Late Night Calls

237 20 4
                                    

Jaehan pikir tidak ada hal yang paling menyenangkan akhir-akhir ini. Kecuali setiap malam ketika ia mendapat panggilan telepon dari Yechan.

Adik kelasnya itu terus-terusan menghubunginya tengah malam seminggu belakangan. Ketika ditanya mengapa,

"Late night calls." katanya.

Padahal menurut Jaehan menelpon tidak perlu waktu malam. Tidak ada hal penting yang mereka bicarakan sebenarnya. Hanya Yechan yang sibuk bertanya ini itu, bercerita hari-harinya yang sepi tanpa Jaehan untuk ia buntuti di sekolah.

Jaehan juga berpikir demikian. Sebelum ia lulus, Yechan memang sering mengganggunya. Tiba-tiba datang di kelasnya, kemudian duduk tepat di belakang atau di depan Jaehan.

Mengikutinya setiap di kantin, merecoki makanannya, meneriaki namanya ketika berlatih— yang sebenarnya hanya Yechan yang menonton—dan masih banyak lagi.

"Kak, kapan ya aku lulus? pengen cepet-cepet kuliah ke kampus Kak Jaehan juga."

"Sabar, baru juga masuk kelas tiga."

Jaehan bisa mendengar grasak-grusuk dari panggilan Yechan. Lelaki yang tingginya hampir 180cm itu sepertinya sedang membenahi posisi tidurnya.

"Tapi aku udah nggak ketemu Kak Jaehan dua tahun." jawab Yechan.

Jaehan terkekeh, ia menarik selimutnya hingga batas dada. Sembari merebahkan tubuh pada bantal yang ditumpuk dua.

"Baru satu setengah tahun. Pelajaran berhitung, kayaknya nggak fokus ya?"

Yechan mendengus.

"Maksudku itu, kalau sampai aku lulus kan nanti jadi genap dua tahun nggak ketemu Kak Jaehan." jawabnya sembari merengek di akhir kata.

Inginnya Jaehan tertawa lepas, tapi ia takut Yechan tersinggung. Mungkin memang adik kelasnya itu kesepian di sekolah. Setahunya, teman-teman Yechan aktif di beberapa organisasi.

"Emangnya lo mau ngasih apa kalau ketemu?" tanya Jaehan.

"Ih! Kak Jaehan! jangan lo-gue, aku-kamu dong. Aku takut jadi nggak sopan ke Kak Jaehan." sergah Yechan begitu mendengar panggilan yang Jaehan kenakan padanya.

"Tapi 'kan yang lebih muda Yechan. Berarti yang lebih tua bebas dong."

"Nggak gitu konsepnya Kak Jaehan. Aku-kamu aja ya? yang enak gitu loh."

Jaehan terkekeh. Padahal jika sedang bersama teman seangkatan Jaehan yang lain, Yechan selalu berbicara bebas. Tapi begitu hanya berbicara dengannya, seperti manja dan menunjukkan sisi lain dari biasanya.

"Yaudah iya." jawab Jaehan.

Yechan kemudian terkekeh, membuat nada kekehan yang sama dengan Jaehan beberapa saat lalu.

"Belum ngantuk kak?" tanyanya kemudian.

"Lumayan. Tapi kamu telpon begini, kalau aku tinggal tidur nanti pasti marah." jawaban Jaehan bukan mengada-ada, tapi memang faktanya demikian. Yechan akan merajuk lalu mendrama dengan membuat status pembaruan lagu-lagu bernuansa sedih.

"Hehe, ya habisnya. Telpon itu ngobrol berdua, bukannya malah ditinggal tidur." sanggah yang lebih muda.

Jaehan hanya bisa mengiyakan. Mengalah menurutnya lebih baik. Jika energi Yechan sedang bergejolak, lebih baik dituruti.

"Kak, kalau malam itu, kenapa ya langitnya gelap?"

Jaehan terdiam sejenak, ia memikirkan beberapa opsi yang mungkin menjadi jawaban benar di benak Yechan.

"Karena posisi kita lagi di jarak yang jauh dari matahari?" tebaknya.

Di seberang panggilan, Yechan menggelengkan kepala. Lupa jika Jaehan tak bisa melihatnya.

ISLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang