30/05/23-1

7 1 0
                                    

"Hari itu, adalah hari pertama aku bertemu sang pemilik senyum manis yang menjadi canduku hingga kini."—Raina Sheva Nayla.

•••

Nayla POV

Pertemuan pertama kami tertolong unik, kami bertemu di warung kopi teman Mas ku. Aku bahkan baru tahu, kalau ternyata Mas ku memiliki teman yang setampan ... dia.

Wajahnya, senyumnya, tawanya, benar-benar membuatku gila!

Kami memang belum berkenalan secara resmi, tapi dari obrolan antara Masku dan kedua temannya itu, aku baru saja mengetahui namanya. Dia, Irsya, aku hanya tahu nama panggilannya.

Tentang nama lengkapnya, entah kapan aku akan mengetahuinya. Aku berharap Mas ku tidak menyadari senyum gilaku yang terus terpancar sejak tadi.

Karena saat ini mereka semua sedang berkumpul karena adanya masalah. Jika aku tertangkap basah tersenyum di situasi genting seperti ini, bukankah itu terdengar gila?

Di sini hanya ada aku, Delia Adik perempuanku, Mas Dio Kakak tiriku, Mas Lana, dan ... Mas Irsya teman Kakakku. Mereka bertiga sedang dikejar-kejar oleh orang karena sebuah kesalahan yang tidak mereka sengaja.

Aku sama sekali tidak mengerti pokok permasalahannya, itu karena mereka terus berbicara dengan bahasa isyarat. Bukan, bukan dengan isyarat tangan seperti yang kalian pikir. Tapi, mereka menyamarkan beberapa hal seperti nama tempat, nama orang, kejadian pun mereka sebutkan dengan kata lain yang mungkin sudah mereka tetapkan bersama?

Jadi yang bisa aku lakukan hanya diam dan menyimak, sedangkan Delia sejak tadi sibuk dengan handphone nya, entah apa yang gadis itu lakukan.

Aku lalu pergi ke kamar mandi karena perutku terasa sakit, sepertinya aku harus mengeluarkan mereka semua agar tidak mencubit perutku terus menerus.

"Mbak, numpang ke kamar mandi ya?" pamitku pada Mbak Nik, pemilik warung ini.

"Oh iya, langsung aja Nay ke belakang," ujar Mbak Nik mempersilakan.

Aku lalu menuntaskan hajatku di kamar mandi selama kurang lebih lima belas menit. Setelah itu aku langsung kembali ke tempat Mas Dio, Mas Lana dan Mas Irsya berada.

Aku tidak menyangka, akan mendapat pemandangan se menggemaskan ini. Mereka bertiga sedang tidur di lesehan warkop dengan posisi saling memeluk. Entah, mereka sadar atau tidak sudah saling berpelukan.

Terbiasa melihat mereka yang gagah perkasa saat balapan liar dan tawuran, lalu melihat mereka tidur saling berpelukan seperti ini, rasanya sangat rugi jika tidak di abadikan.

"Anjing! Kamu buat orang kaget aja Mas!"

Aku spontan menyentak Mas Irsya yang tiba-tiba bangun tanpa aba-aba saat aku sibuk memotret ketiganya. Tentu saja aku terkejut, dia tidak bergerak sama sekali, sekalinya bergerak langsung duduk sambil membuka mata, siapa yang tidak terkejut?

Ngomong-ngomong tentang Mas Irsya, laki-laki itu sepertinya agak lain. Dia bangun dengan sangat tiba-tiba dan sekarang langsung berjalan dengan sempoyongan ke kamar mandi. Sebenarnya dia kenapa? Aneh sekali, seperti orang mabuk, padahal mereka sama sekali tidak minum.

Tapi aku tidak terlalu memperdulikannya, aku lalu kembali fokus pada foto-foto mereka bertiga yang aku potret dengan handphone Mas Dio. Benar-benar menggemaskan!

Meskipun aku sedang fokus pada foto-foto di handphone Mas Dio, aku menyadari bahwa saat ini Mas Irsya duduk di belakangku dengan wajah bantalnya yang terlihat begitu menggemaskan.

Aku langsung membatin, "Di mana image garangmu itu Mas?"

Aku mencoba tetap fokus pada handphone Mas Dio dan mengabaikan keberadaan Mas Irsya yang duduk di belakangku. Aku lalu membuka aplikasi Lovagram, keningku mengernyit saat melihat seorang gadis baru saja mengikuti Mas Dio. Siapa dia? Jiwa kepo ku benar-benar penasaran.

Aku lalu memberanikan diri untuk berbalik dan menatap Mas Irsya, setelah menyiapkan mental dan pikiran, barulah aku berbalik.

"Mas, kenal dia nggak?" tanyaku sembari menunjukkan akun Lovagram gadis yang mengikuti Mas Dio.

"Nggak kenal, kenapa memang?" tanyanya balik.

"Masa nggak kenal? Kalian satu sekolah kan? satu angkatan juga, sama-sama kelas dua belas, itu dia posting foto buku tahunan temanya juga sama kaya kamu, jangan-jangan kalian sekelas?" cecarku tanpa jeda.

"Aku tahu dia, tapi tidak kenal, dan tidak ingin kenal. Memangnya kamu benar-benar tidak tahu? Dia kan Adiknya Mas Lana," tukas Irsya.

"Iya? Aku baru tahu. Ya sudah, terima kasih!" seru ku sebelum akhirnya kembali membalik posisi dudukku ke tempat semula.

Aku kembali menyibukkan diriku dengan handphone Mas Dio. Sebisa mungkin aku mengabaikan Irsya yang sampai saat ini masih duduk di belakangku.

_________________

To Be Continue-!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

30/05/23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang