1. Putus

281 26 7
                                    

"Udah putus."

Kalila harus mengulang-ulang kalimat itu pada orang-orang yang menanyakan absennya Juan. Belum ada satu minggu. Tapi Kalila ingin menegaskan pada semua orang kalau dia dan Juan sudah putus. Diam-diam dia ingin dibela dan ditenangkan, sebab sulit menanggungnya sendirian.

Lalu Kalila juga takut. Salah satu kenalannya yang sudah berpacaran belasan tahun, mendadak putus. Tidak ada tiga bulan, si lelaki menikah dengan wanita lain.

Sialan!

Sialan!

Kalila mengaduk-aduk bubur yang dipenuhi kenangan ketika bersama Juan.

Bagaimana kalau sebentar lagi Juan mengumumkan pernikahan?

Putus saja membuat Kalila hampir kehilangan kewarasan, apalagi ditinggal menikah. Hatinya bisa melolong rindu disertai rasa berdosa. Jelas salah merindukan suami orang!

"Masnya nggak ikut, Neng?"

Apa Kalila bilang, pasti absennya Juan dipertanyakan. Padahal kemarin dia sudah mengatakan pada abang tukang bubur kalau Juan bukan kekasih Kalila lagi.

"Udah putus, Bang."

Karno, tukang bubur yang kini melongo, menjatuhkan sendok yang sedang dibersihkan. "Putus? Mas-mas yang suka ambilin teh anget buat Neng udah putus?"

Siapa peduli dengan betapa peka dan baiknya Juan kalau akhirnya Kalila ditinggalkan. Mari mundur ke belakang dan mengingat semuanya. Sebenarnya siapa yang meninggalkan dan ditinggalkan?

"Iya udah putus," kata Kalila ketus tentu sambil menelaah siapa yang lebih dulu memutuskan ikatan mereka.

"Sabar, Neng. Pasti nemu yang lebih baik."

Bang Karno terdengar tulus mengatakan kalimat barusan. Sayangnya Kalila tidak punya niatan menemukan sosok yang lebih baik. Dalam hatinya, Kalila cuma ingin Juan.

Hari sudah siang saat Kalila kembali ke kamar kosnya yang sangat berantakan. Tak cuma hatinya, huniannya juga tidak terurus. Biasanya, sial kenapa ada kata biasanya, Juan akan mengomel. Juan itu lelaki yang rapi. Kamar kos Kalila tidak akan dibiarkan seperti sekarang kalau saja dia tahu.

"Oh iya, angsuran rumah!"

Setelah terkena PHK dari tempat kerjanya sehari setelah putus dari Juan, sekarang Kalila harus memikirkan bagaimana membayar angsuran rumah. Hunian itu Kalila ambil bersama Juan. Sialnya malah memakai nama Kalila. Jadi sekarang mau tidak mau dia yang menanggung semuanya.

"Din, angsuran rumah gimana ya?" Kalila menangis. Dia menelepon Dina, sahabat yang sempat Kalila lupakan karena sibuk menjalin asmara dengan mantan pacarnya.

"Over kredit aja, La. Atau lo omongin sama Juan. Kalian ambil berdua jadi selesaiinnya berdua juga," jelas Dina dari sebrang sana. "Besok-besok kalau pacaran lagi, jangan pernah lo ambil angsuran sama pacar dengan alasan buat tabungan nikah. Kenapa sih lo percaya banget sama Juan? Padahal dari awal pacaran dia suka banget bikin lo kebakar cemburu."

"Jangan bahas itu!" Kalila menangis tergugu. "Katanya waktu itu gue cemburu buta."

"Siapa yang bilang?" Dina bertanya dengan nada kesal.

"Temennya Juan."

"Cewek yang ngakunya cuma sahabat itu? Dia sok peduli, anjing!" Dina habis kesabaran. "Sayang, anakmu bawa dulu. Aku lagi ngobrol sama Kalila. Mau ngomong kasar."

Setelah tidak suara ribut, Dina melanjutkan. "Lo itu dibodohin mereka berdua. Lo terlalu polos, La! Kalau gue jadi lo udah abis tuh cewek."

"Jadi gimana bayar angsurannya?" Kalila tidak mau memperpanjang pembahasan tentang sosok menyebalkan itu.

"Nanti gue coba tanyain ke temen, ada yang mau ambil rumah lo nggak."

"Kalau ada loker kabarin gue ya, Din."

"Iya. Ntar gue kasih tau kalau ada. Lo sehat-sehat di sana, La. Cerita ke gue, jangan dipendem sendirian."

Sambungan telepon terputus. Paket data Kalila habis. Biasanya, sial kenapa ada kata biasanya, Juan yang mengisi paket internet untuk Kalila. Sekarang Kalila harus ke luar kos, menyalakan motor, lalu pergi ke konter terdekat.

"Bang, beli paketan."

"Masnya kemana, Neng? Biasanya dibeliin sekalian ngopi bareng saya."

Bisa tidak sih semua orang paham tanpa Kalila harus menjelaskan.

SAYA UDAH PUTUS!

***

Kata orang, yang paling menyakitkan itu terbangun di tengah malam dan teringat sudah putus dari kekasih.

Benar. Dunia Kalila hancur. Tabungannya berkurang tiga juta rupiah. Biasanya hanya satu setengah juta saja, itu pun kadang Juan mengembalikan dalam bentuk cash. Selain miskin, sekarang Kalila menjadi pecundang yang menangisi mantan kekasih pada pukul satu malam.

"Kamu lagi apa, Juan?" Tanya Kalila pada langit-langit kamarnya yang bernoda cokelat bekas bocor di musim hujan.

"Yang sedih cuma aku? Tadi kamu posting foto di instagram dan masih senyum kayak biasa."

Menangis lagi. Patah hatinya berat, kondisi keuangannya berantakan, dan tubuhnya nyeri di sana-sini.

Juan baik-baik saja. Dia sungguh benci fakta itu. Hanya Kalila yang sedih sendirian. Delapan tahun tidak punya arti apa-apa untuk Juan.

Satu pesan masuk.

Kalila maaf ganggu malem-malem. Cuma mau ingetin jangan lupa lo sama Juan dateng ke nikahan gue. Hotel sama transport nanti gue yang bayar. Sampai ketemu seminggu lagi, Kalila.

Kepala Kalila ingin meledak. Bisa-bisanya dia lupa yang satu ini.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

-rintik rinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang