Rabu pagi di minggu ketiga bulan Ramadhan ini, aku bangun dari kasur empukku. Entah seberapa banyak hal yang harus aku syukuri. Mulai dari diberikan kesehatan, orang tua yang lengkap, saudara dan teman yang support, kesempatan berpendidikan, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Sebelumnya aku ingin bercerita kejadian yang baru saja aku alami di beberapa bulan terakhir. Ya, perkenalkan aku adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris yang masih dalam proses penantian Yudisium. Ternyata di dalam kehidupan selalu ada saja yang tidak bisa diprediksi dan memang diluar kendali kita. Awalnya setelah menyelesaikan skripsi dengan cepat. Ku kira akan membuatku lega sepenuhnya. Akan tetapi tidak begitu saja, Allah memintaku agar terus bersabar dan berusaha semaksimal mungkin. Karena jika ditarik garis ke belakang, sebenarnya sudah banyak sekali rintangan yang sudah berhasil kulalui. Pastinya karena kita terkadang merasa sesuatu yang belum kita hadapi itu sangatlah susah. Padahal hanyalah perasaan kita yang menjadikan hal tersebut seolah-olah sangat susah. Tetapi dengan berusaha dan menyiapkan segala sesuatu sebelum menghadapi hal tersebut, Allah akan mempermudah jalan kita.
Salah satu contoh lain yang pernah kualami yaitu, ketika aku berkuliah jurusan Teknik Sipil di salah satu Universitas Negeri di kota ku. Kala itu (SMA) aku sama sekali tidak tahu menahu tentang kampus ini. Karena memang sekolahku berada di daerah yang ketika ditempuh tanpa melalui tol dari kota dapat mencapai 2 jam. Ternyata pada saat aku masuk menjadi mahasiswa baru disana, kampusku barusan memasuki tahun kedua menjadi Universitas Negeri di kota ku. Jadi tak heran jika tidak banyak kakak-kakak kelas alumni SMA ku yang berkuliah disana, tidak seperti kampus negeri lainnya yang sudah banyak menerima alumni-alumni dari SMA ku. Jadi pada intinya ketika di awal semester 4, antara sadar dan tidak sadar aku terkena suatu penyakit. Sehingga menyebabkan aku tidak bisa melanjutkan kuliah ku. Aku mengerti cerita ini dari keluarga dan teman-temanku, terutama ibu bapak dan adikku. Merekalah saksi nyata hidupku.
Mulanya, ibuku mengira aku terkena gangguan jiwa dikarenakan aku sering mengobrol sendiri bahkan ngelantur sampai dengan susah tidur. Sehingga keluargaku sempat membawaku ke psikiater. Sepulangnya dari Rumah Sakit, aku diberikan obat sesuai anjuran dokter. Ternyata setelah meminum obat tersebut badanku tidak bisa menerima. Akhirnya aku mengalami kejang-kejang dan langsung dilarikan ke ICU atau HCU. Begitu sekiranya, karena yang mengerti lebih jelasnya keluargaku. Nah ini adalah sebuah mukjizat dari Allah. Alhamdulillah aku tidak merasakan sakit atau apapun selama aku dirawat di Rumah Sakit. Kemungkinan orang-orang disekitar ku yang merasakan sakit hatinya melihat aku terbaring lemas tak berdaya di ranjang rumah sakit. Setelah melewati beberapa proses pemeriksaan medis, salah satu dokterku mengusulkan untuk mengikuti ANA Test. ANA Test adalah suatu pengujian darah untuk mengetahui atau mendiagnosa seorang pasien terkena penyakit Autoimun. Benar, hasilnya menunjukkan bahwa aku terkena autoimun khususnya lupus yang menyerang saraf dan otakku.
Dari kejadian itu, cita-citaku yang kubangun sejak SMA yaitu ingin menjadi orang lapangan di bidang Teknik Sipil guna membantu pekerjaan bapakku hilang sudah. Selain kesalahanku saat kuliah yang sering menunda waktu makan, memforsir otak untuk terus berpikir, banyaknya kegiatan, dan kurang istirahat termasuk tidur membuat imunku yang seharusnya menjaga tubuh ku malah saling menyerang imun yang lain. Tetapi kembali lagi pada Allah, karena Allah sebaik-baiknya Perencana. Bagaimanapun usahaku dan doaku, jika Allah tidak menakdirkanku hal itu maka hal itu tidak akan pernah terjadi.
Begitu pula kondisiku saat ini. Alhamdulillah sudah sehat kembali seperti semula walaupun dengan syarat mengonsumsi obat dari dokter secara tertib. Karena banyak dari pasien-pasien lain yang mengeluh kambuh karena tidak tertib dalam mengonsumsi obat dari dokter. Banyak faktor yang dapat membuatku bisa kembali menjalani aktivitas sehari-hari. Selain takdir dari Allah, orang tua yang tanggap dan mengerahkan segala cara dengan sekuat tenaga dari segi materi, tenaga, waktu agar anaknya dapat sembuh, dorongan serta doa dari keluarga, teman-teman, dan orang sekitar, dan yang terpenting adalah kemauan kuat dari dalam diri untuk sembuh. Karena pasien Lupus sangat memerlukan jiwa yang bersemangat dan berpikiran positif sehingga selalu merasa cukup dan terus bersyukur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pejuang Lupus: Tetap sabar dan semangat
Non-FictionHalo semua! Disini aku akan berbagi cerita seputar pengalaman hidupku. Semoga bisa menginspirasi atau menjadi bahan pembelajaran buat kita semua. Karena semua manusia diberi Allah ujian masing-masing. Karena kalo ujiannya yang diberi sama, nanti bis...