14

551 91 18
                                    


Seokjin, 9.30 malam.












"Kamu ngga tidur sayang?"

"Ngga ngantuk Ma, lagian perjalanannya masih panjang, aku bisa tidur nanti."

Sang Mama terdiam, mengangkat tangannya untuk membelai lembut surai anak semata wayangnya. Bibirnya tersenyum tipis lalu tangannya turun untuk menyentuh pipi Seokjin dan kembali berbicara. "Anak Mama sedih ya?" Seokjin hanya terdiam dan menunduk, lidahnya keluar untuk menjilat bibirnya yang terasa kering. "Rasanya kaya lagi terbang ya Nak? Seindah apapun pemandangan di langit sana, selama apapun kamu menjauh dari bumi, mau senyaman apapun kamu duduk di atas sana, kamu tetep harus turun Nak. Seokjin tetep harus balik lagi ke bumi, Seokjin tetep harus keluar dari pesawat dan pulang ke rumah. Ada pertemuan ada perpisahan, mungkin emang sekarang Pak Kades bukan jodoh anak Mama. Tapi Mama harap semoga Seokjin selalu bahagia ya sayang? Gapapa sedih, Mama temenin."

Tanpa Seokjin bercerita panjang lebar pun, Mama nya mengerti akan perasaan dan keadaannya. Akan cintanya yang tak bisa terjalin dan bagaimana hatinya terpecah berkeping-keping karena Seokjin harus meninggalkan cintanya.

Seokjin harus pulang dan melanjutkan hidupnya.

Sore itu, ketika Seokjin tengah mengobrol dengan Yoongi dengan air matanya yang mengalir, ada satu pertaanyaan sederhana dari sahabatnya yang membuat Seokjin meremat bantalnya kuat.

"Kenapa ngga nyoba menjalin hubungan aja? Kalian juga sama-sama sayang, LDR juga udah umum kok sekarang."

"Yoon..." Seokjin menarik napas dengan panjang, menahannya sesaat lalu melepasnya dengan pelan namun terdengar gusar. "Gue mau, gue mau ngejalin hubungan itu dan ngelakuin LDR, mau beda waktu 20 jam pun gue tetep mau Yoon."

Yoongi hanya terdiam sekalipun Seokjin sudah menjawab pertanyaannya, yang tengah berada di hotel itu mengerti jika ucapan Seokjin terdengar mengganjal maka ia memilih diam dan menunggu sahabatnya untuk kembali bersuara.

"Tapi sialan Yoon, mantan Namjoon ngebuat dia trauma sama hubungan jarak jauh—ngebuat dia ngga mau lagi ngelakuin itu. Gue bisa apa kalo Namjoon aja ngga mau?"

Sinar oranye masuk ke dalam kamar, ditemani dengan hembusan semilir angin yang membawa daun jambu biji yang sudah mengering. Seokjin berjalan perlahan, menatap hijau sekitar rumah yang tak akan bisa ia temui lagi ketika dirinya pulang.

"Dan kalopun kita udah LDR? Lalu mau dibawa kemana hubungan ini? Gue di kota, dan dia di sini. Kerjaan gue disana, kerjaan dia disini. Orang tua gue disana, orang tua Namjoon disini. Dan lagi... dia udah dijodohin. Lagi-lagi, gue bisa apa, Yoon?"

"Dia... dijodohin?"

Seokjin mengangguk sekalipun Yoongi sama sekali tidak dapat melihat jawabannya. Dadanya terasa sesak, rasanya pasokan udara hanya berputar di luar rumah tanpa mau masuk ke dalam dan memberikan Seokjin obat untuk rasa sesaknya.

"Jadi lo bakal pulang dengan tangan kosong?"

Seokjin mendongak menatap langit yang menampakkan warna keemasan, pikirannya berkelana jauh meninggalkan dirinya saat ini. Mungkin, mungkin lebih baik jika keduanya tidak saling mengungkapkan perasaan, maka, mungkin, Seokjin akan pulang penuh rasa perasaan—bukan rasa sakit. Mungkin ia akan menghabiskan seluruh harinya berpikir, apakah Namjoon memendam rasa padanya? Bagaimana rasanya menjalin kasih dengan Namjoon? Apa jika Seokjin mencium Namjoon, pria itu akan marah? Mungkin ia akan sibuk memikirkan itu hingga ia lupa, lupa bahwa ia tengah menebak perasaan Namjoon.

Puriwi AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang