Hubungan ku dgn First semakin membaik sekarang. Setelah kejadian konyol yg ku pikir First ingin mengakhiri hidupnya. Malam dingin yg tidak akan pernah aku lupakan.
Seiring dgn aku kembali pada First, aku juga harus siap menerima resikonya.
Ini sudah hari ke 30 Jane koma. Aku tidak tau apa yg sedang menjadi mimpi Jane saat ini hingga dia enggan untuk bangun. Atau Jane masih marah padaku? Mungkin Jane akan lebih marah lagi jika tau kalau aku mengingkari janji ku. Maaf kan aku teman.
Ku lirik First yg kini sudah berdiri di ambang pintu ruangan Jane. Dengan beberapa kantong kresek di tangan kanan dan kirinya. Entah lah apa saja yg sudah dia beli di luar sana.
"Aku tau kamu pasti lapar"
Senyumnya begitu indah, terima kasih Tuhan engkau telah memberikan ku laki-laki seperti First.
"sate ayam?"
Di sodorkannya satu porsi sate ayam tepat di hadapan ku. Potongan daging ayam yg lengkap dgn tusuknya. Aku ingat.. Dulu saat pertama kali First mengajak ku berkencan, dia mengajak ku membeli sate ayam. Bahkan aku masih mengingat, ketika itu pukul 9 malam hari selasa. Momen istimewa yg mengawali kisah kami berikutnya.
"kamu mau?"
Ini lah sesuatu yg slalu aku rindukan. Tertawa lepas dgn kekasih ku. Aku tidak bisa membayangkan jika suatu saat harus berpisah dgn First. Aku tau dunia ini tidak abadi, tapi aku berharap bisa bersamanya dalam waktu yg cukup lama.
Sejenak aku bisa melupakan kekhawatiran ku pada Jane. Bukan tidak peduli lagi dgn perasaan Jane, aku hanya mengambil sedikit waktu untuk perasaan ku juga.
"First.. Sampai kapan Jane akan seperti ini? Aku tidak tega"
Tangan Jane terasa begitu dingin di genggaman ku. Tidak hanya dingin, bahkan bibirnya juga sangat pucat. Bibir yg dulu slalu terhiasi oleh senyum kini terkatup rapat.
"Khao.. Seandainya Jane tau betapa kamu berkorban untuknya"
Jane sahabatku.. Aku juga slalu belajar.. Tidak harus aku tau Jane membutuhkan ku atau tidak. Tapi aku akan tetap ada untuknya.
"Jane?"
Apa aku tidak salah lihat? Matanya.. Ja e mengedipkan matanya.
"First.. Lihat"
Sungguh Tuhan aku sangat berterima kasih. Jane.. Matanya terbuka. Bahkan dia bisa menatap ku dan First.
"First.. Khaotung"
Suaranya sangat pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. Aku tidak bisa menahan perasaan bersyukur ku. Ku peluk tubuh Jane yg masih tertempel dgn alat alat entah aku tidak tau namanya.
"Permisi"
Mungkin kalau dokter tidak segera datang untuk memeriksa, aku tidak akan melepaskan Jane.
"First.. Jane sadar"
First tersenyum padaku. Ponsel First melekat di telinganya, mungkin dia sedang menghubungi orang tua Jane. Aku tidak peduli dgn yg dia lakukan, yg pasti aku bahagia.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.