Lima Bulan Kemudian
Untuk pertama kalinya Ibunya datang ke sekolah. Mungkin karena ini adalah hari terakhir Arden di SMA Tritungga. Ia telah menyelesaikan serangkaian ujian yang melelahkan dan yakin nilainya bagus, karena dia menjawab sebagain besar soal. Tentu saja Aya berada di belakang sebagai tutornya.
Setiap malam alih-alih keluar bermain, Arden memilih mengunjungi kamar Aya. Mendesaknya untuk mengajari agar bisa berduaan. Pintu dibiarkan terbuka, karena kadang-kadang Melisa lewat untuk mengecek apakah keduanya melakukan sesuatu yang tidak pantas atau tidak. Herdi hampir tidak peduli, tapi tidak melarangnya berduaan dengan Aya di kamar.
"Cepetan, Anjir! Gigi gue kering ini!" Dave mengamuk. Ia kemudian menarik Jasmir dan memaksanya berdiri dengan benar untuk mengambil foto.
Aya sebagai fotografer seperti biasa tidak peduli. Bibirnya tetap terkatup rapat. Dia tidak punya alasan untuk senang atau sedih untuk kelulusan orang lain.
"Tuan Puteri, gue udah ganteng belum?" Arden menyentuh rambutnya. Jelas dia masih ingat hujan waktu itu dan penolakan Aya yang sangat nyata. Tetap saja Arden masih bertekad mendapatkan Aya. Bagaimanapun caranya! Arden tidak akan mundur.
"Udah ganteng banget malah."
Aya mengatakannya dengan serius di depan semua orang. Jadi katakan bagaimana Arden bisa baik-baik saja? Ia tersenyum, menetap ke sembarang arah dan merasa malu.
"Najis sok malu-malu!" Dave mendorong tubuh Arden. Arden menabrak Yuda yang sudah siap untuk memukulnya.
"Kerjaan gue bukan cuma foto doang, ya, Bangsat."
Dave tertawa. Meledek, karena Yuda sekarang hobi mengucapkan kata-kata kasar. Novel terakhirnya gagal dan hingga sekarang dia belum menulis apapun. Arden pun mengerti mengapa Yuda jadi sejengkel ini terhadap hidupnya. Menulis satu-satunya yang paling Yuda sukai.
"Udah, ambil posisi cepat!" Jasmir memandu. Mengarahkan bagaimana mereka seharusnya berdiri dan bergaya.
Aya mengambil banyak gambar. Jika kalian pikir laki-laki tidak ribet, kalian salah. Jasmir tidak terima jika wajahnya terlihat aneh. Begitu juga dengan Dave yang mau kelihatan ganteng di setiap foto. Yuda bilang dia tidak peduli, karena dia selalu tampan. Sementara Arden ingin berlama-lama menggoda Aya.
"Nah, cakep. Gue paling ganteng." Jasmir merebut kamera Dave yang memang sengaja dibawa untuk berfoto.
"Woi, siapapun tolong fotoin!"
Teman sekelasnya datang. Aya dipandu untuk berada di posisi tengah, lalu mereka berpose. Dave dan Jasmir mengajari Aya banyak gaya yang pada akhirnya cuma Aya balas dengan tatapan aneh. Namun justru itulah yang membuat keduanya senang.
Acara foto-foto itu harus rusak ketika Arden melihat Ibunya keluar dari kelas. Untuk pertama kalinya Ibunya memegang rapornya. Arden ragu jika wanita itu telah melihat jejak rapornya di masa lalu. Bagaimanapun jeleknya Arden yakin Ibunya tidak peduli.
Sejujurnya Arden juga kaget ketika Ibunya bertanya di mana kelasnya. Arden bahkan tidak memberikan undangan pengambilan rapor kelulusan pada Ayah maupun Ibunya. Tahu bahwa keduanya tidak akan pernah datang. Bukankah ini aneh? Arden merasa Ibunya terlalu baik dengan meninggalkan pekerjaannya hanya untuk mengambil rapor.
"Tante." Jasmir hendak menyalami tangan Shana. Namun wanita itu menarik tangannya cepat, sehingga Arden merasa tidak enak hati kepada Jasmir. Mereka memang sudah berteman lama. Jasmir tahu Ibu Arden tidak peduli padanya, tapi Arden tidak pernah tahu kalau Ibunya akan seangkuh ini.
"Sudah lama sekali Tante tidak melihat kalian."
Dave dan Jasmir bertukar pandang. Kecanggungan di antara mereka terasa pekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
RED | Step Sister [END]
RomanceArden itu paling ganteng se-SMA Tanjuaya. Tumbuh dengan kepercayaan bahwa semua cewek menyukainya membuat Arden menjadi cowok yang gampang mematahkan hati perempuan. Sekarang targetnya adalah Gaia atau yang biasa disapa Aya. Adik tirinya sendiri ya...