PROLOG

4K 525 395
                                    

Langkah kakinya semakin cepat. Deru napasnya sudah tak beraturan. Jam menunjukkan pukul duabelas siang; dimana dirinya benar-benar sudah terlambat untuk menemui orang itu.

Jika saja dirinya tak terlalu lama melamun disebelah makam sang adik; Solar, mungkin dirinya tidak akan seterlambat ini. Namun, karna entah apa, dirinya akhir-akhir ini sedang suka bercerita pada Solar—yang sudah beristirahat dengan tenang disana—hingga sore hari. Jikalau bukan karna kesadaran diri, mungkin saja Duri sudah memilih untuk tidur ditengah-tengah tempat pemakaman itu.

Anggap saja dirinya sedang kangen berat pada Solar.

Duri nampak memperlambat larinya, dia memasuki sebuah halaman rumah; dimana tempat perjanjian nya dengan orang itu, Duri melangkah maju—menuju sebuah pintu kayu berwarna kecoklatan, lalu nampak mengetuk nya pelan, sebelum memberi salam,

"Assalamu'alaikum,"

Satu detik, tak ada jawaban apa-apa dari balik pintu itu. Lima detik tambahan, masih tak ada sahutan. Dan didetik ke lima belas, Duri nampak memasang wajah cemas. Apakah dirinya seterlambat itu?

Lantas, Duri membalikkan badannya, ia nampak berjalan menjauh dari pintu kayu itu—namun, sebelum benar-benar menjauh, dirinya menangkap sebuah sahutan dari indera pendengaran nya.

"Wa'alaikumsalam, sebentar!"

Lantas, Duri menghela nafas lega, lalu nampak berbalik; kembali mendekat pada pintu tersebut.

Saat pintu dibuka, indera penglihatan Duri menangkap seseorang yang sebaya dengannya, ia menggunakan baju kaos berwarna kemerahan, dengan sedikit corak cream dan kuning emas. Rambut berantakan, dan wajah tengil miliknya.

Gentar.

"Walah, telat banget lo." Seloroh Gentar dengan sebal, dia membuka pintu; mempersilahkan Duri untuk masuk.

Mendengar itu, Duri hanya terkekeh, sedikit cengengesan, lalu berjalan masuk; dimana dirinya disambut oleh salah satu tuan rumah—Gentar.

"Maaf,"

"Mending lo minta maaf sama Ayer!"

Duri menampilkan wajah bingung. "Ayer?"

"FrostFire - FrosFayer - Ayer." Jelas Gentar, memasang wajah bangga. Pasalnya, dirinya lah yang menciptakan nama aneh itu.

"... Jelek sekali namanya, Gen." Komentar Duri, langsung mendapat tatapan tak suka dari Gentar.

"Yang penting ada! Emang lo ada yang lebih bagus, hah? Enggak!" sebal Gentar, dia memasang wajah ala anak-anak marah. Lucu jikalau kita pandang dengan lucu.

Namun, di mata Duri, itu malah terlihat seperti jamet perempatan. "Boro-boro bikin nama panggilan yang bagus, keluarga aja aku udah gak punya, Gen."

"W-waduh ... Ga bahaya tah?"

Hayoloh, Gentar.

Duri hanya terkekeh sembari sedikit menggeleng-geleng. Dirinya mungkin sudah terbiasa dengan semua itu. Namun, akan ada masanya semua itu jugalah yang membuat dirinya kembali jatuh, hancur.

Tidak apa, menurut Duri, ini semua adalah proses. Dan suatu saat—hari nanti, dirinya juga akan menyusul keluarga nya, dirinya hanya tinggal menunggu saat itu tiba. Untuk sekarang, dirinya benar-benar fokus pada hidup. Bekerja, mencari makan, beribadah. Hanya itu, tidak ada yang spesial menurut nya.

Jika untuk dekat dengan perempuan ... Mungkin Duri belum siap, dan sedikit trauma juga pastinya.

Biarkanlah dirinya benar-benar sembuh, dan bisa merawat diri sendiri dulu. Baru lah nanti ia akan mencari wanita yang seharusnya menjadi separuh dari dirinya untuk di bahagiakan. Untuk menjadi pendamping hidup hambar nya ini.

Kontrakan SKC; S2 [ HIATUS ]Where stories live. Discover now