"Kak, ayo kita ke rumah sakit! Aku gak mau kakak kenapa Napa."
Kara menggeleng kukuh saat mendengar adiknya yang terus memaksa untuk pergi ke rumah sakit.
"Dengerin Kakak,"
Joa menatap kakaknya yang berlumur darah itu dengan bibir bergetar dan mata yang terus digenangi air mata.
"Kakak nitip, kamu harus jadi manusia yang bener. Kamu harus bisa mendidik diri kamu sendiri setelah kakak pergi."
Joa hanya terdiam, masih mendengarkan kakaknya yang masih ingin menyampaikan sesuatu di tengah tengah rintihannya.
Tangan Kara yang penuh berlumur darah memegang tangan adik kesayangannya itu yang kini masih berumur 14 tahun.
"Kakak juga mau nitip pesan sama kamu."
Joa semakin menangis tanpa suara saat melihat cucuran darah terus keluar dari belakang kepala Kara.
"Kakak gak boleh pergi, kalau Kakak pergi Joa hidup sama siapa Kak nanti?"
Kara menepuk bahu anak itu untuk menguatkan, kini noda darah di tangannya membekas di kaos warna putih milik Joa.
"Kakak selalu ada disamping kamu, Joa."
Jika memeluk erat kakaknya, sungguh dia tak mau jika kakaknya itu pergi meninggalkannya seperti Mama dan Papanya. Jika Kara pergi, dia tak punya siapa siapa lagi di dunia ini.
"Kakak mohon, setelah 4 tahun nanti kamu pergi ke Jakarta dan temui dia."
"Setelah kasus ini, dia bakal pergi dan hidup di Djakarta, dia bakal pilih hidup sebagai pengacara."
"Setelah kamu sampai di Jakarta, kamu bunuh Ibunya, Bunuh ayahnya, hancurin hidupnya dan buat dia masuk penjara."
Rasa sakit di kepala Kara akibat benturan itu terasa semakin menjalar hingga ke seluruh tubuh. Dia makin melemas, keadaannya semakin memburuk.
"Kak, kita ke rumah sakit ya."
Kara menggeleng lemah.
"Balasin dendam kakak, cuma kamu yang bisa lakuin itu." Pegangan tangan Kara mendadak menjadi erat, seakan akan ada dendam kuat yang ia coba salurkan kepada Joa yang tidak tahu apa-apa.
"Kamu kayak gini gara-gara dia, kita jadi miskin gara-gara dia."
"Makannya itu salah satu alasan kuat kamu buat hancurin hidup dia."
Tangan Kara yang tadi memegang tangan Joa dengan erat kini terlepas dan jatuh ke tanah.
Tangisan Joa semakin pecah.
"KAKAK JANGAN TINGGALIN AKU!! BANGUN KAK!!!!"
|Enslavement - Jung Jaehyun|
KAMU SEDANG MEMBACA
Enslavement | Jung Jaehyun
Fanfiction"The killer now lives as a successful lawyer in Jakarta."