Diutamakan menguasai bahasa asing.
"Dan berpenampilan menarik," dengkus seorang gadis berbadan tambun yang sibuk memasukkan gorengan ke dalam mulutnya.
"Jangan lupakan soal orang dalam," imbuh yang lainnya.
Mereka sedang membaca selebaran yang tertempel di papan pengumuman nurse station--sebuah lowongan dengan cap kementerian pemuda dan olahraga yang menyebutkan mereka ingin merekrut tenaga medis dengan syarat-syarat terlampir.
"Jasmine... kamu nggak coba daftar?"
"Nggak kepikiran," jawab gadis yang wajahnya selalu muncul di banner dan juga brosur rumah sakit tempatnya bekerja itu. Jasmine masih fokus pada tumpukan laporan pasien yang harus ia selesaikan sebelum waktu shift-nya berakhir.
"Tunangan Jasmine mana ngijinin, apalagi kalau sampai dia ditempatkan di PSSI, PERBASI, PBSI, atau di PBVSI, apa nggak kebakaran jenggot tuh lihat si kembang melati dikelilingi cogan."
"Stttt!" tegur Jasmine saat semuanya tertawa lepas, seakan lupa bahwa mereka sedang berada di ruang perawatan. Reflek mereka membungkam mulut mereka masing-masing. "Ngawur, ini di rumah sakit, loh."
"Maaf, maaf, keceplosan."
Jasmine bangkit berdiri, ia memindahkan tumpukan laporan ke sebuah troli sembari menunggu rekan yang akan melanjutkan shift bersiap.
Ruang Paviliun Garuda memang hanya terdiri dari enam ruang perawatan. Namun beban tugasnya juga sangat berat, mengingat pasien merupakan orang-orang kalangan atas yang rawan komplain, tidak heran jika dipilih perawat dengan skill komunikasi terbaik untuk bertugas di tempat itu.
"Aku mulai, ya?" ucap Jasmine dengan sebuah map di tangannya. "Garuda satu Mr. William, tidak ada tambahan obat dari dokter Charles. Rencana besok jika tidak ada keluhan boleh pulang."
Empat buah map sudah Jasmine bacakan. Masih ada tersisa dua kamar kosong. Ia menghela napas lega karena tugasnya siang itu sudah selesai.
Jasmine berjalan menuju loker room. Ia melepas cap di kepalanya dan juga gulungan rambutnya, membiarkan rambutnya tergerai begitu saja.
"Aku duluan ya, guys," pamit Jasmine pada dua rekannya Deva dan Viona.
"Kamu bawa motor sendiri?"
"Iya. Tian nggak bisa jemput, katanya mau nonton bola di GBK."
"Elah, bola kan malem, Jas. Bisa kali kalau niat mau jemput duluan," ucap Deva yang merupakan teman Jasmine sejak kuliah.
Jasmine mengangkat kedua bahunya. Ia sedang malas berargumen yang berujung menimbulkan kecurigaan-kecurigaan yang berdasarkan pada asumsi semata terhadap tunangannya--Sebastian. Jasmine hanya ingin segera pulang dan mengistirahatkan badannya yang terasa sangat lelah hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Mine || Justin Hubner
FanfictionKegagalan bukan alasan untuk berhenti. ⚽⚽⚽ Bagi Jasmin semua yang berhubungan dengan sepak bola itu menyebalkan. Harusnya ia menghindar, namun bodohnya, ia malah semakin masuk ke dalam pusaran yang lebih besar lagi. Terlebih saat ia mengenal Justin...