Pege 3

168 12 0
                                    

Semenjak kejadian kemaren, Esa menjadi canggung kepada Elia, bahkan ia ingin menjauhinya karena alasan yang sepele.

Saat ini Elia sedang memperhatikan dosen yang ada di depan, ia merasa ada yang memperhatikan nya dari samping belakang. Saat ia menengok, ia menciduk Esa yang langsung melirik kedepan, Elia menyeringai.

Kelas sudah selesai, waktunya mereka pulang. Esa membereskan buku yang ada di meja, dirasa di depannya ada seseorang ia langsung mendongak.

“Pulang bareng.” ucap Elia yang ada di depannya kini.

Wajah Esa memerah padam, dengan cepat ia menutup tasnya lalu berdiri, “G-gue pulang sendiri.” akhir Esa dengan gugup lalu berlari keluar ruangan untuk pulang.

Elia menatap Esa dengan tatapan tidak sukanya, karena Esa dengan mengiyakan ajakan pulangnya. Ia menyilangkan kedua tangannya didada sembari meliat Esa yang berlari keluar.

“Akhh mati gue.” ujar Esa berjongkok sembari mengatur nafasnya yang tidak beraturan, ia hampir berlari 5 menitan. Mungkin dari jarak kampus hingga warung yang jauh.

“Gimana ya, ga enak anying gue. Tapi lagian bisa bisanya gue nangis kemaren, jadikan malu, harga diri gue ilang bangsat.” omel Esa di pinggir warung, ia melihat handphone nya yang kini sudah menandakan pukul 2 siang, Ia belum makan tadi.

-

Kini sudah terbilang 3 hari Esa menghindari Elia tanpa adanya kejelasan bagi Elia. Dan seperti saat ini Elia sedang duduk di kursi ruang tamu bersama Lev, anak anak lain sedang keluar untuk saat ini, jadilah mereka berdua yang ada di mansion.

“Sepertinya dia menghindari ku.” ucap Elia sembari menatap tv dengan serius, yang ia tonton adalah peperangan. Tetapi ia tidak fokus akibat fikirannya kepada Esa yang mungkin menghindarinya.

“Siapa?” tanya Lev bingung, ia melirik kearah Elia yang fokus kepada tv.

Elia menghembuskan nafas kecil, lalu mengambil secangkir coffe di atas meja, lalu ia tiup sebentar sebelum menyeruputnya. Ia berhenti sejenak untuk berbicara.

“Siapa lagi kalau bukan lelaki manisku.” celetuk Elia dengan satai lalu kembali menyerutup coffe yang masih panas itu.

“Ah i know.” balas Lev mengangguk, ia tau siapa lelaki manisnya Elia ini.

“Beri aku saran. Apa aku harus menembak kepalanya agar tidak menjauhiku?” celetuk Elia dapat membuat terkejut orang yang berada di sampingnya. Aish, Elia kenapa hanya tembakan yang kau fikirkan disaat percintaan.

“Apa yang kau katakan Ms. Itu bukan tanggapan yang bagus untuk lelaki manismu, apa kau ingin dia mati sebelum menjadi milikmu?” cela Lev kala Elia dengan entengnya ingin menembak dan menembak saja.

“Ah itu tak masalah bagiku, karena jika dia tidak bisa menjadi miliku, itu berarti tidak menjadi milik siapapun-” ujar Elia menggantung ucapannya sebelum melanjutkan.

“Maka, jadilah milik tuhan.” sambung Elia dengan seringainya yang membayangkan jika Lelaki manisnya itu tak bisa menjadi milik Elia seutuhnya. Maka tak ada yang bisa memiliki Esa, dan lebih baik untuk menjadi milik tuhan.

Lev mengeplak jidatnya yang pusing karena ucapan Elia saat ini, “Astaga... huh terserah saja.” sungguh Lev lebih pusing saat mendengar kata kata terakhir yang Elia ucapkan. Pasalnya Elia ini sepertinya sangat obsesi kepada Esa, tapi ia masih mempunyai firasat bahwa Elia benar benar mempunyai kasih sayang.

“Kau tidak membantu ku Lev, dan berhenti memanggilku dengan sebutan itu.” ungkap Elia lalu berdiri dari duduknya, ia berjalan ke ruang kerja untuk melihat lihat beberapa berkas yang belum selesai.

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang