Prolog

2 0 0
                                    

Di balik riuhnya kebisingan sekolah, Elia memilih untuk menyelami kedamaian di halaman belakang sekolah yang jarang disinggahi murid maupun guru. Tempat di mana sinar matahari menyapanya dengan lembut di antara rerumputan hijau dan bunga-bunga liar. Di sana, ia merasa seperti menemukan dunianya, di mana waktu berdetak lebih lambat dan beban hidup terasa lebih ringan.

Di tempat yang dipenuhi dengan aroma rumput liar itu, Elia duduk anggun di atas kursi yang sudah tua dan rusak. Sebuah kursi dengan kaki yang tak lagi mampu berdiri tegak, harus diganjal dengan hati-hati menggunakan batu yang diambilnya di sekitar. Meskipun kursi itu terkesan rapuh dan tidak menarik, Elia dengan anggun tetap duduk di atasnya, seolah-olah menghadirkan sentuhan keanggunan di tengah kekacauan yang terlihat di sekitarnya.

Tangannya mulai merogoh saku bajunya, mencari sesuatu. Sebatang rokok yang rapuh kini terselip diantara bibirnya yang manis. Elia mencoba menyalakannya dengan korek gas. Namun, beberapa kali mencoba pun hanya percikan kecil yang muncul,

"Ayolah!!!" Geram Elia, kesal setelah mencoba lagi dan lagi.

Saat terus mencoba, tiba-tiba sebuah api menyala. Namun bukan dari korek api yang ia pegang, melainkan dari seorang cowok yang kini berdiri dihadapannya. Elia terdiam dan menatapnya beberapa saat,

"Cepetan woy panas!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GALELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang