DUA

3 0 0
                                    

Sakit..

Dadaku terasa sesak. Bukan karena melihat Bintang berpelukan dengan wanita lain, tapi karena ucapan kata 'teman' yang dilontarkan gadis itu terhadapku. Apa hubunganku dan Bintang selama ini hanya sebatas teman? Apa ucapan cinta yang selalu diucapkan hanya untuk teman? Lalu, pernyataan cinta romantis yang disaksikan oleh banyak orang adalah sebuah kepalsuan?!

Jadi hubungan yang selama kami jalani, Bintang hanya menggangap itu sebatas teman?

Kenapa aku begitu bodoh? Harusnya aku sadar bahwa semua itu adalah kepalsuan yang dibuat olehnya, tapi seakan tidak ada celah untukku simpulkan bahwa semua itu bohong. Karena lelaki itu berperilaku seakan - akan aku adalah gadis satu satunya untuk dirinya, dan semua itu terasa benar sampai kejadian hari ini yang membuatku membuka mata, bagaimana fake nya lelaki yang bernama Bintang.

Aku menahan mati matian air mata, mencoba tersenyum walau hatiku terasa berantakan. Aku berjongkok mengambil kembali buku yang tadinya terjatuh. Mulutku terasa kelu untuk berbicara, rasanya tenggorokanku seperti tercekat oleh sesuatu.

Gadis yang bersama Bintang itu, menatap khawatir ke arah ku sebab sedari tadi aku  hanya diam tidak menjawab perkataan darinya.

"Lo gpp kan? Mungkin ada sesuatu yang mau lo sampein?" Tanya nya

Menghela napas pelan, aku mengumpulkan keberanian untuk bersuara. "Iy-a-a, aku temannya Bintang." Aku mengigit bibir bawahku kuat, guna menghalau suara yang gemetar. "Kalo boleh tau kamu siapa nya Bintang?" Aku mengepalkan jemari kuat, mata ku tertutup rapat agar air mata tidak keluar. Hati ini benar benar kacau, tak henti hentinya aku merapalkan doa semoga apa yang tidak ingin ku dengarkan terucap dari mulut wanita itu.

Gadis yang belum aku ketahui namanya itu melangkah maju. Ia tersenyum ramah ke arah ku, jemarinya terulur guna mengambil tangan ku. "Jangan dikepal, nanti sakit kuku kamu panjang." Ucapnya, Dia kemudian menjabat tangan ku. "Kenalin aku Cellin, pacar Bintang." Lanjutnya

Aku terpaku selama beberapa detik, mencerna apa yang barusan ku dengar. Saat aku tersadar aku menarik kasar tanganku dari Cellin, air mata yang sedari tadi ku tahan jatuh begitu saja. Pertahanan ku roboh sudah, sesak didada benar benar membuatku tidak mampu berkata kata lagi. Aku menatap Bintang pilu, kenapa semua ini harus berakhir dengan hal yang sangat menyakitkan seperti ini?. Sedangkan lelaki itu hanya mampu memalingkan wajahnya, tanpa mau menatap ke arahku.

"Ra, lo kenapa?" Cellin memegang bahuku khawatir, membuat ku mundur selangkah untuk menjauh.

"Sejak kapan?" Ucapku lirih, aku menatap Celin nanar. "Sejak kapan lo pacaran sama Bintang?"

Cellin menatap Bintang bingung, lalu kemudian ia menatap kearahku "Udah dari dua tahun yang lalu. Gw ldr sama Bintang karena ayah gw dipindahin tugas ke bandung." Jawab cellin, tapi ia merasa ini bukan sesuatu hal yang perlu ia jelaskan kan?

Aku tertawa sumbang mundur selangkah demi selangkah hingga menabrak tembok yang berada di belakang. Tawa ku pecah memenuhi isi rumah. "Aku pikir aku diselingkuhin, tapi faktanya ternyata aku yang jadi selingkuhan."

Bodoh..

Satu kata mengambarkan diriku saat ini yaitu bodoh. Dan 1 kesalahan yang terbesit diotakku yaitu, kenapa bukan aku yang  bertemu dengan Bintang terlebih dahulu? Kenapa harus gadis itu?

Ternyata dunia selucu ini mempermainkan manusia, pria yang selama ini bersamaku ternyata serapi itu menyembunyikan kebohongan. Kebohongan bahwa aku wanita satu satunya setelah ibunya, lalu kebohongan bahwa dia hanya mencintaiku. Itu semua palsu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just Three Hundred and Sixty Five Days Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang