first sight

17 3 0
                                    

Raya memintaku menunggu di kafe ini saat ia menemui seseorang yang tidak ku kenali. Aku sempat melihatnya saat kami terhenti di depan kafe. Lelaki itu memakai kacamata hitam dan topi yang membuat aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Raya tidak memberitahuku saat diapartemennya, ia hanya bilang bukan siapa siapa lalu mengajakku untuk pergi jalan jalan.

Setelah tujuh belas menit menunggu. Mataku terpancing untuk melihat seorang anak kecil yang tengah merengek meminta dibelikan permen lolipop yang ada di meja kasir kafe itu. Aku jadi teringat kejadian yang sama persis seperti yang kulihat saat ini.

Tepatnya bertahun tahun lalu saat aku dan orang tuaku masih utuh bersama. Dulu aku masih berumur sekitar 7 tahun dan masih menyukai permen berbentuk bulat warna warni itu. Bahkan aku menyukai semua jenisnya.

Mengingat itu semua, perlahan membuat mataku memanas. Dadaku sesak.

Bagaimana bisa semua kenangan itu muncul disaat aku sedang tak ingin mengingatnya. Aku memejamkan mataku sesaat, menarik nafas panjang lalu membuangnya secara perlahan. Jus alpukat yang aku pesan masih belum kusentuh barang secentipun. Terlihat butir butir air dipermukaan gelasnya. Sesungguhnya minuman ini tampak menyegarkan. Apalagi saat ini matahari sedang terik teriknya.

Namun aku sama sekali tak tergoda sedikitpun. Lama lama aku gelisah menunggu Raya yang belum kunjung datang. Mataku menyisir seluruh penjuru kafe dengan enggan. Memastikan kehadiran Raya.

Kudengar suara pintu masuk kafe berdecit. Aku menoleh kearah pintu memastikan itu Raya atau bukan. Aku sedikit kecewa karena yang memasuki kafe bukanlah Raya, melainkan seorang cowok menggunakan sweater berwarna coklat dan celana jeans berwarna biru. Mataku masih tertuju padanya, dia terlihat tengah mencari seseorang. Hingga kamipun bersitatap. Aku yang menyadarinyapun langsung mengalihkan pandanganku ke arah jus yang masih utuh. Duh, ngapain kali pake liatin orang segala.

Saat aku menengadah. Mataku membulat sempurna melihat cowok yang baru saja menjadi objek penglihatanku sudah berdiri manis dihadapanku dengan senyum yang mampu memabukan setiap kaum hawa.

Aku baru sadar bahwa cowok ini sangat tampan bila dilihat dengan jarak sedekat ini. Tak sadar, sudut bibirku naik beberapa mili dari tempatnya.

"Kosong ga? Boleh duduk disini?" Tanyanya yang berhasil membuyarkan lamunanku. Aku masih menatapnya. Apa aku ga salah denger, nih cowok minta duduk ditempat Raya. Eh salah, didepanku.

Aku kembali tersenyum, lalu mengangguk, "kosong kok. Kalo mau duduk aja." Aku ga bohong kan? Emang bangku itu kosong. Habis Rayanya engga dateng dateng.

Aku memang sengaja memilih meja yang hanya untuk dua orang. Tapi kalo ni cowok duduk. Raya kurang beruntung. Aku cengengesan dalam hati.

"Pasti lagi nunggu seseorang yah?" Cowok yang belum ku ketahui namanya ini kembali bertanya. Masih dengan senyumannya. Jujur, aku sih ga terlalu tertarik untuk balas senyuman dia. Tapi.. tatapan matanya itu seperti mengingatkan aku pada seseorang. Tapi. Aku lupa siapa.

"Iya, tapi kayaknya nggak jadi kesini dianya. Udah setengah jam nunggu." Ugh. Sumpah. Ini sih bukan stranger lagi. Tapi kayak udah kenal lama gitu. Cowok itu mengangguk pelan menanggapi perkataanku tadi.

"By the way. Nama gue Rafa. Lo?" Ucapnya memperkenalkan diri. Tangannya terulur untuk berjabat tanga denganku.

"Jessica. Tapi lo bisa manggil gue, Chika." Balasku menerima uluran tanganya.

Kamipun berjabat tangan sambil melempar senyum masing-masing

Ternyata hanya karena tidak ada kursi kosong lagi di kafe ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 10, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BesidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang