2. [SY & JN]

17 3 2
                                    

Kasih yang Pernah Sampai Part 2
.
.
.
.

Langit menatap hamparan air yang akan beriak jika tersapu angin. Kedua tangannya memegang erat pagar kayu pembatas dermaga. Sudah 30 menit pemuda itu berdiri di ujung dermaga. Melamun dengan pikiran yang sangat penuh.

"Kok kabur ke sini Lang? Acara nya gak seru ya?"
Sebuah suara menginterupsi lamunannya.

"Seru kok. Tapi gue lagi mau ke sini aja. Udah lama juga."

Hari ini, ada acara di sebuah resort di area pantai, sebut saja acara perayaan kembalinya Mentari ke kampung halamannya. Seluruh teman sekelas Langit ketika SMA datang, kecuali satu orang yang sebenarnya sangat ingin ia lihat saat ini.

"Pasti sering banget ya ke sini sama Bintang?"

Langit terdiam mendengar Mentari menyebut nama itu. Rambutnya bergerak acak mengikuti angin yang meniupnya.

"Maaf ya."

"Banyak yang bilang kalian putus gara gara gue. Katanya, Wisnu selalu ngungkit cerita kita yang udah selesai."

Sebenarnya, yang ada dipikiran Langit saat ini adalah bahwa satu satunya yang bersalah di sini adalah dirinya. Karena sejak awal ia sudah salah mengartikan perasaannya pada Mentari dan baru menyadari bahwa perasaan yang ia miliki pada Mentari adalah rasa tanggung jawab setelah bertahun tahun menjalin hubungan.

Ketika ia berumur 13 tahun, papa Mentari menitipkan gadis itu padanya, dan berpesan agar menjaganya karena saat itu kedua orang tua Mentari akan pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnis. Dari situ lah Langit merasa sangat bertanggung jawab dengan segala apa yang dilalui Mentari.

"Bukan salah lo."

"Dari dulu pun gue yang seharusnya minta maaf karena udah salah mengartikan perasaan gue sendiri."
Ucap Langit sendu.

Mentari tah membalas apa apa. Keduanya kini hanya terdiam menikmati suara air yang menerjang batu karang.

"Ini."
Gadis berwajah mungil itu menyodorkan sebuah buku kosong.

"Buat apa?"

"Lo harus tulis cerita baru lo di sini. Tanpa ada sisa dari cerita yang lama. Rasa tanggung jawab lo itu, lo boleh ilangin mulai dari sekarang."

Masih dengan raut bingung, Langit menerima buku itu.

"Bulan depan, gue mau tunangan. Gue udah nemu orangnya. Jadi lo, mulai sekarang lo harus jalani hidup tanpa rasa tanggung jawab itu. Lakukan apa yang lo mau, ambil lagi hatinya Bintang. Kalau itu yang buat lo bahagia."

"Terima kasih banyak, Langit udah mau jaga gue selama 7 tahun ini. Sekaligus gue minta maaf."

***

Pukul 02.00 siang, Langit sedang dalam perjalanan pulang dengan mobil milik ayahnya. Iya, hari ini ia menggunakan mobil ayah karena pagi tadi ia harus pergi mengantar kedua adik kembarnya, Biru dan Jingga ke sekolah.

Ketika melewati persimpangan, Langit melihat seseorang yang familiar baru saja keluar dari toko bunga.

Tin!

"Bintang!"

Langit memberanikan diri untuk memanggilnya.

"Em mau kemana?"
Yang ia tahu, tempat tinggal Bintang berlawanan dengan arah yang ia kewati saat ini.

"Oh? Ini, mau ketemu mama."
Bintang menjawab sambil mengangkat paper bag berisi bunga tulip yang ia pegang.

"Ke arah sana kan? Mau bareng ga?"

"Boleh."
Jawaban yang diluar tebakan Langit. Senyuman manis itu mengembang. Dengan semangat ia membukakan pintu mobil di sebelahnya.

Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam. Sebenarnya Langit ingin basa basi, tapi melihat Bintang yang sepertinya sedang tidak ingin banyak berbicara itu ia urungkan kembali niatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seoyeon'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang