Gadis itu tidak tahu apakah pagi ini tubuhnya benar-benar siap untuk menjalani hari, dua belas jam, ia butuh tenaga untuk menjalani hari ini selama dua belas jam. Berharap besar kepada kafein di kopi paginya, berharap itu memberikan ia tambahan tenaga.
Ia mengayuh sepedanya, roda sepeda itu menapaki pinggiran jalanan Paris, setiap melewati genangan air, itu meninggalkan jejak roda di sepanjang jalan.
Tersenyum pada beberapa orang yang ia lewati, entah mengapa ia masih sempat-sempatnya menebar senyum, "Selamat pagi!" sapanya pada seorang wanita tua yang sedang membeli sekuntum bunga di toko bunga tepat di sebelah coffee shop-nya.
Wanita tua itu menoleh, tersenyum begitu hangat padanya. "Pagi sekali hari ini, Evie."
Gadis bernama Evie itu menoleh, sambil ia mendorong sepedanya untuk diletakkan di dekat toko kopinya.
"Bagaimana lagi. Ada yang membutuhkan bantuanku sepagi ini," ucapnya.
Wanita yang sekitar berusia enam puluh tahun itu mendekati Evie setelah mendapatkan sebuket yellow tulip, ia mendekapnya, "Lagi-lagi mesin kopimu itu?" tanya wanita itu.
Evie tersenyum kecil, menyipitkan matanya, "Iya, dan nenek jangan lagi bilang bahwa aku perlu mengantinya dengan yang baru, aku sudah memberi tahu alasannya, kan?" ucapnya dengan nada menyindir.
Budget. Iya, tepat sekali, ia tidak menggantinya dengan yang baru karena itu.
Nenek itu tertawa kecil. Ia menoleh ke bawah, lalu menarik sekuntum bunga tulip berwarna kuning itu dari buketnya. Ia mengangkat pandangannya lagi pada Evie, tersenyum sehangat sinar matahari pagi itu, ketika ia tersenyum kerutan pada wajahnya tampak begitu indah, murni, dan manis.
Mengingatkan Evie pada senyum neneknya.
Evie tidak lagi bingung seperti pertama kali wanita tua itu memberikan ia sekuntum bunga. Entah bagaimana, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan sampai hari ini.
Evie mengangkat tangan, senyum tak luput dari bibirnya, "Ini begitu indah, terima kasih," ucapnya setelah sekuntum tulip itu ia ambil.