02

51 13 27
                                    

PERINGATAN: CERITA INI HANYA DAPAT DINIKMATI UNTUK USIA 17 TAHUN KE ATAS. BEBERAPA ALUR, KATA-KATA KASAR DAN TIDAK PANTAS AKAN HADIR DI CERITA INI. DIHARAPKAN PEMBACA BISA BIJAK DALAM MENERIMA INFORMASI.

CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA.

Jangan lupa untuk follow, vote, komen, dan simpan book ini di perpustakaan favorit kalian yaaw❤️❤️❤️💙💙💙

Jangan lupa untuk follow, vote, komen, dan simpan book ini di perpustakaan favorit kalian yaaw❤️❤️❤️💙💙💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

02
||• LAKI-LAKI ASING •||

.

.

.

"Sudah merasa lebih baik?" Maya menatap intens pada lawan bicaranya.

Setelah memberikan sedikit waktu agar laki-laki asing itu bisa masuk, Maya bertanya. Sedangkan lawan bicaranya hanya sekilas mengangguk saja, menyenderkan punggung di sofa sembari memijat kening.

"Hmm, pusing. Haus...." Dia bergumam lirih.

"Oh, aku ambilin air dulu ya?" karena merasa peka, Maya pun segera mengambil minuman kepada laki-laki tersebut.

"Nih biar seger, aku bawain tekonya sekalian. Siapa tau kurang kan, hehe." Maya menaruh teko minuman itu di meja, duduk berhadapan menatap lawan bicara.

Laki-laki itu meraih gelas lantas meminumnya hingga tandas. Ekor mata tajamnya melirik ke arah Maya. "Ma-makasih."

Maya mengulas senyuman manis, mengangguk cepat. "Sama-sama, akhirnya aku punya teman ngobrol juga. Jangan sungkan ya."

"Cantik." Dalam keadaan setengah sadar, dia pun membalas senyuman Maya dengan tipis. Tertarik akan kecantikan yang dimiliki olehnya.

Siapa yang tidak terpincut dengan perempuan cantik nan manis? Terlebih lagi dengan sikap ramah dan baik hati itu, semakin memancarkan aura yang menyenangkan. Laki-laki mana pun pasti akan tertarik.

Mendengar pujian dadakan tersebut, Maya refleks terdiam. Apakah dirinya salah dengar? Karena tak ingin kepedean, Maya menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada orang lain selain mereka berdua.

"Kamu....senyumnya cantik banget." Ucap dia lagi, semakin memperjelas bahwa pujian yang Maya dengar memang tertuju untuknya.

"Eh, iyakah? Ah bisa aja deh, makasih. Ngomong-ngomong nama kamu siapa? Kita belum kenalan." Berusaha mengusir rasa malu yang berlebih, Maya mengalihkan topik pembicaraan. Kalau diteruskan wajahnya pasti akan semakin memerah.

Laki-laki itu terdiam, sedikit berpikir. Mengingat namanya sendiri. "Rudi, kalau....kamu?"

"Kalau aku Maya, salam kenal ya. Semoga kita bisa berteman dengan baik," Maya mengulurkan tangannya ke depan. Mengajak bersalaman.

Malam yang Gemerlap [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang