Kriiing.. Kriing..
Bel sekolah berbunyi. Tanda jam pelajaran telah selesai dan saatnya istirahat.
Seperti biasa Bahrul mengajak Dhimas untuk membeli minuman di kantin. Di lorong kantin terlihat sekumpulan geng siswa perempuan sedang asyik ngobrol di pinggir lorong. Dhimas yang pemalu memutuskan untuk balik badan dan mengurungkan niatnya ke kantin.
"Waduh gawat, Men. Wes balik ae lah, mengko ae njajane. Isin aku ono cewek akeh nang lorong kantin", ucap Dhimas sambil menarik bahu sahabatnya itu.
Bahrul tersenyum melihat reaksi Dhimas. Ia paham betul sahabatnya itu sangat pemalu jika berhadapan dengan perempuan selain Ibu dan Adiknya kandungnya. Namun, Bahrul tidak begitu saja menuruti ajakan Dhimas. Ia justru sengaja menggoda beberapa siswi yang sedang asyik nongkrong di lorong kantin.
"Hai, Cewek. Cantiknya rek. Nggak mau makan sama mas ta? Iki loh boloku pengen kenalan"
"Asem lambemu, Rul!", Dhimas buru-buru pergi mengetahui ulah sahabatnya.
"Lho, he, kate nangdi? Lak enak seh, mangan bakso sambil cuci mata lah, men"
"Gendeng! Nggak, aku tak shalat Dhuhur ae nang musholah"
"Haha.. Nggih, Pak Ustadz. Duwe konco kok grogian karo cewek. Kate sampe kapan jare. Heran aku"
"Awakmu shalat ta nggak? Kesuwen!"
"Lho.. Lho.. Dhim, enteni sek. Ditinggal ae koncone rek", Bahrul tertawa geli sambil berlari menyusul Dhimas yang sudah lebih dulu berjalan ke arah musholah.
Suasana sejuk dan hening di dalam musholah. Terlihat beberapa siswa yang sedang khusyu melaksanakan Shalat Dhuhur berjamaah. Selesai shalat Dhuhur, Dhimas duduk santai di pelataran musholah sambil menunggu Bahrul selesai shalat dan tiba-tiba ada seseorang yang menyapa dengan ramah sambil menepuk punggungnya.
"Assalamu'alaikum, Dhimas Bagas. Tadi yang baru ikut shalat waktu rakaat kedua itu kamu ya? Tumben kamu telat datangnya. Biasanya kan kamu gantian jadi imam shalat jamaah sama Fajar Hamdani"
Dhimas terkejut dan seketika tertunduk malu saat mengetahui gadis manis berjilbab dan bertubuh curvy itu langsung duduk di sebelahnya.
"Halo, kok malah bengong", Nimas melambaikan tangan dan mendekatkan wajahnya di hadapan Dhimas.
"Wa'alaikumussalam. Astaghfirullah"
"Hm, emangnya aku setan. Segitunya kaget lihat aku"
Dhimas hanya tersenyum sambil menahan keringat dingin."Neng, mukenahmu ketinggalan. Boleh tak bawake?", Fajar yang tiba-tiba keluar dari musholah dan menghampiri Nimas.
"Oh ya, lupa. Eh, nggak usah deh. Kan tadi kamu bilang kalau selesai shalat mau ke kantin dulu beli nasi bungkus?"
"Gampang, ora popo. Iseh iso tumbas mangke sak marine"
"Oh gitu. Boleh, Jar. Terimakasih Fajar Hamdani sudah bantu bawakan mukenahku. Eh ya, di sebelah tasku ada tas kecil itu isinya makanan. Buat kamu satu, di makan ya!"
Fajar tersenyum lebar sambil sedikit menundukkan badan dan meletakkan tangan satu tangan di dada layaknya seorang pangeran kepada tuan putrinya.
Dhimas langsung menjauhkan posisi duduknya. Ia diam dengan sedikit sesak memperhatikan sekilas percakapan Fajar dan Nimas. Sebenarnya Dhimas telah lama mengagumi Nimas. Hanya saja ia tak punya nyali yang cukup untuk menyatakannya. Di tambah lagi setiap shalat, Dhimas selalu berjamaah dengan Fajar dan Nimas. Fajar yang merupakan teman baik dan ketua OSIS di sekolahnya juga sepertinya sedang menjalin kedekatan dengan Nimas. Dhimas juga tahu kalau Nimas memiliki mantan pacar yang satu kelas dengan Dhimas dan ia merasa enggan jika harus bersaing dengan beberapa mantan pacar Nimas tersebut. Selain itu, Dhimas tak ingin perasaannya ke Nimas diketahui oleh orang lain bahkan Bahrul sekalipun.
"Hai, Dhim. Kok diam saja sih, tadi aku kan tanya belum kamu jawab"
Lagi-lagi Dhimas tertunduk malu dan menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Ih, Dhimas Bagas. Kalau ada orang ngomong itu harus lihat mata lawan bicaranya dong", ucap Nimas jengkel."Ya, Neng. Maaf, tadi aku terlambat shalat karena ke kantin dulu sama Bahrul", jawab Dhimas singkat.
"Apane, Neng. Wong Dhimas lho mlayu gara-gara banyak cewek di kantin. Terus ngajak shalat, nggak jadi beli jajan", terang Bahrul yang tiba-tiba nyeletuk.
"Oh ya, masa sih? Padahal kamu ganteng loh, Dhim. Lewat aja pasti mereka yang terpesona. Kalau aku yang disitu mungkin aku yang terpesona lihat kamu. Ya kan, Rul?", sahut Nimas yang sengaja sedikit menggoda Dhimas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutipan Senja dalam Kenangan
Teen FictionDhimas tidak pernah menyangka bisa menjalin hubungan spesial dengan Nimas, teman satu angkatan saat duduk di bangku SMPU Bina Insani dulu. Gadis yang ia kagumi sejak awal Masa Orientasi Siswa dan selalu jadi pusat perhatian siswa lainnya karena di s...