----
"Nyatanya, kita semua itu sama. Sama-sama punya luka, entah itu luka yang berbentuk nyata atau pun yang tak kasat mata." - Narendra Diaskara.
----
Dua orang remaja tengah duduk di sebuah balkon Apartemen, tepatnya di balkon kamar lantai tiga. Dengan ditemani secangkir cokelat panas dan sepiring biskuit, dua anak itu bercengkrama tuk saling tukar cerita yang dipunya.
"Jer, gue mau nginep dua hari di sini, boleh nggak?" tanya Naren di sela obrolan mereka.
Jeremy mengernyitkan dahinya. "Dua hari? Gue, sih, boleh-boleh aja. Tapi, emangnya lo nggak dicariin sama orang rumah?"
Naren menggelengkan kepala, lantas ia meminum cokelat panas miliknya sebelum menjawab pertanyaan sang sahabat.
"Gue udah izin sama Bunda dan ternyata dibolehin buat nginep di sini, gue juga udah bawa baju ganti sama seragam, buku pelajaran juga gue bawa kok," jelas Naren.
Jeremy hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham, ia sungguh tidak keberatan jika Naren menginap di Apartemennya sekalipun dalam jangka waktu yang lama. Jadinya, kan, ia bisa mempunyai teman dan tak lagi sendirian di sini, kebetulan juga kedua orang tua Jeremy sering pergi bekerja ke luar Negeri, pun biasanya mereka baru akan pulang ke Indonesia sekitar dua bulan sekali.
"Tapi, Jer," ucap Naren yang tampak ragu membuat Jeremy langsung menatap ke arah sahabatnya itu.
"Kenapa? Kalau lo ada masalah, cerita aja ke gue. Gue liat-liat dari subuh tadi lo kayak gelisah dan nggak tenang gitu?"
Naren menghela napas, Jeremy ternyata menyadarinya. Entah mengapa, dari semalam hati dan pikirannya gelisah, atau mungkin ini semua karena bentakan yang ia layangkan kepada Hesa kemarin malam? Sungguh, ia merasa bersalah, tak seharusnya ia mengatakan kata-kata seperti itu kepada kakaknya, harusnya ia juga sadar jika kakaknya itu tidak seperti kebanyakan orang, jadi wajar jika kakaknya tidak bisa menolongnya kala sang ayah dilanda amarah.
"Ren?" Jeremy memanggil Naren saat dirasanya sang empu hanya diam.
Helaan napas kembali terdengar, baru kemudian Naren mulai menceritakan apa yang membuatnya resah semalaman. Jeremy hanya diam menyimak tanpa menyela sedikit pun.
"Gue nggak seharusnya bilang gitu, Jer. Mana abis itu dia gue tinggal gitu aja," ucap Naren.
Jeremy mengangguk, kini ia tahu tentang permasalahan yang dihadapi oleh sahabatnya itu.
"Mending lo selesaiin dulu masalah ini, pulang sebentar buat minta maaf apa salahnya? Daripada lo nggak tenang juga, kan?" usul Jeremy.
Naren menggeleng. "Tapi, gue nggak mau pulang sekarang, Jer, gue nggak mau disuruh ketemu sama selingkuhannya Ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] BENARKAH INI RUMAH? [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[Segera terbit] Naren yang dipaksa dewasa oleh keadaan dan Hesa yang tidak akan pernah dewasa. Keduanya dipaksa bertahan di dalam sebuah bangunan yang sering di sebut 'rumah' meskipun tempat itu telah kehilangan perannya. Menjadi adik yang berperan...