24

86 18 20
                                    

Yeorin.

Saat Jimin menuju tempatnya, dia mencengkeram tanganku erat hingga jari-jariku mulai kehilangan rasa, tapi aku tidak berani melepaskannya.

Bagaimana aku bisa?

Dia menyelamatkan hidupku malam ini.

Jika dia tidak ada di sana, membuatku tetap tenang, aku pasti sudah hancur. Aku tidak berpikir dia tahu apa yang telah dia lakukan untuk ku, tapi aku akan selalu bersyukur untuk itu.

Apa pun bisa saja terjadi.

Memperkosaan.

Kekerasan.

Kematian.

Aku tidak menatap mata bajingan itu, tapi aku bisa merasakan betapa terancamnya aku. Saat aku mulai berlari, aku hampir tidak bisa bernapas. Aku belum pernah setakut itu dalam hidupku.

Aku mendengar setiap langkahnya dari tempat aku bersembunyi di semak-semak, menyelinap ke arahku, mencoba membujukku keluar. Telapak tanganku lembap, lututku gemetar hebat hingga aku berani bersumpah telah membuat dedaunan bergemerisik di sekelilingku. Aku pasti akan ditemukan.

Dalam ketakutanku, aku bahkan tidak menyadari bahwa Taehyung sedang berada di luar kota. Jauh di lubuk hati, aku tahu. Seonjoo dan aku sudah membicarakannya sebelum kami meninggalkan bar, tapi di saat ketakutan itu, aku tidak bisa berpikir jernih.

Tapi Jimin.

Pria luar biasa ini menyelamatkan hidupku.

Dia tidak segan-segan datang menjemputku, membujukku mengatasi rasa takutku dan harus menghadapi rasa takutnya sendiri. Aku bahkan tidak tahu apakah yang dia katakan itu benar atau tidak, tapi itulah yang kubutuhkan saat ini.

Dia membuatku tetap tenang.

Dia memaksa ku untuk melepaskan rasa takut dan menempatkan segala sesuatu dalam perspektif. Dia memberi ku kesempatan untuk berjuang jika aku ditemukan, dan dia memberi tahu ku apa yang perlu ku lakukan jika hal terburuk terjadi.

Seperti yang kubilang, dia menyelamatkan hidupku malam ini, dan aku akan selalu mencintainya karena itu.

Kami sudah setengah jalan kembali ke tempatnya ketika ibu jarinya menyentuh bagian atas tanganku, dan aku mendongak dan menemukan tatapan gelapnya tertuju pada mataku.

"Kau baik-baik saja?"

Aku mengangkat bahuku, masih merasa gemetar.

“Aku, ummm. . . Mungkin. Kukira. Aku tidak begitu yakin.”

“Aku tahu kau tidak ingin mendengar ini, tapi apa yang kau lakukan, Yeorin?” dia bertanya, menjaga nadanya tetap netral sehingga aku tahu dia tidak sedang mencoba untuk berkelahi, hanya bertanya-tanya tentang hal yang sama yang telah berputar di kepalaku sejak aku terbang ke semak-semak itu. “Kau tahu risiko berjalan pulang sendirian. Taehyung dan aku sudah melatihmu selama bertahun-tahun. Jika kau terjebak, kau bisa menelepon ku. Kau tahu, kau selalu bisa meneleponku, tak peduli apa yang terjadi di antara kita. Aku akan datang.”

"Aku tahu," kataku, sambil melirik ke arah lain, tidak sanggup menahan tatapan matanya. “Aku mengacau. Aku tahu itu. Tapi aku sedang mabuk, dan aku tidak bisa berpikir jernih. Taksi tidak akan datang untuk sementara waktu, dan kupikir aku bisa pulang lebih cepat jika berjalan kaki. Aku tahu itu bodoh. Aku hanya. . . Aku tidak berpikir.”

Jimin menekan bibirnya membentuk garis keras dan memusatkan perhatiannya pada jalan, masih menolak melepaskan tanganku.

“Bagaimana dengan teman kencanmu?” dia bertanya. “Dia tidak bisa mengantarmu pulang?”

Haunted LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang