02 : bound by blood and fear

4.9K 241 5
                                        

RUANGAN itu terasa begitu sempit, meskipun sejatinya luas. Udara di dalamnya begitu berat, seakan tiap partikel dipenuhi ketegangan yang tak kasatmata.

Ann berdiri di sudut, tubuhnya tertahan oleh ketakutan yang mengikatnya lebih kuat daripada rantai baja. Dadanya naik-turun cepat, napasnya memburu, dan tangannya gemetar.

Di hadapannya, Max berdiri dengan mata yang berkilat tajam, napasnya kasar seperti hewan buas yang terpojok.

"Jangan buat aku marah, Ann. Kau tidak akan suka melihat aku marah."

Suara Max terdengar dalam, bergetar oleh ketidakstabilan yang mengintai di ujung batas kesadarannya. Rahangnya mengeras, napasnya berat.

Ann berdiri membeku, rasa takut menjalar seperti racun di seluruh tubuhnya. Ia tahu Max. Ia terlalu tahu betapa berbahayanya pria itu saat emosinya meledak.

"Aku sudah cukup bersabar," Max mendesis, kedua tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Aku sudah mencoba berbicara baik-baik denganmu, Ann. Tapi kau terus menolak, terus menghindar. Apa aku tidak cukup baik untukmu?!"

Tiba-tiba, Max menghantam meja di sampingnya dengan pukulan keras. Gelas di atasnya jatuh dan pecah berhamburan di lantai.

Ann tersentak, berusaha mundur dengan tubuh gemetar.

"Apa aku tidak cukup mencintaimu?! APA KAU INGIN AKU GILA?! JADI ITU YANG KAU INGINKAN?!"

Mata Max liar, penuh kegelapan yang tidak terukur. Napasnya memburu, dadanya naik turun tak terkendali.

"Aku tidak akan menyakitimu," katanya, suaranya begitu lembut, hampir seperti bisikan penuh kasih. Ia melangkah mendekat, tangannya terulur untuk menyentuh wajah Ann, tetapi gadis itu menghindar dengan tubuh yang bergetar.

Mata Max menyipit, rahangnya menegang. Tangannya yang masih terulur kini mengepal, jemarinya bergetar karena emosi yang mendidih di dalam dadanya.

"Kenapa kau menghindar?" tanyanya, suaranya masih terkontrol, tetapi berbahaya.

Ann tak bisa menjawab. Ia bahkan tak bisa berpikir jernih.

"Ann..."

Max mendekat lagi, suaranya nyaris terdengar putus asa, seperti seorang pria yang sedang tenggelam dan berusaha meraih sesuatu untuk tetap bertahan.

"Aku hanya ingin melindungimu... Kau tahu itu, kan?"

Hening.

Lalu, seketika, suasana berubah.

Max tiba-tiba membanting sesuatu di dekatnya—vas kaca yang menghantam lantai dengan suara nyaring, pecahannya berhamburan ke segala arah. Ann hanya bisa tersentak, tubuhnya semakin menempel ke dinding, napasnya tertahan di tenggorokan.

"Kau tidak percaya padaku, ya?" suara Max meninggi, penuh dengan rasa terluka yang bercampur dengan kemarahan.

"Kenapa kau selalu mencoba menjauh?!"

Pria itu mengangkat tangannya, seolah akan menghantam sesuatu—tetapi tidak.

Tangannya justru berhenti di udara, mengeras, lalu tiba-tiba, tanpa aba-aba, Max menghantamkan kepalan itu ke dinding dengan sekuat tenaga.

Brak!

Suara tulang bertemu beton bergema di seluruh ruangan.

Ann terbelalak.

Max tetap diam di tempatnya, bahunya naik turun dengan napas yang memburu. Darah mulai merembes dari buku-buku jarinya yang kini memerah dan robek akibat benturan keras tadi.

Die Into You [REVISI] [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang