t i g a

454 61 16
                                    

Assalamualaikum renicaaa...

Semangat menjalankan hari-hari nyaaa

Tandai TYPOOOO.

****

"Jangan berteriak Amira," tegur Aiman saat mendengan teriakan Amira.

"Yang benar saja ustadz, kita sekamar?" tanya Amira.

"Iya," balas Aiman sembari melangkahkan kakinya kearah kamarnya.

Saat didepan kamar Aiman, Aiman melihat Amira yang masih mematung dibawah sana.

"Tunggu apa kamu, Amira?" tanya Aiman sedikit berteriak.

"Sini Amira, nanti saya jelaskan setelah saya mandi," sambung Aiman dengan sangat lembut dari atas sana.

Mendengar ucapan Aiman yang sangat lembut bagai terhipnotis, Amira melangkah maju dan menaiki tangga. Kini Amira sudah sampai didepan Aiman, dengan cepat Aiman membuka pintu lalu masuk kedalam diikuti oleh Amira. Saat Aiman ingin masuk kedalam kamar mandi, Amira berkata, "Ustadz, boleh Amira pinjam bajunya? ternyata gamis Amira terciprat air saat jalan tadi,"

"Boleh, kamu ambil saja di lemari. Saya ingin mandi dulu," sahut Aiman sebelum masuk ke kamar mandi.

Ceklek!

Pintu kamar mandi tertutup, dengan langkah perlahan Amira berjalan kearah lemari tersebut. Saat sampai didepan lemari, Amira membuka dengan perlahan. Aimira mencari baju panjang atau kaos panjang, tidak lama Amira menemukannya. Untungnya celana yang dibeli oleh karyawan tadi longgar dan bisa dipakai tanpa gamis. Dengan cepat Amira mengganti pakaiannya sebelum Aiman keluar dari kamar mandi. Tepat setelah Amira mengganti pakaiannya, Aiman keluar dari kamar mandi.

Saat keluar dari kamar mandi, Aiman bersin-bersin. Sepertinya Aiman flu karena haru hujan-hujanan, Amira yang melihat Aiman terus bersin, Amira pergi kedapur untuk mencari obat dan mengambil air putih hangat. Setelah mendapatkannya semua, Amira berlari kearah kamar. Sampai dikamar ternyata Aiman sudah berbaring lemas di ranjang, dengan perlahan Amira mendekati Aiman dan berucap, "Ustadz, bangun minum obat dulu,"

"Ustadz, minum obat dulu baru boleh tidur," sambung Amira saat ucapanya tidak dijawab Aiman.

"Ustadz," panggil Amira lagi.

"Ustadz, Amira pegal pegang gelas ini. Ayo bangun, ustadz," seru Amira sembari mendudukkan dirinya di sebelah Aiman.

"Saya tidak butuh obat, saya butuh kamu. Sini Amira," balas Aiman dengan mata yang masih setia terpejam.

"Tapi ustadz harus minum obat dulu, kalau tidak flu ustadz makin parah,"

"Tidak mau, jangan paksa saya, Amira,"

"Ustadz, nanti Amira temani disini, tapi minum obat dulu,"

"Sekarang kamu tiduran sini, Amira," pinta Aiman sembari menggeser badannya.

"Tidak, dosa kita tambah banyak nanti, Ustadz,"

"Amira, nurutlah,"

"Ustadz minum obat dulu, nanti Amira temani tidur,"

"Tidak mau, Amira,"

"Ustadz,"

"Ck!, kamu kenapa terus memaksa, Amira,"

"Demi kesehatan ustadz, sekarang ustadz minum obat dulu,"

"Hmm,"

Setelah berdebat, Aiman lebih memilih mengalah. Aiman bangun dan langsung meminum obat yang dibawakan Amira. Setelah meminum obat, Aiman kembali merebahkan badannya. Melihat Amira yang terus duduk, Aiman berkata, "Sini,"

"Amira?"

"Iya kamu, sini Amira tidur sebelah saya,"

"Tapi ...,"

"Amira,"

"Tapi ustadz ...,"

"Sini," ujar Aiman sembari menarik tangan Amira sehingga Amira menjatuhkan tubuhnya tepat di sebelah Aiman.

"Tidur Amira," pinta Aiman yang sudah memejamkan matanya.

