Chapter 1

754 23 5
                                    

Fajar menatap pria di depannya ini dengan tatapan muak. Orang orang dengan keberuntungan berwajah tampan, memiliki harta dan kekuasaan, dengan semaunya melakukan segala hal yang ia inginkan seakan dirinya dewa.

Uang bisa membeli harga diri seseorang. Mungkin itu yang ada di kepala pria itu, namun itu tak berguna saat ia sudah berhadapan dengan Fajar. Sang Mentari.

Pria itu memberikan tatapan bengis ke Fajar, ekspresi penuh dengan kebencian yang sedari tadi ia berikan sejak mereka berdua ada di dalam ruangan yang sangat terang ini.

"Mau lu apa hah?!! Duit?!!!" ucapnya sambil mencoba melepaskan diri dari ikatan yang sudah Fajar pasang sedari tadi.

Sebut saja pria ini sebagai si brengsek. Ia duduk terikat di atas kursi kayu yang sudah di paku di lantai marmer putih yang sangat mengkilat di bawahnya. Lihat saja, manusia fana yang mencoba melepaskan dirinya dari belenggu sang Mentari.

Tak ada guna, seharusnya ia tau itu. Fajar hanya tersenyum mengolok ke si brengsek sambil berjalan mendekat.

"Duit lu ngga ada nilainya buat gw.." ucap Fajar sambil memegang dagu di brengsek dan mengangkatnya hingga mereka bertatapan. Si Brengsek masih mencoba melepaskan diri, dengan menggeliat geliat di dalam cengkraman tali yang membelenggunya.

"Anjing!!! Lu siapa hah?!!" ucap si brengsek itu semakin marah. Fajar mendekat ke wajah si brengsek sambil tersenyum. "Gw disini yang akan menghukum lu sekarang." Ia lalu melepaskan tangannya dari dagu di brengsek.

Dengan satu ayunan tangan, kemeja dan celana yang di pakai si brengsek melebur menjadi benang yang lilitannya terurai dan menggumpal di lantai, meninggalkan di brengsek dengan celana dalam putih yang ia pakai.

Terlihat gundukan di tengah selangkangannya, bagian yang mungkin ia paling banggakan. Si Brengsek tercengang dengan apa yang barusan terjadi dengan pakaiannya. Matanya terbelalak.

Fajar menoleh kembali ke si brengsek. "Sabtu dini hari, dalam kamar apartemen, pendosa memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan seksual tanpa ada persetujuan. Membuat wanita tersebut mabuk sampai hilang kesadaran, lalu memperkosanya. Benar?"

Setiap kata yang diucapkan oleh Fajar membuat si brengsek diam tak bergerak. "lu... lu... utusannya si Vil?"

Fajar tertawa. "Ohhh sayang... kita anggap saja seperti itu." Dengan menjentikkan jari, Fajar membuat celana dalam yang di pakai oleh si brengsek hilang seketika. Ia telanjang sekarang dengan kontol yang masih tidur.

"Lu... lu mau apa hah?!!!" Si brengsek makin panik, apalagi saat Fajar berjalan mendekat dan memegang kontol si brengsek dan memainkan nya di tangannya. "wo... woi!!! lu... ngap... ngapain HAH!!! lu homo ya?!!!" teriak si brengsek.

"Mana mungkin gw Homo.... gw doyan memek kok..." ucap Fajar dan seketika kontol si brengsek berubah, batang yang ada di sana menghilang masuk ke dalam tubuhnya dan berubah menjadi lubang dengan belahan yang tertutup.

Si Brengsek baru saja mendapatkan kelamin baru di hadapan Fajar. "Ini... gw suka memek.." ucap Fajar. Si Brengsek menoleh ke bawah dan mendapati apa yang dimaksud oleh Fajar yang sekarang sedang membelai belahan tertutup memeknya.

"WAAAAA....AAAAA... Kontol GW!!! AAAAAA... MANA KONTOL GW!!!" teriaknya panik. Kontol yang selama ini ia banggakan sekarang sudah hilang, digantikan dengan memek selayaknya wanita yang ia lecehkan.

Fajar menggerakkan jarinya, dan seketika satu kain panjang terbang mendekat ke arah mereka dan melilit mulut si brengsek sampai ke belakang, membungkamnya seketika.

"MMMHHH!!! mmhhh!!!" Ia berontak tak karuan, matanya melotot dengan tatapan panik, marah dan ketakutan jadi satu. Fajar membelai rambut di brengsek dengan lembut.

"Sshhhh... tenang yah..." ucap Fajar lalu kembali memainkan belahan memek si brengsek, membukanya, memperlihatkan lubang memeknya yang berwarna kemerahan dan terlihat sangat sempit, ia belai dari bawah sampai ke atas, lalu ia memainkan jendolan di atasnya yang tiba tiba mengeras. 

....

Permulaan...

Fajar mengusap air mata yang baru saja turun melewati pipinya, melamun untuk yang kesekian kalinya hari ini, apalagi melihat ibu nya yang lebih sering melamun di depan rumah sejak kejadian itu.

Rumah mereka sekarang sudah sepi, tak ada lagi tetangga atau kenalan mereka yang berkunjung untuk mengucapkan rasa iba dan juga belasungkawa mereka sejak kemarin. Pas 40 hari sejak Salma, adik Fajar, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

"Udah sore buk..." ucap Fajar, memanggil ibunya yang duduk termenung di depan rumah saat matahari perlahan mengucapkan selamat tinggal untuk hari ini.

Ibu Fajar menoleh ke belakang dan tersenyum. "Oh iya... ya ampun..." ucapnya dengan senyum palsu yang sudah Fajar tahu. "Ibu jadi lupa belum masak makan malam nak..." ucapnya.

Fajar memegang tangan sang Ibu lembut. "Ngga papa buk... nanti Fajar beli ke luar. Ibu mandi aja ya... dari siang belum masuk ke rumah loh.."

"ohh.. i.. ya... ibu mandi dulu ya.." ucap ibunya seperti masih linglung.

Fajar menghembuskan napasnya panjang sambil mengepalkan tangannya kuat kuat.

Adiknya sudah diperkosa, dan para pelakunya belum ada yang tertangkap sampai sekarang. Sejak Ibu nya menemukannya putrinya tergeletak tak bernyawa di dalam kamarnya dengan secarik surat yang mengatakan bahwa dirinya sudah tak sanggup karena peristiwa yang ia alami. Fajar murka.

Ia mendatangi kantor polisi, meminta pelaku agar segera di temukan dan di tindak. Ada tiga orang yang setidaknya di sebut oleh adikknya di surat itu. Mereka harus di tangkap dan diadili.

Namun toh sampai beberapa minggu berlalu, masih belum ada kabar juga. Polisi sepertinya enggan untuk segera bergerak karena tahu kondisi keluarga Fajar yang memang kekurangan. Apakah memang hukum di sini hanya bisa bergerak kalau ada uang sebagai bahan bakarnya.

Adiknya meninggal, ibunya jadi stress, dan ia tak bisa apa apa. Fajar sudah mendatangi rumah ketiga pelaku dari foto dan penjelasan yang diberikan oleh adikknya di dalam surat.

Namun sama saja, mereka berdalih kalau anak mereka kabur, belum ada bukti dan alasan yang lain sampai membuat Fajar hilang kontrol dan mengamuk membabi buta. Untung saja saat itu ia bisa di tahan oleh Pak RT tempat rumah si pelaku yang mencabuli adiknya, kalau tidak ia sudah dipidanakan karena perusakan properti pribadi oleh keluarga pelaku.

"Buk.. Fajar berangkat dulu ya beli makan." ucap Fajar pamit.

Langit sudah gelap dan ia sudah siap dengan motornya untuk pergi ke tempat makan terdekat untuk membeli makan malam untuknya dan ibunya.

Fajar bisa melihat lampu yang terang dari kaca spionnya yang perlahan mendekat, ia mencoba menepi untuk memberikan jalan, namun hal yang tak ia kira terjadi.

BRUUAKKKK

Fajar terlempar beberapa meter setelah tabrakan terjadi. Dengan tubuh lemas, sakit, perih dan memar, ia mencoba untuk tetap sadar. Fajar masih sadar saat itu kalau mobil yang baru saja menabraknya menepi. Apakah ia akan mendapatkan pertolongan? Karena ia sangat membutuhkannya sekarang.

Ia menatap langit malam dengan bintang yang bersinar terang. Di jalan sepi yang minim lampu ini, Fajar bisa melihat ada orang yang berjalan ke arahnya.

Ia harus segera kembali ke rumah, takut ibunya khawatir.

Namun horror yang ia saksikan, wajah pelaku yang telah memperkosa adiknya yang ia lihat sekarang. Amarah langsung menumpuk di dalam diri Fajar. Belum sempat berteriak, Fajar bisa melihat ayunan tangan pemuda itu dengan batu besar yang melayang tepat di wajahnya.

Dan semuanya menjadi hitam.


----

Selengkapnya ada di Karyakarsa yah !!!

Link ada di bio! 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ISEKAI : Dewa PembalasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang