[ 1; Kontrakan SKC S2 ]

2.4K 320 285
                                    

"Lagi?"

Ini adalah kesekian kalinya Duri menatap horor kertas yang ia dapat dari pengirim surat. Dan sudah kesekian kalinya juga dirinya menghela nafas karna hal ini.

Sudah lebih dari tiga kali Duri mendapatkan teguran dari pemilik dari Kontrakan yang ia tinggali ini. Karna masa sewa yang sudah habis, dan juga cicilan bulanan yang nunggak, membuat Duri beberapa kali mendapatkan teguran berupa surat, telfon, bahkan panggilan khusus.

Untuk hari-hari biasa, dirinya masih bisa memberi alasan, dan mencicil setidaknya setengah dari tunggakan nya. Namun, hari ini Duri baru saja tertimpa musibah; dirinya baru saja kena copet.

Seraya menatap kertas ditangan nya itu, Duri nampak berjalan masuk ke dalam Kontrakan nya. Berjalan menelusuri ruangan, lalu nampak berhenti didepan sebuah pintu kayu, dengan papan nama Halilintar masih tergantung di sana. Namun, nampak sudah tua.

Duri menatap papan nama itu untuk beberapa saat; untuk detik pertama, indera penglihatan nya menangkap papan nama itu, detik kelima, dirinya dengan lengkap membaca nama dari papan itu. Dan sepuluh detik tambahan, air matanya pecah— dia— Duri sudah tidak tau arah mana yang harus dia tuju.

Dia kehilangan arah.

"Kak Hali... Duri benar-benar sudah tidak sanggup. Tidakkah Kakak lihat perjuangan ku selama ini?" Duri nampak menjeda lirih nya, meraih kenop pintu kamar milik Halilintar, lalu tak lama membukanya.

Klek...

Pintu hendak terbuka, Duri hendak masuk kembali dalam kegelapan kamar yang sejak dahulu dia takuti itu. Kini, dirinya hendak melangkah masuk—namun, langkah nya kembali terhenti kala indera pendengaran nya menangkap suara dari ruang tamu.

Zritt... Zritt.. Zritt..

"?? Siapa yang menelpon, sial..." Ketus Duri. Dia kembali menutup pintu kamar milik Halilintar, lalu dengan langkah kasar bak orang marah dia berjalan menuju ruang tamu, lalu menghampiri ponselnya yang terletak diatas meja.

Duri mengerutkan keningnya, kala mengetahui siapa yang sebenarnya menelpon.

FrostFire.

Dia— Duri nampak menghela nafas panjang, sebelum mengangkat telpon dari FrostFire,

"Eh— Assalamu'alaikum ... Kok lama angkat nya?"

Duri nampak menggaruk pipinya yang tak gatal. "Wa'alaikumsalam, tadi lagi ke kamar mandi, Bang. Kenapa ya?"

"Oh. Gak, gue cuman mau kembali memastikan tentang perjanjian kita itu. Gue cuman mau nanya, lo beneran—"

"Aku serius, Bang. Aku gak mau mempertaruhkan nyawa. Nyawa ku sudah diperjuangkan oleh enam nyawa, mereka harap aku bisa bertahan. Aku tidak akan menyia-nyiakan hal ini." Tolak Duri tanpa pikir panjang.

Sebenarnya, Duri sudah lama memikirkan hal ini. Sudah dari dua minggu yang lalu, dimana FrostFire memberinya kesempatan untuk berpikir dulu. Namun, keputusan Duri sudah bulat. Dia tidak bisa membantu FrostFire, walau FrostFire akan menjamin keselamatannya.

Menurut Duri, ini sama saja seperti dirinya kembali terjun ke sarang lawan.

Namun, apa daya FrostFire selalu saja kembali menanyakan kepastian dari Duri. Padahal, Duri sudah memberikan kepastian yang benar pasti; dia tidak ingin ikut dengan FrostFire, ataupun sedikit saja bersangkutan dengan masalah keluarga mereka.

Kecuali dengan Gentar, mungkin.

"Duri ... Lo harapan terakhir keluarga gue. Ini semua juga bukan buat gue doang, buat lo juga."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kontrakan SKC; S2 [ HIATUS ]Where stories live. Discover now