02 : his sense

1.7K 93 5
                                    

❗❗ FOLLOW SEBELUM MEMBACA

••

Benar, Max sangat tidak konsisten dengan sikapnya. Dia sangat mudah berubah, dan tempramental jika keinginannya tidak bisa ia dapatkan.

Ann bingung dalam ketakutan. Dia ingin lari sekarang.

"Aku tidak akan menyakitimu, kau ingin seseorang melindungimu juga, kan? Aku bisa memberimu itu... Dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apa pun yang terjadi."

Max berkata begitu yakin, dia sangat narsistik, berpikir semuanya dapat dengan mudah ia dapatkan.. dengan paksaan.

"Kau akan menjadi milikku... Dan tidak ada yang akan membawamu pergi dariku. Tidak akan. Dan itu janji."

Max kembali melanjutkan ucapannya, dia terlihat sangat bersungguh-sungguh. Mata elangnya menatap tetap di mata Ann yang sangat takut untuk sekedar mengintip.

Rasa bingung, takut, khawatir bercampur jadi satu di kepala Ann. Ann merasa kepalanya sangat pening, dia seperti ingin ambruk, kehilangan kesadaran. Tapi, tidak, dia harus lari, dan menyelamatkan diri. Namun kuasa untuk melawan itu tidak dimilikinya.

"Jawab aku, Ann, jawab! Jangan diam saja seperti orang bisu! Jawab aku! Katakan kau bersedia menjadi milikku!" Max mulai tidak sabar lagi dan lagi.

Apakah dia tidak sadar kelakuannya itu yang membuat Ann sangat ketakutan hingga membuat suaranya tertahan di kerongkongan?

"Max..." Suara Ann sangat lirih dan bergetar.

"Iya, sayangku? Apa kau akan berkata iya? Kumohon, aku butuh persetujuanmu, Ann." Max menggenggam tangannya.

"Jangan aku, mengapa aku, jangan... tolong jangan... lakukan ini padaku..." Ann terbata-bata dengan suaranya.

Alis tebal Max berkerut tidak senang. "Apa maksudmu?"

"Mengapa... kau melakukan ini padaku? Jangan.." Ann mengakhiri kalimatnya dengan gelengan kecil.

"Apa yang kau tanyakan? Apakah yang aku lakukan salah? Tidak! Aku hanya ingin melindungimu dengan kau menjadi milikku, Ann!"

Max melepaskan genggaman tangannya dengan kesal.

"Kau dan aku sama-sama sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini. Kau tahu itu. Dan sekarang... aku hanya ingin kita saling memiliki satu sama lain! Apakah itu salah?!" Max mulai membentak.

"Aku mengerti, Max. Tapi.. mengertilah maksudku, bukan seperti ini caranya."

"Lalu bagaimana?! Katakan padaku bagaimana cara yang menurutmu benar itu, Ann! Dengan tidak memilikimu dan membiarkanmu direbut orang lain?! Aku tidak mau!"

Ya, itulah Max. Dia tidak pernah mau mendengarkan orang lain. Keras kepala, dan egois. Ann sudah sangat mengetahui itu bahkan untuk seluruh usianya.

"Apa kau lupa orangtuaku sudah menampung seluruh hidupmu selama ini. Aku bukan orang jahat. Aku hanya ingin melindungimu, memilikimu. Apa itu salah?!"

Lagi-lagi fakta itu. Fakta bahwa jasa kedua orang tua Max tidak bisa Ann sepelekan begitu saja.

"Jadi kau ingin aku balas budi--"

"Ya, dengan jadi milikku. Hanya milikku."

Ann terdiam, mencoba mencari celah dalam pikiran Max yang sudah tertutup oleh obsesi dan narsisme.

Ia tahu bahwa pria di depannya ini tidak akan mundur tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya. Ia harus berpikir cepat, menemukan cara untuk melarikan diri sebelum semuanya terlambat.

"Max, aku tahu kau ingin melindungiku," kata Ann dengan suara yang lebih tegas meskipun hatinya berdebar kencang. "Tapi melindungi seseorang bukan berarti memiliki mereka. Cinta dan perlindungan itu harus datang dari hati, bukan dari paksaan--"

Max menatap Ann dengan mata yang berkilat-kilat penuh amarah dan kebingungan. "Kau tidak mengerti, Ann. Dunia ini penuh dengan bahaya. Aku satu-satunya yang bisa memastikan kau aman. Aku satu-satunya yang peduli padamu."

Ann menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Max, jika kau benar-benar peduli padaku, kau akan menghargai keputusanku---"

Max menggelengkan kepalanya dengan keras. "Tidak! Aku tidak bisa membiarkan itu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kau milikku, Ann. Selamanya."

Ann merasakan getaran ketakutan merayapi tubuhnya. Dia harus mencari cara untuk membuat Max mengerti atau setidaknya menenangkan amarahnya yang memuncak. "Max, dengarkan aku, aku yakin ada cara lain--"

Max mendekat dengan langkah cepat, menarik Ann ke dalam pelukannya dengan kasar. Lagi-lagi memotong ucapannya.

"Tidak ada jalan lain, Ann. Kau harus menjadi milikku. Itu satu-satunya cara."

Ann berjuang melepaskan diri, tetapi cengkeraman Max terlalu kuat.

Namun, Max tidak mendengarkan. Ia menarik Ann semakin erat, hampir menghancurkan setiap harapan yang tersisa di hati Ann. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah."

Ann mulai menangis, air mata mengalir deras di pipinya. Dia merasakan ketidakberdayaan yang luar biasa, namun di dalam hatinya, ada secercah keberanian yang masih bertahan.

Max melepaskan cengkeramannya sedikit, membiarkan Ann menarik napas lega meski hanya sesaat. "Kau tidak mengerti betapa aku mencintaimu, Ann."

Max menatap Ann dengan mata yang penuh konflik, antara amarah, kesedihan, dan cinta yang dalam.

Die Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang