Kebohongan

8 0 0
                                    

"Tidakkah kau berpikir ini sedikit romantis?" ucap sang puan memecah keheningan
Partnernya hanya tertawa kecil, tetap terdiam, bermain pura-pura.

"Saya tidak mengerti yang anda katakan"

Kamu mendecih, kakimu sengaja dibelokkan agar mengenai kaki lawan dansamu. Sebastian terkekeh dan menghindar dengan apik.

"Maksudku, berdansa ditengah malam seperti ini, tanpa sepengetahuan siapapun, bahkan majikanmu sendiri. apa menurutmu itu sesuatu yang etis?"

Sebastian mengubah langkahnya tiba-tiba. Kamu yang tidak siap akan hal itu terkejut dan jatuh kedalam pelukannya.

"Anda sepertinya terlalu banyak memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu dipikirkan, bukankah begitu?"

Cibiran terdengar dari celah bibir sang puan. Ingin sekali kamu injak kaki bersepatu pantofel itu.

"Lagipula, seharusnya anda menggunakan kemampuan berpikir itu pagi tadi, bukan malam ini," sambungnya cepat.
"Kau ini memang juara satu dalam membuat orang jengkel ya,"
"Saya anggap itu pujian," sang pria tersenyum lebar.

Memang benar, tadi pagi kamu kekurangan tidur akibat kebiasaanmu untuk menulis hingga larut malam. Sehingga penasihat keluarga Phantomhive yang satu ini tidak dapat memberikan saran bisnis dengan baik seperti biasanya.

"Jadi, apa yang membuatmu tiba-tiba mengajakku berdansa?" Tanyamu, mencoba untuk memegang kendali keduanya: dansa dan percakapan ini.

Sebastian memiringkan kepalanya, memahami arah percakapan. "Apakah itu sebuah hal yang aneh? Bukankah pada zaman ini semua orang berdansa?"

"Kau tau maksudku, hentikan permainan pura-pura ini,"

Tangan Sebastian terjulur keatas, membuat lawannya kembali terenyuh dalam permainan dansa ini sesaat. Melihat aba-aba untuk berputar. Kemudian ditangkap kembali oleh lengan ramping itu.

"Saya hanya ingin, tidak kurang dan tidak lebih,"

Kamu hanya mendengus. "Aku tidak tau kamu merupakan orang yang berbudi pekerti luhur,"

"Oh? Saya ini penurut lho, apakah pernah anda melihat saya menepis keinginan Tuan Muda?"
"Itu kan hal yang berbeda,"

Dansanya kembali berlanjut, kedua insan menikmati kehadiran satu sama lain dibalut malam tanpa mengetahui motif masing-masing. Namun mereka tetap berdansa, berputar dan mengikuti iringan lagu, atau bahkan sebenarnya tak ada harmoni. Entahlah, tak ada yang ingat. Yang mereka fokuskan hanya deru nafas masing-masing.

"Kupikir ini saatnya kita mengakhiri skandal malam ini," sang puan yang pertama kali berbicara setelah mereka selesai berdansa.

"Skandal? Begitu rendahnya anda memandang saya," Sebastian memasang tangannya di dada, berlagak kesakitan.

Kamu hanya menghela nafas perlahan, menghiraukan gimik butler nyentrik itu yang lain.

"Jika itu keinginan anda,"

Sebastian tersenyum dan mengamit tanganmu untuk terakhir kalinya. Mengusapnya ibujarinya perlahan, kemudian menunduk, menciumnya.

"Kamu... sudah gila ya?"

Kamu buru-buru mengambil kembali tangan kananmu, mengibas-ibaskannya di udara.
Sebastian hanya terkikik, jelas-jelas menikmati kejadian dihadapannya.

"Saya hanya ingin melihat reaksi anda,"
"Ya... itu sangat terdengar seperti kamu..."

Kamu menggelengkan kepala, kemudian meninggalkan ruangan itu,
Senyum Sebastian kian melebar.

"Ya, begitulah," ucapnya selagi memandang punggung sang puan kian menjauh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Midnight Rendezvous . Sebastian MichaelisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang