Jodoh

62 10 0
                                    

Jaemin hanya bisa mendengus saat melihat banyaknya piring serta gelas kotor yang menumpuk di wastafel. Selama tiga hari ini, baik Hendery maupun Jaemin terlalu malas untuk sekedar mencuci piring bekas makan mereka sendiri. Alhasil sekarang semuanya menumpuk, dan Jaemin paling tidak suka kalau melihat sesuatu seperti ini.

Remaja itu mengambil ponselnya kemudian memutar lagu untuk menemani kegiatannya mencuci piring, setelah lagu terputar, ia mendekat ke wastafel untuk mulai mencuci.

Alisnya menukik saat mendapati botol sabun sudah kosong isinya, Jaemin segera memeriksa lemari persediaan namun tidak ada stock sabun cuci piring disana.

“Ih! Mau gak jadi dikerjain kok sumpek juga liatnya, mau jalan ke Indojuni mager juga,” gerutu Jaemin seraya menghentak-hentakkan kakinya di lantai karena kesal, bibirnya mengerucut dengan pipi yang menggembung lucu.

Lama bergelut dengan pikirannya sendiri, Jaemin akhirnya memutuskan untuk keluar sebentar membeli sabun. Sebenarnya ia bisa saja minta dibelikan oleh Hendery yang sedang pergi nongkrong diluar, tapi terakhir kali Ibun meminta tolong dibelikan sabun cuci piring. Sang Kakak yang pintarnya diatas rata-rata itu malah membeli deterjen, alhasil semenjak kejadian itu, Ibun tidak pernah meminta tolong pada Hendery.

Ia melangkah dengan riang menuju Indojuni yang terletak di seberang gerbang komplek. Jaemin hanya mengambil dompetnya tanpa repot-repot mengganti pakaiannya.

Remaja itu memakai kaos kebesaran berwarna biru langit dan celana pendek hitam yang bahkan tidak terlihat karena tertutup oleh kaosnya, menampakkan paha mulusnya yang bisa saja jadi incaran orang-orang cabul diluar sana.

Namun ia tidak peduli, toh, ia kan laki-laki bukan anak perawan yang harus memakai pakaian tertutup. Walau sebenarnya, jika Hendery sampai tau, bisa pengang telinga Jaemin karena diomeli Kakaknya.

Rugi rasanya kalau jalan capek-capek ke Indojuni hanya untuk membeli sebotol sabun cuci piring, jadi Jaemin memutuskan membeli jajanan kesukaannya untuk ngemil di rumah sambil menonton film nanti malam.

Tadi pagi, Hendery sempat menyelipkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu ke dalam dompetnya untuk uang jajan satu minggu ke depan. Tidak masalah kan jika uangnya habis hari ini? Toh Jaemin lebih suka morotin uang Kakaknya.

“Enaknya apa ya?” gumam Jaemin seraya menatap satu-persatu kaleng, botol, serta kotak minuman yang berjajar rapi didalam kulkas tepat dihadapannya. Selalu saja begini, ia paling bingung jika dihadapkan dengan kulkas minuman.

Setelah berdiam diri cukup lama didepan kulkas minuman, Jaemin akhirnya membuka pintu kaca itu untuk mengambil minuman pilihannya yang tersisa satu kaleng.

Kepalanya menoleh dengan alis menukik kala sebuah tangan kekar tiba-tiba memegang kaleng minuman yang hendak ia ambil. Mata Jaemin sontak membulat saat mendapati Jeno lah orangnya.

“Loh? Hai, ketemu lagi. Berarti kita beneran jodoh,” sapa Jeno lalu tersenyum hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit yang indah.

Jaemin membeku ditempatnya berdiri, masih terkejut sekaligus terpesona dengan senyum pemuda didepannya yang menurutnya tampan.

Selang beberapa detik, Jaemin buru-buru memundurkan langkahnya, menciptakan jarak antara tubuhnya dan tubuh Jeno yang tadinya berdempetan. Merelakan minuman yang tersisa satu itu untuk Jeno miliki.

Jeno tertawa lalu menutup pintu kulkas, “masih takut sama saya, ya?”

“Padahal saya enggak gigit loh, kalau engga khilaf,” gurau Jeno yang membuat Jaemin bergidik ngeri.

Jaemin putuskan pergi begitu saja tanpa menghiraukan Jeno, seakan-akan kejadian barusan tidak pernah terjadi. Jeno sendiri mengedikkan bahu seraya mengulum senyum, ia segera berlalu menuju kasir dan membayar minumannya. Jeno putuskan untuk menunggu Jaemin diluar.

Mas Ojol ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang