Diajeng

23 7 0
                                    

Cafe OT atau yang memiliki kepanjangan Other Tongkrongan adalah tempat yang Jonathan sambangi. Bisa di sebut tempat ini adalah tempat kumpul sahabat Jonathan. Jika kalian pikir sahabatnya memiliki karakter yang sama dengan Jonathan, maka jawabannya adalah tidak. Tidak salah lagi.

Ini sudah gelas keduanya namun temannya itu tidak kunjung menampakkan barang batang hidungnya. Bahkan satu bungkus rokok pun hampir tandas di hadapannya. Jonathan yang kesal pun semakin merapatkan tudung hoodie nya dan menyenderkan tubuhnya pada kursi di belakangnya.

"Permisi kak, boleh pinjem charger nya?"

Tanpa mengusik duduknya ataupun membuka tudung hoodie nya Jonathan menganggukkan kepalanya. "Ambil."

Hujan turun semakin lebat, guntur menggelegar memenuhi telinga. Jonathan semakin kesal saja dengan teman-teman nya itu.

Getaran pada saku hoodie nya membuatnya mau tidak mau mengambilnya.

Lintang Josh (pria bertopi kuning)

Gue di depan
Kumpul nya di rumah Haidan
Dia sakit
Buruan, jangan so mau marah lo
Dingin ini buruan!!!

Jonathan membaca pesan itu dengan tidak minat, ia sudah lama menunggu di sini dan malah pindah? Siapa yang tidak kesal?

Dengan malas Jonathan bangun dari duduknya, sebenarnya bukan hanya karena itu Nathan tidak bersemangat. Tapi karena adik dari mamanya yang begitu membuat nya selalu ingin pulang.

"Aduh keponakan tante ya ampun. Kenapa gak bilang mau datang?" Dengan gemas Karin, mama Haidan mencubit cubit pipi Jonathan.

"Iya tan, sebenernya gak niat tapi Lintang ngajak. Jadi gak bawa apa-apa."

"Duh gak papa, Haidan emang suka ngerepotin gak usah bawa apa-apa. Bunda kamu gimana, sehat?"

Tapi meskipun pipinya akan sakit ia tidak akan melewatkan kesempatan untuk menjaili sepupunya itu. Karena pasti ada sebuah kalimat tantenya yang akan membuat Haidan merajuk, sudah pasti Jonathan tidak ingin melewatkan kesempatan menyenangkan ini.

"Mama ihhh, Idan gak ngerepotin." Rengek Haidan.

Karin berjalan menghampiri tempat tidur Haidan. "Siapa bilang ngga hah? Kamu yang ga mau makan itu ga ngerepotin hah?"

"Aduhhh ma ampun, iya ini Idan makan."

Jonathan mencari keberadaan Josephine yang ternyata duduk di sofa kamar Haidan. Jonathan pun memilih untuk mendekatinya.

"Gila lo santai-santai liatin orang ribut?"

"Udah diem aja, kita nikmatin tontonan gratis." Dengan santai Josephine memasukkan keripik singkong ke dalam mulutnya dengan mata yang lekat melihat pertengkaran anak dan ibu itu.

Jika ada yang lebih gila dari Jonathan Handoko itu adalah Josephine Lintang.

Entah angin muson barat atau angin muson timur yang berhembus mengenai Jonathan. Yang jelas entah angin dari mana itu Jonathan membelokkan arah mobilnya dan berhenti di hadapan toko buku.

Melangkahkan kakinya mengabsen setiap buku di rak yang berjajar dengan rapi. Tapi sepertinya ia tidak tahu buku mana yang harus ia beli, lebih tepatnya ia tidak tau rak nya!

Karena terlalu sering ia menjamah toko buku, ia sampai memerlukan bantuan penjaga kasir untuk mengarahkannya.

Dengan senyuman yang teramat lebar dan tangan yang menggenggam erat sebuah buku. Jonathan berdiri di depan pintu toko buku dan mengangkat buku itu tinggi.

"Akhirnya gue punya buku sendiri!" Monolognya.

"Nathan!"

Dengan cepat ia memeriksa siapa seseorang yang memanggil nya. Di seblah kanannya ia melihat seorang wanita melambaikan tangannya dengan ribut dan hendak berjalan menghampiri nya.

Melihat Lea yang hendak menghampiri nya pun ia berlari ke arah kirinya. Pintu toko roti yang terbuka membuat nya tanpa pikir panjang memasuki nya. Namun sial, ternyata ia bertambrakan dengan seseorang.

"Tuhan kasi lo mata buat di pake!" Sentak orang yang di bertabrakan dengan nya.

"Nathan!"

Mendengar suara Lea yang semakin mendekat dengan terpaksa ia mendorong perempuan di hadapannya hingga membuatnya berjalan mundur.

Mereka berjongkok di belakang kasir dengan napas Jonathan yang memburu. Perempuan itu tentu akan protes, namun protesan nya seakan menghilang saat ia melihat seseorang yang mendorong nya.

"Han?"

"Loh, Diajeng!"

Wajah Anasera yang terkejut berubah menjadi sinis saat Jonathan menyebutkan nama panggilannya.

Toko roti yang cukup nyaman, dengan ruangan yang lumayan luas. Sebenarnya toko ini memiliki tata ruang yang cukup unik. Dimana biasanya toko roti hanya berjajar etalase yang berisi roti dan meja kasir. Namun toko ini berbeda, memiliki 2 ruangan dengan sekat sebuah kaca transparan. Satu ruangan di isi dengan etalase berisi roti dan meja kasir seperti toko pada umumnya namun sisi satu lagi yang membuat nya unik, bagian lainnya berisi meja dan kursi di tambah sebuah televisi bahkan terdapat sebuah kompor dan piring-piring. Sisi bagian ini sangat tampak seperti ruang keluarga yang nyaman.

"Nih minum." Jonathan sedikit terperanjat saat Anasera menyerahkan secangkir teh dengan ketidak ikhlas an nya.

"Ini makan juga, gak tau lo suka apa ngga gue pilih random." Anasera datang kembali dan duduk disampingnya lalu mengganti channel televisi dihadapan mereka.

"Ini toko punya kamu?"

"Iya. Ga usah aku kamu, panggil lo gue aja, malah jadi canggung jadinya."

"Oke." Sekali lagi Jonathan mengedarkan pandangannya melihat sebuah ruangan yang di sebut toko ini. "Kenapa toko ini ada ruangan gini nya?"

"Gini? Maksudnya sofa sama televisi ini?"

"Iya." Jonathan menatap lekat Anasera menunggu jawaban nya.

"Ga ada hal istimewa, cuma karena menurut gue biasanya roti identik dengan sebuah keluarga. Jadi gak ada salahnya kalo buat sesuatu makanan yang identik dengan keluarga beserta tempatnya. Karena gue yakin gak semua orang punya."

Jonathan sungguh terpukau dengan jawaban Anasera yang bahkan orang nya menjawab seolah itu adalah bukan hal yang jarang orang lain pikirkan. Ia jadi tidak yakin, apakah ini orang yang disebut sama dengannya?

"Lo ada jadwal pagi besok?" Tanya Jonathan saat ia tersadar dari lamunannya.

"Ada, kenapa?"

"Sebagai tanda terima kasih gue, lo mau berangkat bareng?" Jonathan sungguh tidak terlalu berharap, bagaimana pun mereka tidak se akrab itu.

"Takutnya malah dayang lo nyerang gue semua." Lagi, suara tawa itu selalu membuat Jonathan enggan memalingkan wajahnya.

"Gue jamin dah, mau kagak?"

"Oke, jemput gue jam 7 di sini aja."

Siapa yang tidak senang jika ajakan nya di jawab dengan jawaban yang tidak di sangka dan di tambah senyuman manis.

"Oke siap Diajeng, besok pangeran jemput."

Luntur, senyuman yang terpancar dari wajah Anasera tiba-tiba menghilang dan berubah menjadi masam.

"Cepet makan, gue tau lo punya jadwal habis ini. Semoga lo menang."

Jonathan tidak paham dengan maksud Anasera, namun pertanyaan yang hendak di lontarkan pun tertahan karena sebuah bel pintu masuk berbunyi.

"Gue ke meja kasir bentar ya."

Diajeng Anasera Candisa, sebenarnya tau apa dia tentang Jonathan?



CloversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang