Karantina

34 3 0
                                    

“BUNNN”

“BUNDAAA” teriak seorang gadis yang tengah memakai seragam putih abu-abu. Ia tampak tergesa-gesa memasuki sebuah rumah minimalis. Gadis itu terlihat sangat gembira. Ia tidak sabar bertemu bundanya untuk memberitahukan kabar yang menggembirakan.

“Selamat siang” kata seorang wanita paruh baya lalu menyodorkan tangannya kepada sang anak. Wanita tersebut menggelengkan kepala melihat tingkah sang anak.

“Hehe... Selamat siang  bunda” jawab gadis itu lalu menyalami tangan sang bunda lalu ia duduk di salah satu sofa yang berada di ruang tamu rumahnya.

“Kenapa teriak-teriak sayang?, malu tahu kalau didengar tetangga” ujar sang bunda menasihati anaknya dan duduk di sebelah anaknya.

“Bun... aku lolos ke olimpiade Biologi internasional” kata gadis itu dengan perasaan yang sangat gembira. Mendengar perkataan sang anak, wanita tersebut pun kaget dan tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Ia kemudian memeluk dan mencium pipi sang anak.

“Wah selamat... anak bunda memang paling cantik dan pintar.”

“Tapi Lily sedih, bun” ucap gadis yang namanya adalah Lily. Raut wajahnya yang semula terlihat sangat bahagia kini menjadi sangat murung. Ia tiba-tiba memikirkan hal yang membuatnya sedih.

“Loh, kenapa?” tanya sang bunda bernama Yaya. Ia merasa aneh dengan perubahan mimik wajah sang anak.

“Lusa, Lily bakal ikut pelatihan di Jakarta selama 30 hari, artinya Lily harus jauh dari bunda” jawab Lily dengan perasaan sedih lalu memeluk bundanya.

Lily tidak bisa membayangkan dirinya berjauhan dengan sang bunda sebab selama ini ia tidak pernah sekalipun berada jauh dari sang bunda kecuali jika dirinya pergi sekolah atau bundanya yang pergi bekerja.

Mendengar perkataan Lily, sang bunda juga ikut merasakan kesedihan. Ia juga tidak bisa jauh dari anak semata wayangnya tersebut. Pasalnya selama ini, mereka hanya hidup berdua dan saling melengkapi satu sama lain. Namun, ini adalah mimpi anaknya. Ia tidak bisa melarang sang anak karena ia juga merasa bahagia dengan pencapaian sang anak.

“Lily jangan sedih, kalau Lily sedih bunda jadi ikutan sedih juga” kata bunda Yaya sambil mengelus-elus rambut Lily dan berakting seakan ingin menangis yang membuat Lily merasa lucu namun tetap saja perasaannya masih sedih.

Sang bunda yang melihat Lily tersenyum pun ikut tersenyum. Ia berusaha tegar di hadapan LiIy, ia tidak ingin memperlihatkan perasaan sedihnya kepada Lily.

“Tapi nanti bunda sendiri, Lily gak mau bunda sendiri” kata Lily yang masih memeluk bundanya.

“Lily ikut aja, bunda gak papa kok. Nanti, bunda panggil Tante Ratna temani bunda di sini” kata sang bunda sambil melepaskan pelukan dan menatap Lily dengan lembut.

Ratna adalah tantenya Lily alias adik sang bunda yang sekarang sedang bekerja. Tante Ratna tidak tinggal bersama mereka karena tempat kerjanya yang jauh dari rumah mereka sehingga ia memutuskan untuk mengekos di dekat tempat kerjanya.

“Tapi bun...”

“Udah... Sekarang bunda serahkan semua pilihannya ke Lily, Lily kan sudah besar, sudah bisa menentukan pilihan yang terbaik buat Lily” kata bunda Yaya menyerahkan semuanya kepada Lily. Ia ingin Lily bisa menentukan pilihannya sendiri. Ia ingin agar Lily menjadi lebih dewasa terutama dalam mengambil setiap keputusan dalam hidupnya.

“Lily mau ikut bunda” ucap Lily setelah beberapa menit berpikiran. Bundanya benar, Ia sekarang sudah dewasa dan harus menentukan pilihan yang tidak akan membuat dirinya menyesal di kemudian hari.

KarantinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang