Seorang gadis duduk di tengah taman kota, matanya melihat jauh ke gedung-gedung di tengah kota, kepalanya berisik sedang memikirkan sesuatu. Gadis itu bernama Ratri, seorang gadis yang belakangan tahun ini hidupnya amat membosankan, padahal ia gadis dengan keluarga kaya raya, apapun keinginannya pasti terwujud.
Namun, dibalik gemerlap kekayaan Ratri, ia justru terjebak di dalam lingkaran kehampaan hidup yang tak mampu ia atasi, setiap sebuah keinginan dapat ia capai, tak lama setelah itu pasti ia masuk lagi ke dalam rasa bosan, bulan lalu ia ingin Iphone terbaru tapi setelah ia mendapatkannya ia bosan, saat ia ingin liburan ke Korea Selatan tapi sesampainya di sana ia ingin segera pulang, seolah tiap harinya ia tak selamat melawan kebosanan demi kebosanan yang menghampirinya, ibarat ia sedang haus dan meminum air laut, semakin ia teguk semakin ia kehausan.
Sore itu, saat Ratri di taman, tak sengaja ia melihat seorang pria berbaju biru dongker di seberang jalan, pria itu menatap Ratri cukup lama. Namun, sesaat kemudian pria itu menghilang. Ratri memang gadis yang terbilang cantik, parasnya yang menawan terkadang menjadi sorotan banyak orang.
Ratri pergi ke Stasiun terdekat, sebuah stasiun paling ramai di kota itu. Ia duduk di dekat jendela kereta, situasi gerbong sore itu seperti biasa selalu penuh dengan orang-orang yang pulang bekerja. Namun, kendati demikian, suasana dalam kereta cukup hening, orang-orang hanya fokus pada handphone nya masing-masing. Jika pun ada suara, itu hanya suara video for you page yang sedang viral. Orang-orang sebenarnya sudah amat bosan mendengar backsound FYP itu, setiap saat terdengar di lingkungan rumah, tempat kerja, tempat umum, di mana pun selalu muncul.
Ratri yang duduk di dekat jendela tadi, perlahan-lahan merasa jenuh dengan backsound FYP yang terus menggema di kepalanya, ia beranjak pergi ke toilet sekadar menenangkan pikirannya. Ketika di dalam toilet, ia menatap cermin dan memandang sosok di hadapannya. Tiba-tiba dari arah pintu, seseorang dari luar menggedor pintu toilet. Ratri sontak kaget, karena bukan sekadar diketuk, tapi digedor. Ratri mencoba mengontrol diri dari rasa marah karena kaget kejadian itu. Ia mencuci muka di wastafel agar lebih tenang, meskipun suara gedoran pintu itu masih saja terus berbunyi.
Batin Ratri, "Orang ini emang keparat, belum sampai 3 menit aku masuk toilet sudah disuruh keluar, bener-bener makin muak naik kereta lagi, nggak ada nyaman-nyamannya".
Ratri keluar dari toilet, ternyata pelaku yang menggedornya itu adalah pria berkemeja biru dongker yang ia temui di taman sebelumnya.
Tatapan Ratri kini tak lagi ke arah pemandangan indah di jendela kereta, tapi kini ia melotot ke arah toilet menunggu si pria itu keluar. Lima menit berlalu, kereta berhenti di sebuah stasiun, orang-orang banyak yang turun, pandangan Ratri tertutup oleh banyaknya penumpang yang berdesakan untuk turun, Ratri rela berdiri agar tak kehilangan jejak si pria, mata Ratri melotot tak berkedip ke arah toilet, sayangnya saat gerombolan orang turun tadi, pandangan Ratri benar-benar tertutup dan saat gerombolan orang-orang menghilang, pintu toilet sudah terbuka dan saat Ratri ke toilet tak ada siapapun di dalam, sekali lagi Ratri kehilangan jejak pria itu. Ia kembali duduk ke bangku penumpang dan tak berselang lama, Ratri turun di stasiun berikutnya.
Ratri turun dari kereta dan pergi ke sebuah tempat yang dulu sering ia lewati di masa kecilnya, yaitu sebuah jembatan tua yang jauh dari perkotaan. Suasana jembatan saat sore itu amat sepi, tapi cuacanya cukup cerah, awan tidak begitu banyak, dan angin berhembus sepoi-sepoi. Ia berdiri sejenak di tengah jembatan memandang ke bawah betapa indahnya air sungai yang mengalir begitu deras, memandikan batu-batu besar yang berjejer di sungai.
Tiba-tiba dari arah seberang jalan, ada seorang pria berbicara ke arah Ratri,
"Pemandangan yang indah, bukan? Hmm, terlalu menyedihkan, ya ketika harus melompat dari jembatan indah ini, tepat di waktu sore dengan cuaca yang begitu sempurna ini, berharap setelah lompat tak seorang pun dapat menemukannya lagi" ucap si pria.
Ratri menoleh ke arah pria di seberang jalan itu, ia adalah pria berbaju biru dongker yang mengikutinya sejak dari taman hingga di gerbong tadi.
"Kau boleh memanggilku Janu. Sudah beberapa bulan terakhir ini mengamatimu, tapi makin hari kau seperti tak memiliki gairah hidup, terlihat dari raut wajah murungmu tiap kali berangkat naik kereta ataupun pulang kerja" ucap pria asing itu yang mengaku bernama Janu.
"Katakan, apa kau tetap akan lompat dari jembatan ini?" tanya Janu.
Ratri kaget dengan pertanyaan Janu, Ratri tak menjawab sepatah kata pun. Dalam benak si Ratri, "Bagaimana pria misterius ini bisa tahu akan hal itu?".
"Aku heran padamu, di saat banyak orang lain memilih bunuh diri di tempat yang ramai, di atas gedung bertingkat, di atas tower di mana orang-orang bisa menyaksikan pertunjukan luar biasa yang mungkin hanya akan mereka lihat sekali seumur hidup, kau justru memilih tempat sesunyi ini" ucap Janu.
"Mereka yang memilih menutup riwayatnya di tempat keramaian itu hanya mencari tahu apakah keberadaaannya masih dibutuhkan bagi orang lain, apakah di saat-saat terakhirnya ada yang masih peduli padanya, mencintainya" jawab Ratri.
"Lalu, untuk apa kau memilih tempat sesunyi ini?" tanya Janu.
Ratri tak bersedia menjawab dan pergi menjauh dari Janu. Saat Ratri membelakangi Janu, tiba-tiba terdengar suara jatuh dari arah belakang, sontak Ratri menoleh ke arah Janu dan keberadaan Janu sudah hilang. Ratri berlari ke tepi jembatan, matanya melihat dengan jeli ke arah arus sungai yang mengalir begitu deras. Namun sayangnya, ia tak menemukan Janu. Ratri hanya menemukan sebuah buku yang tergeletak di aspal jembatan tepat di tempat Janu tadi berdiri. Si Ratri mengambil buku itu. Cukup lama Ratri mencari tanda-tanda keberadaan Janu di sekitar jembatan, tapi ia tetap tak menemukan Janu, hari semakin gelap dan Ratri meninggalkan tempat itu.
Ketika Ratri sampai di rumahnya, ia masih tidak percaya dengan kejadian sore tadi, bagaimana bisa Janu hilang dalam sekejap. Ratri mengambil buku yang ia temukan tadi yang di sampulnya berjudul Arti Kehidupan. Saat Ratri membaca buku itu, betapa sangat terkejutnya Ratri, ketika nama Ratri tertulis dalam buku itu, bahkan ditulis nama lengkapnya yaitu Iluh Ratri utuh beserta alamat rumahnya. Hal ini tentu membuat tanda tanya besar tentang siapa sebenarnya sosok Janu, mengapa di dalam bukunya ada nama Ratri, terlebih dalam judul Bab bagian Ratri tertulis "Iluh Ratri - Sang Teratai di Pusaran Arus Sungai"
Ratri memang menyukai teratai, kolam di rumahnya berisi banyak jenis teratai, mulai teratai berbunga putih, merah muda, hingga ungu. Ia menyukai teratai bukan sekadar cantik warna bunganya, tetapi juga pada cara hidup teratai yang akan tetap mekar berbunga walaupun hidup di air yang keruh.
Ratri menyadari dibalik tulisan buku Janu berisi tentangnya, bukanlah sebuah tulisan tanpa makna, itu melukiskan kondisi kehidupannya saat ini. Ratri cukup terkesan dengan isi buku itu, sebenarnya bukan hanya nama Ratri saja yang ada di dalam buku itu, ada nama-nama orang lain. Ratri bertekad untuk menjumpai orang-orang di dalam buku itu, untuk mencari tahu siapa sebenarnya sosok Janu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Yang Tak Mampir Di Kehhidupmu
Short StorySetiap hari orang berkumpul dan berdialog, ngobrol tentang ini dan itu, seolah tiap hari ada percakapan yang membahas hal baru. Namun, dunia ini begitu luas, ada suatu dialog yang mungkin sama sekali belum pernah kita dengar, bahkan untuk terlintas...