..
Azura menuruni tangga. Menuruti perintah Jayden untuk segera turun menyusulnya.
Duduk di meja makan tak jauh dari tempatnya berdiri. Azura mendekat ke arahnya. Jayden menatapnya sebentar sebelum berujar untuk menyuruhnya duduk. Dengan itu, Azura duduk di sana bersebrangan dari kursi duduk Jayden.
"Makan."
Sebuah makanan dengan porsi yang cukup terlihat sehat itu, membuat Azura meliriknya sekilas. Menghela nafas, dan mengucapkan terima kasih pada Jayden.
Memakannya dengan perlahan. Rasa yang cukup menghibur kelaparannya. Di tengah kegiatan makannya, Jayden menginterupsi dengan pertanyaan yang sedikit mengganggunya.
"Perutmu itu."
Gerakannya terhenti. Azura menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang perlukah ia menjelaskannya? Atau lebih baik berbohong saja.
Tapi bagaimana, jika berbohong malah membahayakan kondisinya? Lagi pula, Jayden tidak mungkin sebegitu perduli terhadap kehidupannya kan?
Menarik nafas dalam-dalam. Azura menjawab tanpa menatap Jayden. "Janin."
Suara kekehan terdengar. Membuat Azura sontak mendongak untuk melihat kenapa Jayden tertawa atas jawabannya.
Jayden menatapnya lurus. Seolah tengah melihat badut di hadapannya.
"Denger orang yang suka sesama jenis aja udah aneh. Kamu malah bilang perutmu itu janin?" Jayden melanjutkan kekehannya. Azura di buat tertegun dengan perasaan tak nyaman.
Meletakkan garpu sendok di atas piring. Jayden menyandarkan punggungnya, bertanya dengan nada mencela. "Yakin itu bukan tumor?"
Azura mengerjap. Perut besarnya di kira tumor? Jika benar-benar tumor. Lantas apakah sang dokter salah mendiagnosis.
Lantas apakah mesin usg salah mengira gumpalan tumor sebagai bentuk janin yang sudah hampir sempurna.
Lantas apakah beberapa perawat dan dokter beserta keluarganya memiliki masalah penglihatan, hingga foto hasil usg terlihat seperti bayi laki-laki tercetak di dalamnya?
"Saya ngga lagi gila, buat ngira kamu bener-bener gila kan?" Tambah Jayden membuat Azura makin merasa tertekan.
"Kasian tante saya. Di tipu sama orang kaya kamu." Jayden menyilangkan kaki. Menatapnya dengan penuh hinaan.
"Kalau bukan karna tante saya. Ngga tau deh kamu bakal jadi apa di jalanan. Bawa tumor sebesar itu, dengan klaim hamil." Jayden tertawa sarkas. "Yang ada kamu bakal di ketawain. Buruk2 bakal di tangkap satpol pp kalo ngga bisa lari bawa tumor segede itu."
Tangan Azura mengepal di atas pahanya. Kepalanya di serang bertubi-tubi.
Apakah itu sebuah hinaan? Atau sebuah kenyataan yang sedang ditembakkan padanya?
Jayden tergelak. "Oh iya, hamil sama siapa?"
Setelah mengolok-oloknya. Azura tak habis pikir, Jayden kembali menambahkan tanda permainan padanya?
Memang, dendam apa yang dia miliki pada Azura?
"George? Atau __Fred?"
"Oh, atau yang lainnya?" Tak mendapatkan jawaban dari Azura, Jayden mengangguk. "Pantes kamu penyakitan, orang keliling hs sama siapa aja."
Azura menunduk. Dengan itu Jayden bangkit. Meninggalkan kursi hampir meninggalkan Azura, sebelum Azura melayangkan suara.
"Terus, kalau saya kena tumor kenapa?" Azura ikut berdiri, meski dengan kesulitan.
"Ini ngga kaya saya, lagi ngemis uang dari kamu." Azura menatap Jayden tak habis pikir.
"Saya having sex sama siapa saja aja, itu bukan urusan kamu? __Tante? Tante Maria bahkan lebih dari kata baik buat saya tipu seperti apa yang kamu bilang, saya ngga segila itu."
Nafas Azura memburu. Memegangi perutnya yang terasa kram. Masih dengan ekspresi marah pada Jayden yang kini mengernyitkan dahinya.
"Mau kamu anggap saya gila pun, itu bukan urusan saya, terserah kamu anggap saya gila atau apa, saya bahkan ngga pernah perlu opini kamu." Jayden merotasikan bola matanya. Menganggap Azura tengah memainkan drama.
"Kamu yang tanya perut saya kenapa, setelah saya kasih tau, kenapa seolah-olah saya yang kaya maksa buat ngomong? Kamu orang teraneh yang pernah saya temui, gila."
Azura berjalan mendekat pada Jayden, membuat Jayden kembali menambahkan kernyitan pada matanya. "Bilang kalau memang kamu keberatan saya di sini, saya juga dengan ringan kaki bakal keluar dari sini."
Melewati Jayden dengan mudah. Azura menggertakkan giginya. Dia menghentikan langkah kakinya. Bersuara tanpa menghadap Jayden.
"Dan lagi, itu bukan hak kamu ikut campur urusan saya. Mau saya tumor atau bahkan mau mati, itu tidak ada sangkut pautnya sama kamu."
Jayden menatap kepergian Azura dengan acuh. Tak menghiraukan Azura yang kembali naik ke atas. Paling-paling hanyalah sekedar ancaman agar ia iba padanya. Trik murahan.
Suara langkah kaki kembali terdengar. Jayden yang masih berdiri di tempatnya itu melihat Azura yang rupanya kembali menuruni tangga. Memakai kembali baju kotor yang di suruhnya untuk di ganti.
Membawa setelan baju di tangannya. Azura menatap Jayden dengan tenang. Berbeda dengan pandangan marahnya beberapa waktu lalu.
"Saya bawa baju kamu buat saya laundry, saya kembaliin dengan kondisi yang sama." Ujar Azura.
Jayden mengangkat sebelah alisnya. Apakah laki-laki di depannya akan benar-benar pergi.
Azura melangkah pergi. Meninggalkan Jayden yang rahangnya sudah mengerat. Siapa dia yang berani bertingkah sok keras di hadapannya?
Meninggalkan beberapa lembar kertas di atas meja makan. Kini tinggal Jayden yang di landa amarah. Apa sekarang di tengah di bayar?
Jayden berjalan dengan cepat. Mengambil uang di atas meja. Menarik keras lengan Azura hingga membuat laki-laki itu hampir terjatuh.
Uang di tangannya ia lempar pada wajah Azura. "Saya ngga butuh uang kamu."
Diam sesaat, Azura menunduk melihat uang yang baru saja di lemparkan pada wajahnya. Perasaan terhina itu mungkin sedang Jayden rasakan. Namun itu tidak sebanding dengan apa yang Ia rasakan saat laki-laki lebih tinggi darinya itu mengolok-oloknya dengan tawa puas.
Apakah dia pernah berbuat hal yang menyinggung hingga Jayden terlihat membencinya?
Jayden aneh. Dan Azura tidak tau alasannya.
Pintu sudah dekat dari tempatnya berdiri. Azura melepaskan pegangan Jayden pada lengannya. Tak mengambil uang itu, hanya pergi saja dengan diam. Meninggalkan Jayden yang kini tengah dilanda amarah. Apa dia sedang di hina?
Yang benar saja.
..

KAMU SEDANG MEMBACA
Azura (New seasons)
RandomUntuk menyadari betapa bodoh dirinya. Ia merelakan kehidupan pertamanya dan Kembali hidup di kemudian hari. Tapi anehnya. Dia masih lemah juga. -Tidak di peruntukan bagi yang masih di bawah umur. -Bijak dalam mencari buku yang akan di baca sesuai...