01. Blue

15 5 0
                                    

When my eyes meet his...

———

Viatrix (Name), merupakan adik kembar dari Aether dan Lumine. Sama seperti kakak-kakaknya, dia juga cukup populer di sekolah.

Aether, yang merupakan calon penerus Stellarix Company. Lumine, murid yang populer karena kecantikan, kecerdasan, dan keramahannya. Dan (Name), murid yang ahli dalam seni lukis, karyanya selalu terpajang di mading sekolah dan lumayan terkenal di social media.

Ketiga anak dari Dainsleif itu memiliki kelebihan dan bakatnya masing-masing yang berhasil memukau siapapun. Dainsleif tentu senang akan hal itu, karena membuat dirinya terpandang sebagai orang tua yang "berhasil" pula.

Waktu liburan telah usai, sky triplets itu kini memasuki semester dua. Dainsleif kini tengah mengantar ketiga anaknya ke sekolah seperti biasa.

Situasi nampak canggung, tak ada satupun dari mereka yang berbicara, sampai pada akhirnya Aether memecah keheningan. Dirinya tak sengaja melihat layar hp (Name) yang sedang menggambar... seseorang.

"Wah... kamu bisa artstyle realism? Adikku keren~" Aether berujar, bangga pada adiknya. Lumine mendekat dan melihat apa yang sedang digambarnya.

"Eh... kayaknya aku kenal orang ini deh," ucap Lumine, menunjuk orang yang tengah digambar oleh (Name).

"Lho... iya juga, mirip Albedo ga sih? Yang dari kelas 12 MIPA 1 itu," kata Aether menerka-nerka sambil tersenyum jahil.

(Name) yang mendengar Aether menyebut nama Albedo sontak merasa malu, pipinya memerah merona. (Name) yang tadinya sedang fokus memberikan sentuhan akhir pada artnya langsung mematikan layar hpnya.

"B-bukan kok... kebetulan mirip aja kali," sanggah (Name).

"Masa sih~?" goda Aether, dia terkekeh. Dia tahu kok, kalau adiknya ini naksir dengan temannya yang satu itu.

"Apa sih, Kak... bener kok."

"Iya deh iya."

"(Name)." Dainsleif tiba-tiba membuka suara dan memanggil namanya, (Name) sontak menatapnya dan menjawab.

"Ya?"

"Papa tahu menggambar adalah hobi dan bakatmu, tapi Papa berharap kamu bisa memberikan sesuatu yang lebih nantinya. Ingat, kamu ini bukan dari sembarang keluarga," ucap Dainsleif dengan nada tegasnya seperti biasa. (Name) hanya terdiam dan mengangguk, selalu mematuhinya, berusaha untuk selalu memuaskan ekspektasi sang Ayah.

"Pa, udah lah. (Name) masih muda, biarin dia nikmatin masa mudanya dengan apa yang dia suka," ucap Lumine, berusaha membela adiknya.

Aether mengangguk. "Bener, Pa. Lagipula (Name) juga sudah meraih banyak prestasi lewat hobinya, ya 'kan, (Name)?"

Belum sempat (Name) menjawab, Dainsleif menyela lagi. "Kamu tahu, (Name)? Menjadi seorang artist tidak semudah itu. Jadi mohon dengarkan saran Papa, ini semua demi kebaikanmu sendiri."

"Kamu boleh menggambar, tapi menjadikan itu sebagai pekerjaanmu kelak? Mau makan apa kamu nanti kalau sudah hidup sendiri? Pemasukan ga pasti, lebih baik bantu kakak-kakakmu buat nerusin perusahaan Papa nanti," tambah Dainsleif. Entah mengapa perkataannya itu agak menggores hatinya.

Alis (Name) sedikit menukik, dia kesal.
"Papa kenapa sih? Kalo ga suka ya bilang aja, Papa ngomong gitu kayak Papa mau ngelepas aku gitu aja nanti kalo aku udah dewasa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐊𝐚𝐥𝐨𝐩𝐬𝐢𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang