2. Teman

2 0 0
                                    

Agni menghirup udara segar yang timbul dari pepohonan rindang di sekitarnya. Rasanya ia seperti seorang narapidana yang baru keluar dari penjara dan merasakan lagi hidup bebas tanpa belenggu jeruji, belenggu luka yang mendera hatinya. Lama Agni berjalan-jalan di sekitar areal itu hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke bengkel. Motor ninja itu adalah satu-satunya teman seperjuangan yang ia miliki. Setelah ini, mungkin ia akan ikut balapan liar atau semacamnya.

Sesaat setelah ia menyebrang jalan ia melihat cowok berpenampilan nyentrik tadi masih celingukan. Harusnya ia tidak peduli seperti puluhan cowok yang berusaha mendekatinya, tapi ia abaikan. Dan sekarang Agni malah peduli pada cowok aneh di depannya. Cowok itu seperti kutub magnet berbeda yang ditemuinya tanpa sengaja.

"Mau nyebrang?" tanya Agni dan cowok itu kembali terlonjak sambil berjalan mundur satu langkah. "Ya Tuhan, apa semenyeramkan itu muka gue? Gue nggak gigit kok." seloroh Agni asal membuat cowok itu mengangguk samar. "Ya udah yok gue sebrangin." Agni menarik tangan cowok itu dan tanpa sadar cowok itu telah memotret tangan Agni yang menarik pergelangan tangannya. "Dah sampe, gue balik ya bye!" pamit Agni yang hendak berlalu, namun cowok itu berhasil menahan pergelangan tangan Agni membuat empunya menoleh ke arahnya. "Ada apaan lagi?"

"Cinta Agniya Rinjani, anak seni ya?" tanya cowok itu sambil menunjuk ID card yang jelas msnggantung acak-acakan di leher Agni.

"Banyu Fardan Agustian, jurusan fotografi." Agni membaca ID card cowok di depannya.

"Panggil aja Banyu."

"Agni."

"Ya udah masuk yuk." Banyu meraih tangan Agni, mengajaknya masuk ke dalam kampus yang letaknya tak begitu jauh dari tepi jalan. Seharusnya Agni berusaha berontak dan pergi ke bengkel mengamhil motornya. Tapi tangan hangat yang begitu lembut itu terasa mengalirkan kembali darah yang semula beku di tubuhnya. Aroma cologne bayi yang sangat kental pada tubuh Banyu justru membuat Agni beberapa kali tersenyum, aroma yang menenangkan.

Di depan gerbang kampus, Agni menghentikan langkah kaki Banyu. Agni tampak ragu untuk masuk. Bukan, bukan karena takut pada senior bermulut ember, tapi Agni sedang malas mencari gara-gara.

"Nyu!" panggil seseorang dari jauh yang membuat Banyu segera berlari menuju ke arah seorang bertubuh agak tinggi darinya dengan kacamata bertengger rapi di hidung mancungnya.

Agni masih terdiam di gerbang kampus. Matanya mengamati Banyu yang sedang berbincang dengan seseorang yang belum pernah ia lihat semasa ospek. Harusnya memang Agni pergi saja daripada ada senior yang melihatnya dan menyemprotnya dengan kalimat bualan tidak bermutu. Tapi tanpa sadar aroma Banyu yang tertinggal membuatnya ingin berdiri di sana, aroma tubuh yang menenangkan kala ia dalam keterpurukan yang sangat dalam.

"Ngelamun aja." tegur seseorang membuat Agni terlonjak.

Agni salah tingkah sendiri saat mendongak dan mendapati seseorang bertubuh tinggi tegap. Iris cokelat gelap yang dilingkupi kacamata memandangnya teduh. Hidung mancung menantang serta bibir tipis yang menyunggingkan senyum, begitu manis. Dia, dia orang yang tadi berbincang dengan Banyu yang sekarang entah ke mana perginya.

"Ada masalah?" tanya cowok di hadapannya membuat Agni tersadar dari lamunannya.

"Eh, ehm eng, enggak kok Kak. Eh, maaf saya, saya..."

"Terlambat? Nggak papa kok nggak akan dihukum juga. Temennya Banyu ya?"

"I... Iya Kak." Agni menjawab dengan gugup. Sumpah demi apapun ia gemetaran. Ini pertama kali seumur hidup ia gemetaran dan gugup berada di hadapan sesosok makhluk bernama cowok. Apalagi tatapan mata teduhnya terasa sampai ke relung hati Agni. Cinta pandangan pertama kah?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Potret SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang