Prolog

59 12 0
                                    

"Gula, tepung maizena, vanila—lho, ini yang cair atau bubuk, ya?" Boboiboy menghentikan langkah sejenak untuk mengingat kembali daftar belanjaan yang dititipkan kakeknya. Ia tadi mencatat dengan terburu-buru karena ingin segera pergi sebelum hujan turun. "Ah, udah terlanjur beli yang bubuk. Kalau salah, beli besok aja."

Boboiboy mendongak, mengamati awan hitam yang bergulung-gulung menutupi langit sore. Sepertinya akan ada badai. Lebih baik ia bergegas sebelum benar-benar diguyur hujan.

"Whipped cream, bubuk kayu manis," Boboiboy kembali membaca catatan belanjaan untuk memastikan semua yang dibelinya sudah lengkap. "Saus tomat, mayones—"

"Meong."

Boboiboy menghentikan langkah dan menoleh. Ia yakin barusan mendengar suara kucing, tapi wujudnya tidak ada. Apa mungkin itu hanya suara angin?

Boboiboy melanjutkan langkah, dan suara itu terdengar lagi.

"Meong!"

Boboiboy tersentak kaget menyadari kakinya menginjak sesuatu yang berbulu. Ia menunduk dan melihat seekor kucing—apa itu benar kucing? Motif bulunya aneh sekali. Boboiboy berjongkok untuk memperhatikan dengan lebih jelas, dan kucing itu langsung menempelkan kepala di kakinya.

"Meong."

"Halo," Boboiboy tersenyum. "Kamu nyasar, ya? Tapi nggak ada kalung, sih."

Boboiboy memeriksa di antara bulu putih yang lebat, memang tidak ada kalung atau tanda kepemilikan yang lain. Ada corak berwarna biru dan kuning di bagian perutnya, dan mata biru kucing itu cantik sekali. Boboiboy mengusap-usap bulunya yang lembut dan kucing itu mulai mengeong ribut.

"Apa? Kamu lapar? Aku nggak bawa makanan kucing," kata Boboiboy. "Mau ikut ke rumah Tok Aba aja, nggak? Daripada kamu kelaparan di sini."

"Meong!"

"Ya udah, ayo."

Boboiboy mengulurkan tangan hendak menggendong, tapi kucing itu justru berlari pergi.

"Yah, dia kabur," Boboiboy mendesah kecewa.

Baru saja Boboiboy hendak meneruskan langkah pulang, kucing putih itu kembali muncul dan mengeong berisik padanya. Boboiboy mengernyit bingung, tapi kemudian menyadari kucing itu ingin Boboiboy mengikutinya.

Benar saja, saat Boboiboy mengikuti langkahnya, kucing itu tampak bersemangat. Ia mulai berlari lebih cepat, dan Boboiboy harus bergegas agar tidak kehilangan jejaknya. Kucing itu membawanya ke gang sempit di ujung pasar, dengan tumpukan sampah yang menggunung dan menguarkan bau busuk.

Boboiboy menarik kerah jaket untuk menutupi hidungnya dan memicingkan mata di tengah suasana remang sampai melihat lagi kucing itu yang kini mengeong di samping salah satu bak sampah. Boboiboy berjalan menghampiri dan melihat dua kucing lain di sana, satunya berbulu cokelat gelap dengan corak keemasan di bagian punggung. Sepasang bola mata emasnya menatap Boboiboy seolah tengah menilai penampilannya, tapi perhatian Boboiboy lebih tertuju pada kucing terakhir yang tergeletak dan berdaya. Apa dia terluka?

Boboiboy berjongkok dan mengulurkan tangan untuk memeriksa, tapi kucing itu menggeram rendah dan memamerkan taringnya. Kedua matanya yang berwarna merah menyala menatap Boboiboy penuh kewaspadaan.

"Tenang, aku cuma mau ngecek," kata Boboiboy menenangkan. Ia mengusap-usap bulu hitamnya sampai kucing itu cukup tenang dan membiarkan Boboiboy memeriksa lukanya.

Boboiboy sekali lagi terheran-heran dengan motif bulunya yang menyerupai corak sambaran petir berwarna merah. Apa kucing-kucing ini alien?

Ah, itu tidak penting sekarang. Hujan mulai turun, dan Boboiboy tidak punya waktu untuk memeriksa kucing ini berlama-lama. Ia menoleh ke sekeliling dan mengambil kardus yang tidak terlalu kotor, dan cukup besar untuk memuat ketiga kucing itu. Ia mengangkut mereka dengan terburu-buru selagi hujan turun semakin deras. Ketiganya mengeong tak senang harus bersempit-sempitan di dalam kotak, apalagi yang terluka pasti kesakitan harus terjepit di antara kedua saudaranya—atau teman? Entahlah, Boboiboy punya firasat mereka memang bersaudara.

"Sabar sebentar, ya," kata Boboiboy.

Untunglah Boboiboy menuruti saran Tok Aba untuk membawa payung. Ia sedikit kesulitan menyeimbangkan kotak dan plastik belanjaannya di satu tangan, sementara tangan lain memegang payung. Sebagian pakaiannya sudah basah, tapi Boboiboy hanya berusaha memastikan ketiga kucing itu aman dalam kardus di dekapannya. Dengan penuh tekad dan keyakinan akan diomeli Tok Aba setiba di rumah nanti, Boboiboy berlari menembus hujan.

.

.

.

bersambung

Catatan penulis :
Ide ini berawal dari fanart iseng yang aku post di IG/twitter. Sebenarnya belum punya plot lengkap, tapi asal main tulis aja tanpa tau bakal dibawa ke mana nantinya ini /plak

Aku coba publish prolognya dulu, semoga nanti bisa lanjut tanpa mogok.
Makasih yang udah mampir! Jangan lupa vote dan komen ;)

WickedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang