Chapter 3 - Suasana Baru

57 4 2
                                        

* Haloo guys. Ini cerita pertamaku jadi apabila ada kesalahan, mohon kritik dan saran untuk perbaikan dan juga biar aku semakin berkembang kedepannya. Tolong juga buat vote, komen dan share biar aku makin semangat buat update ceritanya. 😘

HAPPY READING! 🥰 *

Awalnya aku mengira rumah ini tidak akan jauh berbeda dari rumah yang ada di Tokyo namun dugaanku salah. Saat gerbang rumah dibuka, ada taman yang berhiaskan bunga berwarna kuning. Di dekat taman bunga itu, ada pos penjaga dan ada dua orang laki laki yang mengenakan kemeja putih dan jas hitam serta ada anjing jenis doberman berukuran cukup besar dan ada kalung di lehernya. Saat melewati pos penjaga, kedua lelaki itu membungkuk ke arahku dan anjing itu menggonggong. Itu hal yang wajar karena anjing itu belum pernah melihatku sebelumnya. Jadi terpikir olehku untuk memelihara anjing. Baru saja hendak memikirkan jenis anjing apa yang akan kubeli di toko hewan, mobil ini berhenti tepat di depan pagar kecil berwarna coklat.

"Sudah sampai, Tuan Muda Barry.", ucap Pak Henry sambil menoleh dan tersenyum kepadaku. "Oke", jawabku singkat. Aku menarik ranselku dan langsung keluar dari mobil. Kulihat rumah besar dengan desain yang menurutku cukup unik. Lalu kudorong pagar coklat itu dan aku bisa melihat dengan jelas rumah yang akan kutempati. Rumah ini dicat dengan warna putih sementara atapnya hitam lalu semua jendela rumah coklat gelap dan ada beranda di semua di tiap jendela serta ada air mancur 5 tingkat berwarna biru di depan rumah. Setelah melihat sekilas, aku pun masuk ke dalam rumah dan nuansa rumah ini benar benar mewah. Lantainya berwarna emas dengan pola granit yang unik dan total ada 5 lantai. Baru saja aku beres menghitung jumlah lantai, terdengar suara yang memanggilku dari sisi kanan tangga pertama. "Barryyyy", teriak adikku ceria yang berjalan dengan cepat ke arahku. Shyntia mengenakan blus biru dongker lengan pendek dengan kalung liontin ruby dan celana jins biru dongker. Kuletakkan ransel yang kupegang ke lantai dan kupeluk Shyntia.

"Halo, Shyntia. Bagaimana kabarmu? Dan bukankah kau bilang kau sedang di lokasi syuting?",ucapku sambil mengusap rambutnya yang memakai ikat rambut berwarna merah. Shyntia menjawab di sela sela pelukanku, "Saat kamu menelponku, aku memang sedang di lokasi syuting. Tapi aku benar benar tidak sabar untuk bertemu denganmu jadi aku meminta izin ke sutradara untuk pulang ke rumah. Dan kabarku sangat baik. Bagaimana denganmu? Apakah kamu merasa pusing atau mual?". Aku tersenyum bangga karena meskipun ini adalah penerbangan yang pertama kualami namun aku sama sekali tidak merasa pusing sedikitpun. Dan sudah pasti ini hasil dari olahraga rutin dan ketat yang tiap hari kulakukan. "Aku sama sekali tidak merasa pusing, mual atau apapun itu. Kau harus bangga memiliki kakak sepertiku."

Shyntia melepaskan pelukanku dan mundur selangkah lalu menyeringai," Sejak kapan aku tidak bangga denganmu? Dari dulu sampai sekarang, aku selalu bahagia dan bangga memiliki kakak sepertimu. Ayo Barry, kuantar ke kamarmu.". Aku mengangguk pelan lalu kuambil ranselku dan kupegang tangan Shyntia. "Di ujung sebelah kanan ada lift jadi kita tidak perlu repot naik tangga untuk ke kamarmu. Kamarku dan kamarmu berada di lantai 3. Kamar Dad juga". Aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Itu membuatku penasaran ingin mengunjungi rumah milik keluargaku yang berada di tengah-tengah kota Tokyo. Aku ingin tahu apakah desain rumah yang disana mirip dengan rumah ini atau berbeda. Saat melewati tangga, kami berpapasan dengan dua pelayan, mereka mengenakan kemeja putih dengan pita hitam dan rok hitam. Terlihat jelas bahwa warna hitam putih mendominasi di tempat ini.

Sampailah kami di depan lift berwarna krem. Shyntia menekan tombol masuk dan pintu lift pun terbuka. "Rumah ini benar benar berbeda dengan rumah yang ada di Tokyo.", gumamku pelan lalu ikut masuk mengikuti Shyntia. Shyntia menekan tombol lantai 3 lalu pintu lift tertutup. Dalam waktu 20 detik, kami sampai di lantai 3 lalu saat pintu lift terbuka, terdapat lorong dengan karpet berwarna coklat. Shyntia menarik tanganku sambil berkata,"Ayo, akan aku tunjukkan kamarmu" . Aku berjalan pelan sambil mengamati lorong dengan dinding warna hitam ini. Setelah 20 langkah dari lift lalu belok kiri, ada anak tangga yang berjumlah 4. Saat menuruni anak tangga, aku merasa takjub dengan luasnya ruangan ini. Ada lampu hias besar yang menggantung di tengah tengah ruangan lalu ada dua sofa krem yang saling berhadapan dengan meja kecil di tengah-tengah sofa itu. Shyntia menuntunku melewati sofa lalu naik lagi melewati tangga yang berjumlah 20. Saat sudah di atas, terdapat pintu berwarna coklat. "Okeee ini kamarmu, Barry."

Kulepas tangan Shyntia lalu masuk ke kamarku. Dan aku tercengang saat melihat kamarku yang begitu luas. Dinding kamarku dihiasi dengan warna biru muda lalu ada kasur berukuran king size dengan sprei merah dan selimut coklat, TV LCD yang terletak di dinding, laptop berwarna hitam di atas meja coklat yang diletakkan di sebelah kiri TV, AC krem di samping kanan jendela, lalu kulihat ada pintu biru muda transparan yang memperlihatkan bahwa itu kamar mandi,"Wow" , ucapku spontan lalu masuk ke dalam kamar mandi dan ada bathtub besar warna putih lalu shower dengan lemari kecil yang berisi peralatan mandiku. Aku keluar dari kamar mandi dan melempar ranselku ke kasur. Shyntia duduk di kasur dan bertanya,"Barry, bagaimana kesan pertamamu disini?" , tanyanya sambil menatapku penasaran."Hmm ya banyak hal yang baru bagiku dan itu membuatku senang." , Shyntia tersenyum,"Aku bertaruh kau akan sangat betah disini sampai tidak akan kembali lagi ke Jepang". Aku tertawa,"Siapa orang yang mengajarimu untuk bertaruh?", lalu ikut duduk di kasur dan mengacak rambutnya yang membuat Shyntia cemberut kesal,"Ya Tuhan, butuh waktu lama bagiku untuk menata rambut dan kamu mengacaukannya. Aku masih ada jadwal syuting hari ini.". Dengan iseng, kuacak lagi rambutnya, "Itu hal yang mudah. Kamu tinggal meminta penata rambut untuk memperbaikinya."

Ponsel Shyntia berdering dan gadis kecil ini mengambil ponsel dari saku celananya. "Oh ada telepon dari Pak Charlie. Dia adalah sutradara dari serial yang aku bintangi", Shyntia bergegas mengangkat teleponnya dan berkata kalau sebentar lagi dia akan kembali ke lokasi syuting. Aku bangkit dari kasur dan menurunkan ranselku ke lantai. "Barry, aku harus pergi. Kamu bisa meminta tolong kepada kepala pelayan yang bernama Pak Gilbert atau pelayan pribadimu yang bernama Nesta untuk memberitahumu lebih detail soal rumah. Dan Dad mengajakku untuk makan malam bertiga tapi rasanya aku tidak bisa ikut malam ini. Ada telepon disitu untuk menghubungi pelayan dan ada daftar telepon tiap ruangan disini" , ucap Shyntia sambil menunjuk telepon portabel yang terletak di atas meja bulat coklat. Aku mengangguk dan menghampiri Shyntia lalu kupeluk dia,"Oke semoga syutingnya berjalan lancar."

The Secret Of Me & My Family [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang