02

5 0 0
                                    

Aku berusaha untuk menyingkirkan kalimat itu dari kepalaku. Berusaha fokus dengan apa yang sedang aku kerjaan. Rasanya kepalaku ingin pecah, beban pekerjaan, serta beban hidupku untuk segera menikah saling tertubrukan.

Aku memenjamkan mataku, sambil tanganku memijat pelipis kepalaku.

"Ayo Mba Acel, udah di tunggu Mas Adam nih kita. Mau ngenalin BM yang gantiin Pak Wijin." Aku menggangguk, mengikuti langkah Rara yang sudah di depan ku bersama Irfan, Mega, dan Rama.

Aku menatap ke bawah, memandang kosong ke arah sepatu Vans yang sedang ku pakai. Kaki ku bergoyang resah. "Fokus dong, Cel." Ucapku pelan.

Mataku memandang kesekeliling, dan berhenti menatap wajah baru dan asing dan tepat berdiri di hadapanku. "Mba, yang gantiin Pak Wijin masih muda. Tambah saingan dong, gue." Ucap Rama berbisik, aku tertawa pelan menanggapi. "Lo tetep no.1 di hati Rara kali, Ram."

Nathan Baskara A on, lelaki berusia 29 tahun ini lah yang akan menggantikan BM yang lama. Tampangnya yang masih muda, serta masuk kategori lelaki tampan dijamin akan menjadi penyegar mata bagi karyawan wanita dikantor ini.

"Dimohon untuk bekerja sama dengan baik ya, saya harap bergabungnya saya disini bisa membawa divisi kita makin maju." Ucapnya mengakhiri perkenalan, disambut tepuk tangan dari kami semua.

"Oh iya Cel, karena kamu yang pegang pekerjaan Pak Wijin terakhir, tolong di bantu  ya Pa Nathan nya."

"Baik, Mas Adam." Aku menggangguk kecil dan membalas tatapan Pa Nathan yang melihat kearah ku.

Setelah perkenalan singkat tadi, kami semua kembali ke meja kerja, melanjutkan beberapa pekerjaan yang sempat ter skip sebentar.

Aku mengambil ponsel, mengecek beberapa notif pesan yang masuk. Yang tidak lain adalah beberapa pesan dari keluarga, serta bahasan pekerjaan saja.

"Enak kali ya dapet pesan dari suami, nyemangatin siang-siang bolong gini." Gumamku pelan.

Ya tentu saja, aku juga ingin. Tapi jiwa dan hatiku seperti ingin tapi tak ingin. Tapi ya gimana dong, pacar aja gak punya apalagi suami. Tapi aku bersyukur, di tengah kesibukan ku dengan pekerjaan, tidak ada drama percintaan yang membuatku tambah lelah.

Memang sih, terkadang ada beberapa hal yang membuatku ingin segera menikah. Tapi setelah aku pikirankan, ada beberapa hal juga yang malah membuatku tidak ingin menikah. Mungkin kalo menikahnya dengan Pak Nathan, aku tidak perlu mikir dua kali. Haha.

Dilihat-lihat, pesona Pak Nathan memang bukan kaleng-kaleng. Wajahnya yang tampan serta tegas, alis wajah serta bulu mata yang lebat serta lentik makin menyempurnakan wajahnya. Badannya yang tegap serta cukup atletis membuatnya cocok menggunakan pakaian apapun.

Aku mengetuk kepalaku, mengeyahkan pikiran-pikiran yang tidak seharusnya ada di dalam kepalaku.

"Cel, keruangan saya, ya. Ini berkas nya ada yang kurang deh." Suara Pak Nathan sedikit mengejutkan diriku. Meja kerja ku memang tepat berada di hadapan ruangannya.

"Baik,Pak" sahutku kikuk.

Pak Nathan melebarkan daun pintu dan menyuruhku untuk masuk.

"Ini kayaknya ada dokumen yang miss deh, Cel. Boleh tolong dilengkapi kan? Soalnya saya harus bawa ke meeting nanti."

Aku membuka berkas yang ditunjukan oleh Pak Nathan, memeriksanya dengan teliti untuk bagian yang tidak lengkap.

"Baik pak, saya segera lengkapi dokumennya. 15 menit ya pak, kurang di bagian bagan nya aja kok."

"Panggil saya seperti manggil Adam saja ya, kayaknya kalo Pak terlalu formal deh. Saya kurang suka dengernya."

"Tapi Pak, Bapak kan atasan disini. Bahkan Bapak atasan Mas Adam loh, saya mana berani manggilnya jadi pake Mas, Pak." Ucapku  agak bingung, panggilan Mas sebenernya kurang sopan untuk posisi jabatan Pak Nathan yang memang lebih tinggi di divisi kita.

"Saya masih muda loh, Cel. Gapapa juga lagian, kan saya yang mau."

Ini cocok banget gak sih, Pak Nathan di panggil Mas, udah kayak mau manggil calon suami aja.

"Kalau begitu, baik Mas Nathan. Saya kerjain ini dulu ya."

"Thanks ya, Cel."

Aku balas tersenyum, dan segera keluar dari ruangan Pak Nathan, eh salah, maksudku Mas Nathan, benarkan?

****

Jam makan siang tiba, Aku, Rara, Irfan, Rama dan Mega berencana makan di warung makan yang terjejer di ruko sebrang kantor.

"Makan apa nih, kita? Perut gue udah berisik banget minta makan." Kata irfan sambil melihat kesekeliling warung- warung yang ada di depan kami.

"Gue mau soto dong, Mas irfan." Mega menunjuk warung soto yang ada di pojok.
"Yaudah, makan itu aja semua ya, biar ga mencar pesennya nih."

Aku, Rara dan Mega mencari tempat duduk, sementara Rama dan Irfan memesankan makanan dan minuman untuk kita.

"Mba, Meg, Pak Nathan cakep pol gak sih? Gila mendadak ada lagu indah setiap lihat doi." Rara menyahut heboh

"Gue juga ngerasa gitu, Ra. Emang ya, BM kita penyegaran mata banget." Balas Mega gak kalah heboh. Aku mengangguk setuju, memang pesona BM kami gak ada dua nya.

"Coba Mba, kali aja cocok."

Aku mendelik sewot, lalu tertawa "Gue sih mau, tapi kayaknya Pa Nathan yang gak mau. Hahaha."

"Gosipin aja terus Pak Nathan." Sewot Rama yang tiba-tiba muncul.

"Gosipin lo sama Rara mah udah kadaluwarsa. Males gue." Mega mengibaskan tangan di depan wajah Rama.

"Tangan lo, anjir Meg"

"Ambigu banget sih lo sebut nama gue."

"Yakan emang itu nama lo. Meg, Mega."

"Ram, Mega nya jangan digodain mulu. Udah kesel tuh dia." Ucap Mas Irfan yang duduk di samping Rama.

"Calon cowo lo nih, Ra. Ngeselin emang."

Kami tertawa, gak heran lihat Mega dan Rama yang selalu saling meledek satu sama lain.

"Cel, besok katanya lo sama Pak Nathan mau meeting di luar, sama klien yang terakhir sisa kerjaan Pak Wijin?" Tanya Mas Irfan.

"Iya Mas, itu proyeknya Pak Wijin, udah setengah jalan, eh pake ganti orang. Jadi klien nya minta meet sama yang pegang sekarang, Pak Nathan."

"Ke Bandung Ya? Titip oleh-oleh bolu nya ya Cel, Istri gue kepingin tuh katanya, gue belum sempet, jauh juga kesananya. Pas banget lo mau jalan kan."

"Boleh Mas, nanti kalo senggang gue mampir ketokonya deh. Kabaran lagi aja."

"Mba, gue mau juga!"

"Gue juga, Mba!"

"Rama juga mau dong, Mba!"

"Ih, gue repot ah bawanya kalo banyak-banyak." Sewotku.

"Parah banget Mba Acel." Kata Rama pura-pura sedih.

Aku balas tertawa kecil. "Bawel anak, kecil."

Tidak lama pesanan makanan dan minuman kami sudah datang. Sambil menikmati makan siang, diselingi dengan obrolan obrolan ringan sambil menghabiskan jam istirahat.






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY 26Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang