Jean meringkuk dengan tatapan kosongnya, tubuhnya yang putih terdapat banyak lebam keunguan karena keluarganya sendiri.
Tak lama pintu terbuka, Jean nampak tak peduli ia justru menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Jean!!"
Selimut ditarik dengan kasar, laki-laki yang merupakan kakak kandung Jean nampak begitu marah. Tangannya terulur menarik lengan kurus Jean dan menampar pipinya dengan kencang.
Plak!
Jean menoleh, rautnya bahkan biasa aja.
"Kenapa?"
"Anjing! Lo tuh harus kayak Jesi!!"
Jean terkekeh, "Jesi udah meninggal kak, lo lupa? Kenapa juga gue harus nyamain diri kayak dia yang udah meninggal cuma buat nyenengin lo?"
"LO!! LO SEHARUSNYA BERSYUKUR MAMA UDAH LAHIRIN LO! APA SUSAHNYA LO BERSIKAP KAYA JESI?!!!"
"Yang nyuruh gue lahir di rahim mama siapa emang? Mama aja gak nyuruh gue buat jadi Jesi, adek kesayangan lo yang udah mati."
Plak!!
Kepala Jean tertoleh ke samping, ia tersenyum sinis. "Lo nyuruh gue buat jadi Jesi kan? Bunuh aja gue, biar sama kayak adek lo."
Jesse menjambak rambut sebahu Jean, ia terkekeh sinis. "Sampe kapanpun gue gabakal biarin lo pergi."
Jesse menyentak tangannya, ia melangkah keluar dan mengunci pintunya. Sepeninggalan kakaknya, Jean menunduk ke arah bawah kasur dan mengambil sebuah benda.
Sebuah pisau berada di tangan Jean, Jean menoleh ke arah foto pigura keluarganya.
"Jesi... Kakak lo gila."
Srett!
Garis sayatan di nadi Jean mengeluarkan darah begitu banyak. Hingga kesadaran Jean lama-kelamaan tertarik.
———
Suara alarm berbunyi nyaring membuat Jean terganggu, matanya perlahan terbuka. Jean mengernyit bingung, tangannya terangkat dan tidak terlihat sayatan yang ia buat.
"Gue mimpi?"
Tidak, Jean yakin dia sudah menyayat nadinya sendiri hingga ia meninggal.
Perlahan Jean beranjak dari kasur, langkahnya mendekat ke arah cermin. Rambut kecoklatan, wajah yang putih namun sedikit kecoklatan nampak bersih tanpa ada bekas tamparan atau lebam.
Brak!!
"Hey, anak sialan! Cepat turun!! Tuan menunggumu!"
Jean menoleh, ia meneliti wanita yang nampak memasang wajah tak suka. Ia tersenyum tipis, bahkan seorang pelayan pun bisa bersikap seperti anjing tanpa pemilik huh?
Sekalipun Jean diperlakukan buruk oleh keluarganya, tapi tidak pernah ada seorang pelayan yang bersikap kurang ajar padanya.
Tanpa menjawab, Jean berjalan keluar. Saat berpapasan dengan wanita itu, kakinya dengan sengaja menendang kaki wanita itu hingga terjatuh.
Tanpa menoleh, ia kembali berjalan. Tatapan Jean menelisik ke arah bangunan yang begitu mewah. Kakinya melangkah menuruni tangga yang memutar.
Hingga tatapannya melihat ke sebuah tempat makan yang terdapat beberapa orang. Jean mengamati orang-orang yang ada di meja makan selagi ia melangkah mendekat.
"3 orang.." lirihnya.
Kehadiran Jean membuat semua menoleh, Jean bisa melihat tatapan orang-orang itu begitu otoriter. Ia menarik kursi yang kosong dan mendudukkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVEL
FantasyJiwa baru yang memasuki tubuh Marvel membawa perubahan yang signifikan. Marvel yang sebenarnya merupakan sosok yang pembangkang, berbanding terbalik dengan sosok Jean yang tau bagaimana bersikap pada tiap orang sesuai kepribadian mereka.