Mendengar kalimat Aiman, Amira memilih menurutinya. Mengingat hari sudah larut malam, dan mereka sudah melaksanakan kewajiban 5 waktunya, mereka sudah pergi kedalam mimpinya masing-masing. Kembali lagi dengan persetanan ustadz atau gus, Aiman sangat tidak peduli yang dipikiran Aiman saat ini hanyalah Amira. Sedangkan Amira sudah tidak memikirkan apapun, yang penting dirinya tidak di lukai oleh ayahnya lagi.

Seperti biasa Aiman bangun tepat jam 3 pagi. Saat membuka mata, Aiman melihat perempuan yang semalam tidur bersamanya. Sembari mengamati wajah Amira yang cantik, putih, berhidung mancung, dengan matanya yang coklat, Aiman berkata, "MasyaAllah cantiknya kamu, Amira,"

"Assalamualaikum Amira, bangun sudah jam 3,"

"Waalaikumsallam ustadz, Amira masih ngantuk, ustadz,"

"Amira, kita salat sebentar. Setelah itu bebas kamu ingin tidur lagi atau tidak,"

"Benar ya ustadz?"

"Iyaa,"

Kini Amira sudah bangun dan langsung mengambil kerudungnya yang terlepas. Melihat Amira yang sibuk memakai kerudung, Aiman berkata, "Tidak usah dipakai, saya sudah melihat rambutmu dengan jelas,"

"Malu ustadz,"

"Cantik Amira,"

"USTADZ," teriak Amira sembari lari kedalam kamar mandi.

Melihat Amira yang berlari, Aiman terkekeh dengan sikap Amira. Amira sangat mirip dengan Humai, jika mereka berjalan berdampingan orang disekitar mereka akan menganggap Humai dan Amira saudara kembar. Perbedaan mereka berdua hanya sedikit, mereka sudah berteman sejak kecil. Sedangkan dengan Cinta, baru bertemu saat Humai dan Amira bersekolah SMA (Sekolah Menengah Atas).

Kini mereka sudah melaksanakan salat tahajut, melihat Amira yang masih mengantuk, Aiman terkekeh sendiri. Dengan cepat Aiman menarik kepala Amira secara perlahan, teringat dengan luka lebam milik Amira, Aiman mengambil salep yang ada di nakas sebelahnya. Saat Amira sudah berbaring di paha Aiman, dengan telaten Aiman mengolesi salep pada wajah Amira yang terdapat luka lebam. Setelah mengolesi wajah Amira, Aiman menaikan mukena yang Amira pakai hingga terlepas sempurna. Saat ini Amira sudah kembali tertidur pulas, melihat Amira tertidur pulas, Aiman dengan gampang mengolesi lengan Amira dengan salep.

"Apa yang ayah kamu lakukan, Amira,"

"Sebenarnya apa yang terjadi pada mu, Amira,"

Entah apa yang dilakukan ayah Amira hingga Amira menjadi luka-luka dan takut kepada ayah nya sendiri. Aiman yang melihat luka Amira yang tidak di bilang sedikit, Aiman meneteskan air matanya. Aiman merasa tidak tega dengan kondisi Amira yang seperti ini, niat Aiman jika sudah pagi Aiman akan membawa Amira ke rumah sakit untuk memeriksa secara keseluruhan.

Selesai menangis, Aiman menggendong Amira naik ke atas ranjang. Mata Aiman sudah tidak kuat untuk terbuka lagi, akhirnya Aiman menutup matanya dan kembali tertidur di sebelah Amira dengan tangan yang melingkar diperut Amira.

Tidak terasa waktu subuh datang, Aiman dan Amira masih nyaman dengan tidurnya. Kini Aiman masih setia memeluk Amira, tanpa sadar tenyata orang tua Aiman datang kerumahnya. Orang tua Aiman dapat masuk kedalam rumah bahkan kamar Aiman karena seluruh pintu dirumah ini sudah terdaftar sidik jari orang tua Aiman.

Azan berkumandang, ayah Haidar berniat ingin mengajak Aiman salat di masjid. Seperti biasanya, ayah Haidar langsung membuka pintu kamar Aiman. Saat pintu kamar Aiman terbuka, terlihat jelas Aiman sedang tidur dengan perempuan. Walaupun kamar Aiman sangat luas, tapi ranjang Aiman sangat jelas jika di lihat dari arah pintu kamar.

"Astagfirullah, AIMAN BANGUN KAMU."

***

wassalamu'alaikum

vote : 100
komen : 100

terimakasih 😁

Pesona, Gus AimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang