Sepanjang hari Marienne terus memandangi langit tanpa bosan. Matanya yang tampak lelah karena kurang tidur terlihat jelas diwajahnya. Ekspresinya tampak sangat tidak bersemangat bahkan sejak ia meninggalkan kediaman. Beberapa kali para pelayannya menawarkan diri untuk menemaninya, namun Marienne menolak hingga akhirnya mereka hanya bisa mematuhi permintaan majikannya. Bahkan Marienne sampai meminta mereka untuk tidak mencarinya meski ia menghilang selama berhari-hari.
Marienne yang seperti itu sebenarnya sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi para pelayan selama dua tahun terakhir. Beberapa pelayan barunya pun kini mulai terbiasa dengan kepribadiannya. Mungkin saja jika Marienne kembali seperti dulu, mereka pasti akan sangat terkejut. Namun sayangnya ia tidak menunjukkan tanda-tanda kembali seperti dirinya yang lama.
Kini ia kembali kalut. Marienne mengambil sehelai daun berwarna merah kecokelatan yang terjatuh di tanah, menatapnya cukup lama, kemudian melepaskannya kembali. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu, mengingat semua yang sudah terjadi dan menyesalinya. Terkadang ia mengutuk diri sendiri tanpa sadar. Marienne mencoba menenangkan dirinya kembali, hingga akhirnya ia mulai menitikkan air mata. Kini ia menangis merindukan Hugo, pria yang pernah singgah dalam hidupnya. Hugo-lah yang membuat Marienne selama dua tahun ini menderita.
Sejak kepergian Hugo, Marienne terus hidup dalam penyesalan. Semua hal yang ia sukai tak lagi diliriknya. Dipikirannya hanya ada kenangannya bersama Hugo. Bahkan sepanjang bekerja, ia tak bisa fokus hingga akhirnya dialihkan kepada asistennya, Allen. Marienne tahu penting baginya untuk tetap fokus pada pekerjaannya mengingat kedudukannya sebagai adipati agung, namun rasa frustasinya mengalahkan kewarasannya. Ia bahkan sulit untuk berpikir jernih sampai Anna-dayang pribadinya- terus menempel padanya supaya tidak terjadi sesuatu yang buruk.
Bagi Marienne, kematian Hugo adalah kesalahan yang disebabkan oleh dirinya. Andai saja ia percaya kepada Hugo sejak awal, tentu pria itu tidak akan mengalami nasib malang dan tewas mengenaskan.
Sayup-sayup terdengar suara daun kering yang hancur karena langkah kaki. Suaranya kian mendekat kian keras. Marienne bangkit dari duduk, mengambil sikap waspada, berjaga-jaga untuk lari dan bersembunyi. Ia menyadari bahwa ada dua orang yang sedang berjalan mendekat padanya dan menggunakan jubah hitam. Saat Marienne sudah mengangkat bagian bawah gaunnya dan bersiap untuk lari, salah satu dari orang asing itu berteriak dari kejauhan, "Nona Mary..." Marienne tahu betul, hanya ada tiga orang di dunia ini yang memanggilnya dengan nama kesayangannya. Ia bisa memastikan bahwa dua orang itu adalah orang yang sangat dekat dengannya sepanjang hidup.
" Allen, Anna... Apa yang kalian lakukan disini?" Marienne bertanya sembari mengerutkan dahinya. Ia tidak menyangka bahwa kedua orang itu tahu keberadaannya. Allen membuka tudung jubahnya, mengeluarkan secarik kertas dan menyerahkannya pada Marienne. Kemudian dibukanya kertas itu dan matanya melihat tulisan diatas kertas tersebut. Marienne tersenyum tipis sambil menitikkan air mata. "Ah... Jadi ini yang menyebabkan kalian berpikir aku ada disini..." gumam Marienne. Ia membaca kalimat demi kalimat yang tergores diatas kertas, yang ditulis dengan penuh kasih. Seketika mengembalikan memori kenangannya yang lalu bersama Hugo.
Digenggamnya dengan erat kertas tersebut hingga sedikit kusut, tanpa sadar Marienne menitikkan air mata setelah membacanya. Kertas itu adalah surat pertama yang ia terima dari Hugo. Isinya adalah ajakan untuk bertemu secara empat mata di tempat itu-tempat Marienne bersembunyi sekarang. Allen mengeluarkan sapu tangannya dan memberikannya pada nonanya. Tak tega ia melihat majikannya terus menangis. Kemudian ia dan Anna membawa Marienne kembali ke kediaman.
Anna yang sedari tadi memperhatikan majikannya turut bersedih. Sepanjang ia melayani Marienne, ia tak pernah melihat sang nona seputus asa ini. Anna tahu betul sisi luar dalam Marienne. Tak pernah ia melihat Marienne merasa senang kalau bukan karena Hugo. Namun sejak ditinggal pergi, Marienne benar-benar kehilangan arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Autumn Sunset
General FictionMarienne yang tengah putus asa dalam kehidupannya menemukan satu fakta bahwa Hugo mati karena fitnah yang amat kejam. Saat ia ditangkap dan dibuang oleh keluarga kerajaan, Marienne hidup kembali di masa ia belum mengenal Hugo. Ia berusaha mencari ca...