Di tengah malam yang dingin di Seoul, suara deru mesin mobil dan sirene polisi memecah keheningan. Sunghoon, seorang mafia yang dikenal kejam namun cerdas, sedang duduk di dalam sebuah mobil mewah di ujung kota. Matanya tajam memandang keluar jendela, memperhatikan setiap gerakan mencurigakan di sekitarnya.
Sunghoon telah lama berada di dunia kriminal, memimpin operasi ilegal yang membentang dari perdagangan narkoba hingga pencucian uang. Dia dikenal sebagai pemimpin yang kejam dan tak kenal ampun, namun di balik penampilannya yang dingin, ada sebuah sisi lembut yang jarang terlihat oleh orang lain. Malam ini berbeda. Informasi telah bocor bahwa ada penyusup di dalam organisasinya. Sunghoon tahu, FBI telah mengirim agen terbaik mereka untuk menangkapnya.
Di sisi lain kota, Jake, seorang agen FBI muda dan berani, sedang bersiap untuk misi terbesarnya. Dia telah menyamar selama berbulan-bulan, berusaha mengumpulkan cukup bukti untuk menjatuhkan Sunghoon. Jake adalah seorang pria yang berkomitmen pada pekerjaannya, namun kali ini ada sesuatu yang lebih dari sekadar penegakan hukum.
Jake dan Sunghoon pernah bertemu di sebuah pesta amal, jauh sebelum Jake mengetahui identitas asli Sunghoon. Mereka berbincang, tertawa, dan bahkan berbagi minat yang sama dalam olahraga es skating. Di atas es, keduanya merasa bebas dan hidup, melupakan sejenak dunia yang penuh dengan intrik dan bahaya. Sunghoon sering mengajak Jake berlatih es skating, dan mereka menghabiskan banyak waktu bersama. Hubungan mereka tumbuh dari pertemanan menjadi sesuatu yang lebih dalam. Sunghoon berbagi rahasia dan rasa takutnya, hal yang tidak pernah dia lakukan dengan orang lain. Jake, pada gilirannya, menemukan rasa aman dan kenyamanan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Malam itu, Jake akhirnya berhasil menyusup ke dalam markas Sunghoon. Dia bersembunyi di balik bayang-bayang, mengamati setiap gerakan pria yang pernah dia kagumi. Markas Sunghoon berada di sebuah gedung tua yang tersembunyi di gang-gang sempit kota. Di dalamnya, cahaya redup dari lampu neon memberikan suasana yang suram. Sunghoon, yang selalu waspada, merasakan kehadiran Jake dan memutuskan untuk menghadapi ancaman tersebut secara langsung.
“Jake, aku tahu kau di sini,” suara Sunghoon bergema di ruangan besar yang remang-remang. “Keluar dan hadapi aku.”
Jake keluar dari persembunyiannya, pistol siap di tangan. "Sunghoon, sudah berakhir. Kau tidak bisa lari lagi."
Sunghoon tersenyum tipis, ekspresi yang bercampur antara kekaguman dan rasa sakit. “Aku tidak pernah berencana untuk lari. Tapi, aku tidak pernah menyangka kau akan menjadi orang yang mengkhianatiku.”
Jake menundukkan kepalanya, ragu sejenak. “Aku tidak pernah ingin mengkhianatimu, Sunghoon. Tapi aku punya tugas yang harus aku jalankan.”
Sunghoon mendekati Jake perlahan, dengan tangan terangkat. “Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Menembakku?”
Jake menggertakkan giginya, konflik batin jelas terlihat di wajahnya. “Aku...”
Tiba-tiba, suara tembakan terdengar. Jake terhuyung, tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Sunghoon jatuh berlutut, memegang dadanya yang berdarah. “Jake...,” ucapnya pelan, dengan napas terengah-engah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crossing L1ne-SungJake
Short Story-Pengkhianatan yang begitu sakit; Warn¡ BL CONTENT Bahasa (semi) baku-