00. Kepergian nenek tersayang....
Hari ini, tanggal 27 Agustus 2000, di Surabaya. Hari ini nenek sudah pergi ke atas sana, dan hari ini adalah hari ulang tahunku. Mengapa harus hari ulang tahunku? Aku seharusnya senang karena aku bisa merayakannya. Tetapi tidak untuk sekarang, nenekku meninggal pagi ini. Sebelum itu, aku selalu tersenyum cerah karena hari ini adalah hari ulang tahunku. Ternyata Tuhan berkata lain aku kita Tuhan juga memberi hal yang baik untuk hari ini.
Juga sebelum nenek berpulang, nenek mengucapkan selamat ulang tahun untukku.
"Selamat ulang tahun, nak," ucap Nenek,
"Sepertinya Nenek nanti akan meninggal." Tambahnya.
Keluargaku yang mendengar itu sangatlah terkejut, di hari yang seharusnya menyenangkan, nenek justru berbicara seperti itu.
"Loh, Nek. Jangan gitu, ta. Ayo ngumpul, nanti kita rayain ulang tahun Sakha dimana? Pergi makan bareng, nggelem a?" Tanya Ibu kepada kami semua. Ibu selalu suka mengganti topik jika ada yang topik lain yang canggung.Saat kami sedang mengobrol, anak terakhir juga sedang bermain mobil-mobilan dengan anak pertama. Mereka sedang asyik, tidak bisa diganggu.
Benaran, sekarang nenek udah nggak ada di rumah lagi. Kami semua terpukul saat melihat Nenek menghembusakan napas terakhirnya.
Hati Sakha sangat sakit saat melihatnya, aku ingin menangis, tetapi tidak bisa.
"Nak, ojo nangis terus ya? Sampeyan kudu kuwat."
Kata-kata itu selalu ada di pikiran Sakha saat ingin menangis. Bahkan Sakha sangat jarang menangis."Adek, nangis aja. Kakak tau kamu mau nangis, tapi nggak bisa kan?" Tanya Jaesa—anak pertama di keluarga itu.
Sakha pun hanya bisa mengangguk mendengar pertanyaan itu. 5 menit kemudian, Sakha akhirnya meneteskan air mata sehingga membuat kedua dinding pipi miliknya basah. Tak lama kemudian, suara sesenggukan terdengar jelas sampai hidung dan kelopak matanya di buat sembab."Nenek kenapa ninggalin kita?! Kita jahat, ta? Nenek nggak kuat jaga kita?" Seru Sakha,
"Kak, jangan gitu. Nanti nenek justru nggak tenang." Ujar Cello—anak terakhir dari keluarga itu.
"Nggak! Aku nggak mau di tinggal." Jelas Sakha dengan tangisannya yang semakin menderas.
"Aduh, nak. Sabar. Sini Ibu peluk, ya," ujar Ibu sembari memeluk tubuh anak keduanya.***
Kami sudah sampai di rumah. Saat aku menginjakan lantai dengan kedua kakiku, rasanya kakiku sudah mau hancur. Hatiku seperti tersayat karena nenek sudah tiada.
"Sekarang kita istirahat dulu, ya, nanti sore kita rayain ulang tahun Sakha," ucap Bapak.
Aku—Sakha ingin bercerita lagi.
Sebenarnya, Bapak itu jahat, seperti monster. Bapak sering minum alkohol, satu sampai tiga botol mungkin habis. Ibu tidak suka jika ada bapak, tetapi itu suaminya. Bapak jika sudah mulai mabuk, akan memukuli ibu, nenek, dan kami—anak bapak sendiri.Saat aku, Jaesa, Cello sudah tidak kuat di pukuli bapak, kami akan memarahi bapak. Itu adalah hal yang paling baik untuk di lakukan.
Bapak juga seperti selingkuh dari ibu. Kami mengetahuinya karena para saudara Waenggara mengikuti bapak. Bapak juga pernah menciumi bibir wanita lain.
Jika semua itu sudah membuat kami sedih, apa lagi saat nenek tiada. Saat di kamar, kami menangis dan berbagi cerita bersama.
Ibu juga pernah menceritakan tentang itu kepada kami. Kami hanya pura-pura tidak tahu saat itu. Kami sangatlah mengasihani ibu.
"Bapak itu jahat sekali, jangan sampai kita seperti dia."
"Bapak sangatlah br*ngsek."
Kalimat itu lah yang selalu kami ucapkan jika tidak ada bapak di sekitar kami.Ini baru prolognyaa, semoga
kalian suka dan kerasa
apa yang dirasain keluarga
ini. Makasih banyak buat yang
mau baca, yaa 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Semua Juga Akan Pergi
FanfictionAku Jeagar Sakha Waenggara. Banyak orang bilang bahwa aku tidak punya hati, atau aku selalu tidak sedih jika kehilangan. Padahal kenyataannya, aku selalu menampung kesedihan. Tidak ingin menceritakan kesedihanku kepada orang lain. Buat apa aku berb...