Aku Daisy Askiantara, anak kedua dari dua bersaudara, Aku punya abang yang selalu menjadi kebangganku namanya Damar Dirgantara, Dokter muda di salah satu rumah sakit yang cukup terkenal di Surabaya, kita semua pindah ke Surabaya untuk menemani juga sebagai bentuk dukungkan kita atas karirnya.
Keluarga kami adalah keluarga yang berkecukupan ayah dulunya berkerja di sebuah bank tapi sekarang sedang fokus dengan pertenakan mininya, ibu juga dulunya seorang wanita karir tapi memilih untuk fokus mengurus kami.
Sebagai putri satu-satunya dan anak terakhir tentunya aku banyak mendapatkan kasih sayang khususnya dari ayahku, aku pikir di dunia apa saja bisa ku lalui asal ada ayah juga keluargaku itu saja cukup.
Meski begitu kita tak selalu hidup nyaman dan aman ada banyak sekali Masalah-masalah yang menghampiri, yang paling kuingat adalah saat usiaku 6 tahun, mungkin saat itu adalah titik terendah untukku dan keluargaku.
Ayah dan ibu bertengkar hebat sampai nyaris bercerai, tak lama setelahnya ayah berhenti bekerja lalu sialnya uang tabungan untuk sekolahku sebesar 68 juta dibawa kabur oleh adik ayahku. Tapi selagi kita masih tetap bersama semuanya akan tetap baik-baik saja dan benar semuanya berhasil kita lalui bersama hingga saat ini.
Sekarang usiaku 16 tahun, aku masuk sekolah menengah atas (SMA) swasta yang biaya pendaftarannya sangat murah,selain murah aku memilih sekolah ini karna searah dengan rumah sakit abang jadi bisa lebih hemat biasa transportasi.
[Masa pengenalan lingkungan sekolah]
Pagi itu adalah hari pertamaku masuk sekolah, aku tidak banyak berambisi, hanya ingin menjadi murid biasa-biasa saja dan tidak mencolok.
Aku duduk di kursi paling belakang mengenakan jaket baseball berwarna hitam lalu memakai earphone sembari menunggu bel masuk. tak lama kemudian kakak osis penanggung jawab gugusku datang kak isa dan rafi, yang kuingat sepanjang kegiatan dimulai semuanya terlihat berantakan sdn tidak terkoordinasi dengan baik, tapi tidak apa tidak sebutuh itu.
oh ngomong-ngomong soal gugus sejujurnya dari banyaknya anak-anak di gugusku ini tidak yang menarik perhatianku.
Sampai sesi perkenalan di mulai, laki-laki yang duduk di meja seberangku maju ke depan untuk memperkenalkan diri, perkenalan dirinya sangat singkat aku yang harus maju setelahnya bahkan belum menyiapkan contekan.
Abiandra Zain Putra laki-laki paling rumit yang pernah kutemui. Yang jelas banyak sekali yang berbeda dari kita, entah itu tentang cara kita berpikir atau tentang cara kita memandang dunia.
Aku tidak pernah sekalipun menyalahkan pandangannya tentang dunia, hanya saja aku seperti melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda, bukan tentang putih dan hitam, bersih dan kotor tapi tentang menjalani apa yang telah menjadi ketentuan tuhan dan memilih warna kita sendiri.
setelah pembagian kelas ternyata Kita ada di kelas yang sama bahkan
berkali-kali harus satu kelompok dalam tugas kelompok. Semakin lama aku sedikit mengerti, dia adalah manusia yang gak begitu peduli tentang tugas, nilai, bahkan sekolah[Tugas pertama : Membuat kaligrafi] bukan kaligrafi ukuran A3 buku gambar tapi 1 karton penuh, kita memutuskan untuk mengerjakan di rumah Rania (teman satu bangku).
Dia datang terlambat dengan alasan macet padahal saat itu Dafa yang jarak rumahnya lebih jauh dibanding yang lain datang tepat waktu.
Aku pikir hanya aku dan dafa pada saat itu yang benar-benar mengerjakan tugas kaligrafi, 3 anak lainnya termasuk Rania sibuk mengosip dan 2 anak sisanya merokok termasuk Dia
"Nih bawa, sisanya kerjain di rumah. gantian besok kasih yang tadi gak ikut ngerjain" Ucapku ketus sembari menyodorkan kertas karton padanya yang tengah merokok
"Udah mau pulang? Kok cepet banget? gue baru aja dateng, trus apa-apaan kenapa gue yang lo suruh ngerjain" Tanyanya dengan wajah yang minta digampar
"Justru karna kamu baru dateng jadi kamu yang bawa pulang, besok senin kasih ke yang lain buat dikerjain" Sejujurnya saat itu moodku sedang tidak bagus tapi aku tidak berpikir untuk melampiaskan padanya
"Gak! Gak mau jangan gue yang bawa" jawabnya dengan tegas, lalu mematikan rokoknya
Huh aku menghela napas panjang
"Ini udah ku kerjain 60%" Paksaku sembari menyodorkan kertas karton itu ke depan wajahnya"Gak" jawabnya menepis kertas itu, tapi aku tetap kekeh menyodorkan kertas padanya sampai ia beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar.
Aku tetap tidak menyerah mencoba menghalangi jalannya sambil tetap menyodorkan kertas karton, ia juga sama kekehnya untuk pulang, karna kesal aku reflek menarik tangannya ia menepis kuat tanganku, aku jadi sedikit takut jadi kuputuskan untuk menyerah
[Tugas kedua : Nirmana Seni budaya]
Sehari sebelum tugas ini guru seni budayaku sudah mengkonfirmasi di grub kelas, apakah ada yang menitip untuk beli kuas dan tinta, aku sudah beli bersama Rania jadi aku tidak merespon apapun di grub.Dan keesokan harinya, Abiandra manusia aneh itu yang lagi lagi tempat duduknya tepat di sampingku hanya diam saja memandang buku gambarnya, tanpa membawa kuas atau tinta satu pun. Aku jadi harus membagi tintaku padanya dan bergantian kuas.
[Tugas ketiga : video sejarah]
Tugas yang paling sulit karna harus banyak berinteraksi dengan anak-anak yang tidak begitu dekat denganku, aku juga banyak berdebat dan bertengkar saat sedang mendiskusikan tugas ini, yah setidaknya kali ini dia sedikit mendukung pendapatku."Ra, gue gak ada kemeja hijau buat take besok, udah beli tapi datangnya baru lusa gimana?" Pesannya di jam 11 malam
"Maaf ini siapa" Balasku
"Ini gue Abiandra, maaf ya"
"Duh kenapa baru bilang sekarang, aku udah terlanjur nyuruh yang lain bawa kostum"
"Gue juga gak tau, dari tadi gue tunggu gak dateng-dateng"
"Mau gak mau lusa kamu take sendiri"
"Iya, gak masalah gue malah suka kalo gak banyak anak"
"(Read)"
Lusanya kita hanya take bersama 4 anak termasuk dia, kita harus mengulang berkali-kali karna sedari tadi dia terus salah dialog, karna ini juga aku harus pulang jam 5 sore sendiri naik angkutan umum.
Begitu juga di tugas-tugas kelompok selanjutnya, ia banyak bergantung padaku, tanpa sadar aku juga jadi lebih sering berbicara dengannya.
Sebetulnya tidak ada yang salah, kita berdua juga saling memberi batasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antarakata
RomanceUntukmu, yang pernah menjadi bagian dari hidupku. Mencintaimu membuatku belajar banyak sekali hal, juga perasaan-perasaan baru. Jika bisa kutuangkan di atas sebuah kanvas, dalam hidupku warnamulah yang mendominasi dan aku sangat berterima kasih untu...