12

37 2 0
                                    












Tjitji dan Hilmar telah duduk didalam restoran tersebut. Pelayan telah datang membawa menu kehadapan Hilmar. Baru saja Hilmar ingin memberi tau menu kepada Tjitji, mereka dikagetkan dengan suara wanita yang nyaring memekik.



"Bung Hilmar, Selamat datang. Akhirnya Bung Hilmar datang lagi ke restoran Madam. Aduh, dengan siapa gerangan Bung Hilmar datang? Anggun sekali, sesuai dengan Bung Hilmar yang gagah."



"Madam Ils. Apa kabar. Perkenalkan, dia Tjitji, anak dari pengusaha Tuan Soepaja Lim. Madam Ils pasti tau." Ujar Hilmar.



"Astaga dunia itu sempit, kemarin Akoh Budi kesini loh dengan rekan-rekannya. Tuan Besar Lim juga minggu lalu kesini dengan Nyonya Lim. Dan sekarang anak gadis nya yang anggun datang berkunjung dengan Bung Hilmar. Suatu kehormatan besar bagi restoran Madam, dua anak pengusaha besar Batavia datang berkunjung."



"Madam terlalu menyanjung kami. Iya kan Tji?"



"Ah iya." Ucap Tjitji menundukkan wajahnya.



"Aduh gadis muda yang sangat pemalu. Bung Hilmar beruntung berkawan dengan gadis seperti Nona Tjitji. Tidak mudah bagi seorang anak gadis mau diajak berjalan-jalan disiang hari loh Bung Hilmar. Bung Hilmar harus traktir Nona Tjitji dengan makanan enak direstoran kami."



"Iya Madam, aku sangat beruntung bisa mengajak kembang jelita berjalan bersama ku. Bagai mendapat lotto diawal bulan." Ujar Hilmar sambil menatap tajam kearah Tjitji yang tidak bisa menyembunyikan gurat malu diwajahnya yang ayu.



"Ehekm, jangan dilihatin setajam itu Bung Hilmar, nanti kembang serojanya jadi putri malu. Baiklah kalian berdua silahkan menyantap hidangan kami. Madam permisi dulu."




Makanan pun silih berganti datang ke meja mereka. Berbagai santapan menghiasi meja kecil yang mereka tempati. Tidak tanggung tanggung Madam Ils menjamu tamu spesial restorannya disiang hari ini.







Hilmar yang sedari tadi tidak melepaskan pandangannya kearah Tjitji makin membuat Tjitji kepanasan dan diserang rasa malu. Baru kali ini dia tidak sanggup melawan serangan dari seseorang, dia tau sekarang, lawan dihadapannya ini sangat lihai mempermainkan perasaannya dan dia tau pasti dia akan kalah dalam menjaga keutuhan hatinya.




"Tji, sampai kapan kamu melihat ke arah lantai restoran? Apa kamu kurang suka makan disini? Apa kita cari restoran lain Tji?"




Berani-beraninya Hilmar bertanya seperti itu. Apa dia tidak berpikir kenapa aku menunduk sedari tadi? Itu karena tatapan mata kamu yang terlalu menusuk hingga ke jantungku. Ujar Tjitji dalam hatinya.




"Tji..." ucap Hilmar seraya memegang jemari Tjitji yang ada dihadapannya tapi dengan cepat Tjitji menyingkirkan tangannya dan itu makin membuat canggung diantara mereka.




"Ahh maaf Tji" ujar Hilmar lagi




"Jangan diliatin" ucap Tjitji lirih dengan pelan.




"Kenapa Tji?" Sanggah Hilmar yang tidak terlalu mendengarkan apa ucapan Tjitji saking kecilnya suara Tjitji.




"Jangan diliatin. Aku gimana mau makan kalau diliatin kaya gitu Hilmar. Aku malu" ucap Tjitji lirih menahan malu.




"Kamu gadis yang sangat ayu dan manis Tji. Maaf tempo hari aku menghardik kamu sangat kasar. Entah apa yang merasuki diriku waktu itu, bisa-bisanya menghardik seorang gadis seperti dirimu" ucap Hilmar dengan tulus meminta maaf kepada Tjitji yang saat ini masih tertunduk malu dengan pipi yang masih merah merona.




"Tapi aku bersyukur kita bertemu hari itu meski dengan cara yang sangat luar biasa menurutku. Namun dengan begitu aku bisa melihat bahwa dirimu seperti kembang api dimalam hari. Bersinar kelap kelip." Ucap Hilmar lagi dengan tidak tau dirinya terus-terusan menggoda Tjitji yang saat ini sudah mati kutu dibuatnya.




"Bung Hilmar. Bung Hilmar ini seorang pujangga yah? Setiap perkataan kamu mengalir mulus tanpa sekat. Sudah berapa gadis yang Bung Hilmar rayu dengan kata-kata indah itu?" ucap Tjitji tegas menusuk masuk kedalam hati Hilmar.












🦋🐺

After LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang