1. The Start Of Us

6 0 1
                                    

"Di sinilah semuanya dimulai-awal dari kisah kita yang belum tertulis."

***

Yogyakarta, 19 September 2023

"Bang, kita balik aja deh. Nggak papa kan kalau sekali aja aku nggak hadir ospek? Lagian aku udah telat 30 menit," keluh Ghea, suaranya terdengar putus asa. Bagaimana tidak? Pagi tadi saja dia baru bangun jam 5. Perjalanan dari kos ke kampus butuh waktu 28 menit, sementara ospek dimulai pukul 6 tepat. Artinya, hari ini Ghea sudah terlambat setengah jam.

Iya, kalian nggak salah dengar-hari ini. Kemarin, di hari pertama ospek, Ghea juga telat. Bedanya, kemarin dia berhasil lolos karena ikut rombongan anak-anak yang terlambat akibat macet karena kecelakaan. Tanpa rasa malu, Ghea menyelinap masuk dalam rombongan itu seolah dia juga korban kemacetan.

"Nggak ada nggak ada, cepetan masuk sana! Udah dimulai tuh," tolak abangnya tegas, tak memberi celah untuk protes.

Kalian tahu? Ini adalah hal paling menyebalkan yang harus Ghea hadapi hari ini. Masalahnya, Ghea bisa jamin seratus persen perseribu rupiah, begitu dia masuk, pasti semua mata akan tertuju padanya. Kalau jadi pusat perhatian karena prestasi, Ghea pasti akan dengan senang hati menerimanya. Tapi ini? Ini akan sangat memalukan.

"Ya Allah, hamba mohon, berikanlah kekuatan untuk menghadapi rintangan berat yang Kau berikan." Setelah berdoa dalam hati, Ghea menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. Dengan langkah yang masih agak ragu, dia mulai berjalan menuju gerbang kampus. Di sana, para panitia bagian keamanan sudah berdiri tegap, siap menyambut para mahasiswa baru berdosa seperti dirinya.

"Pagi, Kak. Sehat?" sapa Ghea pelan pada ketua keamanan yang tampak sedikit lebih ramah dibandingkan panitia lainnya.

Ketua keamanan itu menoleh, lalu tersenyum. Manis sekali, pikir Ghea. Mungkin, hari ini dia tidak akan dihukum lagi. Rasanya lega, seolah satu beban sudah terangkat dari pundaknya.

Tanpa sadar, Ghea bergumam dalam hati, "I love you, Kak. Mulai sekarang, kakak jadi satu-satunya kating favorit di hati aku."

"Pagiii," balas ketua keamanan itu dengan senyum yang tetap terlukis manis di wajah tampannya.

"Boleh liat ID card-nya, adik manis?" tanya ketua keamanan sambil tersenyum, suaranya lembut namun tegas.

"Boleh, Kak," jawab Ghea sambil menunjukkannya. ID card itu menggantung indah di lehernya, dan tanpa banyak basa-basi, ketua keamanan itu dengan cepat memotret ID card Ghea menggunakan handphone-nya.

"Udah, sana cepetan masuk. Udah mau dimulai tuh," katanya dengan senyum yang sama, membuat Ghea merasa sedikit lebih tenang. Senyum kakak manis banget... pikir Ghea, yang kini membalas senyum itu dengan penuh rasa syukur. Setelah mengucapkan terima kasih, Ghea berlari menuju barisan kelompoknya.

Namun, seperti biasa, sepertinya masalah tidak pernah lelah menghampiri Ghea. Sesampainya di barisan, Ghea merasa canggung karena terlambat dan harus berbaris di belakang barisan laki-laki. Padahal, tampaknya para perempuan memang sengaja ditempatkan di barisan depan, dan para laki-laki di belakang.

Rasa canggung semakin menjalar di tubuh Ghea. Dia merasa bingung harus bergerak seperti apa, hingga tiba-tiba, seseorang di depannya mulai berbicara.

Dengan cepat Ghea mendongak, namun hanya terlihat punggung dan bahu lebar cowok itu. Sosoknya menghalangi sinar mentari yang memancar, membuatnya tampak indah dengan cahaya keemasan yang melatarbelakanginya, seolah-olah melindungi Ghea dari panasnya matahari. Dalam sekejap, satu pertanyaan muncul di kepala Ghea: Siapa dia?

Ghea tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara cowok itu, yang kini terdengar jelas.

"Eh, cowok-cowok, mundur. Ada cewek nih, biarin dia maju ke depan."

(S)he's My WorldWhere stories live. Discover now