Creepy Pasta Hujan Deras

3 2 1
                                    


"Aduh, hujan terus, kapan berhentinya nih?!", keluh Kartika.

Dia berkali-kali mengusap percikan air yang mengenai tangan dan kakinya.

"Kita terobos aja, daripada kemaleman nyampe kos", usulku.

"Ogah!", sahutnya cepat, "kamu tahu, air hujan itu mengandung asam sulfat, asam nitrat, karbon, silika dan debu? Jika kena kulit akan terasa gatal-gatal, kutuan, panuan, jamuran. Aku yang udah capek-capek perawatan kulit ke salon mahal, akan sia-sia aja!", ucapnya.

Aku hanya terdiam saja. Sebagai SPG mobil sport, penampilannya memang diutamakan. Tapi kan tidak harus berlebihan juga.

Tempat kami berteduh mulai sepi. Sudah tak ada lagi kendaraan dan orang yang lewat. Malam pun semakin larut. Suasana seperti ini sangat rawan, mengingat kami berdua hanya wanita. Apalagi hujan semakin deras. Rasanya tubuh ini sudah sangat lelah.

"Tik, kita pulang saja yuk! Nyampe kosan kan bisa langsung mandi," ajakku.

"Enggak! Kalau kamu mau pulang, ya pulang duluan aja! Aku mau nunggu di sini! Dan...", dia berpikir sejenak, "oh iya, kamu pulang duluan aja, terus sekalian nyari taksi, ambilin payung, sepatu bot, sarung tangan, masker sama jas hujan di kosan, terus bawa ke sini. Aku tungguin", ujarnya dengan wajah sinis.

Aku hanya terdiam saja mendengar ucapan rekan seprofesiku ini.

Mataku menatap ke tanah. Di situ ada suatu benda. Aku lalu menoleh ke arah spanduk yang dipasang di atas pintu besi yang menutup di
belakang. Rupanya kami berteduh di emperan salon.

"Aku ada ide, Tik", kataku kemudian, dengan pandangan tetap ke arah spanduk.

"Apa itu?", tanyanya.

......

Singkat cerita. Tepat larut malam, aku sampai juga di kosan dengan napas tersengal-sengal. Pakaian basah kuyup. Mataku menatap ke arah sesuatu yang kubawa sejak tadi.

"Ngerepotin aja, mana berat lagi", gerutuku.

Lalu aku mengeluarkan sebuah kantong kresek dari dalam tas.

"Nih, kulitmu masih tetap kering, kan? Sekarang kamu pakai kulit sendiri aja sana! Aku capek ngulitin kamu sendirian pakai silet alis tadi", ucapku.

Aku pun memasuki kamar mandi, meninggalkan tubuh kaku Kartika yang berlumuran darah. Sedangkan kulitnya masih terlipat di dalam kantong kresek.

URBAN LEGEND STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang