindukan mu, sangat merindukan mu. Izinkan aku untuk ikut bersama mu. Selamanya."
Yah, bagaimana pun ia membenci itu semua, abikara tidak akan bisa melupakan nya. Abikara tidak ingin semua kenangan itu hilang. Jika akan hilang, maka biarlah kenangan itu hilang di saat dia tidak lagi hidup di dunia.
"Tolong izinkan aku untuk ikut bersama mu, Rayi kian Santang."
Rasa kantuk menyerang nya. Kini Abikara tertidur setelah lama menangis. Berharap ia bangun lalu melihat Rayi nya dan ikut bersama nya. Bersamanya adalah impian nya yang tidak akan pernah tergapai.
__________________________________
Abikara terbangun di sebuah taman yang luas. Banyak sekali bunga-bunga indah dan memanjakan mata. Abikara terus melihat pemandangan yang indah itu hingga matanya melihat sesuatu yang membuatnya terkejut.
Sosok itu melambaikan tangan nya menyuruh abikara untuk mendekatinya dengan senyum manis yang tidak akan pernah luntur dari wajah gantengnya.
Abikara berlari secepat kilat dan memeluk sosok itu dengan erat.
"Rayi kian Santang."Sang pemilik nama hanya tersenyum manis seraya membalas pelukan itu.
"Ya, Raka. Ini aku rayi mu."
Abikara melepaskan pelukannya dan menatap sosok yang berada di hadapan nya dengan kerinduan besar.
"Aku sangat merindukan mu, Rayi. Ku mohon izinkan aku untuk ikut bersama mu. Aku ingin terus bersama mu, selamanya."
Kian Santang hanya tersenyum mendengar itu. Namun seketika senyum itu pudar dan di ganti dengan raut wajah sedih.
"Kenapa Raka? Kenapa Raka ingin ikut bersama ku? Cukup aku saja yang pergi jangan kau pula yang ikut, Kasihan ibunda. Pikirkan lah yang lain juga. Di sini yang menjadi saudaramu bukan hanya aku."
Abikara terdiam mendengar itu semua. Sebanyak apapun mereka, yang ia butuhkan hanyalah adik kembarnya. Dia lebih memahami dirinya dari pada yang lain.
"Ikhlaskan aku pergi. Ini sudah menjadi takdir ku. Berbahagialah dengan yang lain Raka, dan...lupakanlah aku."
Abikara terkejut dengan yang dia ucapkan. Bagaimana bisa ia akan melupakan sosok yang sangat ia sayangi. Tidak akan pernah bisa.
Andai saja kau tidak berkorban waktu itu, Andai saja aku masih bisa menyelamatkan mu, Dan andai saja aku tidak mematuhi ucapan mu waktu itu, kau pasti masih hidup.
"Hidup tanpa mu seperti neraka. Tidak ada artinya, hanya kekosongan yang ada. Tidak ada yang baik-baik saja, termasuk mereka semua. Semuanya telah hancur dan tidak akan ada ketenangan di hidup kami."
Kian Santang memegang kedua tangan abikara. Dengan senyum di wajah ganteng nya, ia berkata...
"Aku tahu Raka, aku sangat tahu itu. Tapi inilah takdir, walau terkadang tidak adil. Maafkan aku yang tidak bisa memenuhi janji itu. Maafkan aku yang tidak akan bisa bersamamu. Maafkan aku yang begitu jahat di matamu. namun ketahuilah, aku akan terus bersama kalian walau kini kita terpisah."
Abikara kembali merasa matanya memanas. Ia tidak ingin menangis lagi, ia sudah lelah. Namun tak kuasa ia menahan tangisnya.
"Raka apakah kau mau menyanggupi permintaan ku untuk yang terakhir kalinya?"
Abikara dengan cepat mengangguk.
Dengan senyum dan sorot mata yang lembut, kian Santang menghapus pelan air mata abikara. "Jadilah aku. Gantikan aku. Bahagiakan ibunda dan ayahanda karena aku masih belum bisa melakukan nya. Jaga saudara kita yang lain."
Perlahan tubuh kian Santang memudar. Kian Santang berjalan mundur menjauhi abikara.
"Selamat tinggal, Raka. Ikhlaskan aku dan lupakan lah aku. Aku akan selalu ada bersama mu."
Melihat adiknya yang akan pergi, abikara berniat untuk mencegahnya dan mendekatinya. Namun itu sia-sia, adiknya telah pergi untuk selama-lamanya.
Dan inilah pertemuan terakhir mereka.
"Setiap takdir yang di berikan oleh Allah adalah yang terbaik."
_________________________________
Ada abikara nih sama adek nya tapi sayang banget adek nya udah jadi roh gentayangan di otaknya abikara.
Maaf ya kalau pendek banget masih malas soalnya.
Baru awalan langsung sad aja, ya tergantung yang request sih.
Bagi yang kurang paham, Monggo di pahami sendiri ya.
Next chp : "Cinta yang terlupakan."
Semoga ketemu di bulan depan. See you next time~
_________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang cahaya
Short Storyone shoot / two shoot yang berkaitan dengan serial Raden kian Santang sang cahaya kerajaan Padjajaran. Tidak berkaitan dengan kisah asli dan murni dari otak dan pikiran. menerima request apapun asal jangan yang aneh-aneh