Sabrina Anye

3 0 0
                                    


Sudah 2 malam ini Nana tidak datang, Rei gelisah.

Perasaan apa ini?

Rei rindu langkah perempuan itu, tawanya yang menggema diruangannya, sudut matanya yang jahil, juga senyumnya itu

Hari ini ulangtahun Nana, jika ia tidak datang lagi maka sebelum tengah malam akan dikunjunginya perempuan itu, entah dimana ruang rawatnya, akan Rei susuri semua ruangan. Satu rumah sakit kalo perlu!

***

Rei kembali ke ruang inapnya setelah sore tadi berkeliling taman, kali ini tanpa kruk.

Sungguh tidak sabar ingin ia temui perempuan itu, memberitahunya bahwa tidak lama lagi sepertinya Rei siap meninggalkan rumah sakit. Bahkan Rei berjanji akan membawa Nana jalan - jalan ke tempat yang lebih menarik, sudah cukup tentang ICU, ia tidak akan kesana lagi.

Jam besuk sudah berakhir, makan malam Rei pun sudah diambil kembali oleh suster jaga, namun tidak 1 cup caramelized pudding itu, sengaja Rei sisakan sebagai kue ulang tahun Nana.

Sejak kedatangan Nana yang selalu mendadak, Rei tidak pernah menutup pintu kamarnya, Agar Nana bisa langsung masuk, kapanpun ia ingin datang.

Begitu juga hari ini saat suster jaga meninggalkan ruangan, Rei selalu berpesan untuk membiarkan pintunya tetap terbuka

Namun karna itu juga Rei jadi selalu mendengar berisik - berisik diluar kamarnya, beberapa orang datang untuk mengunjungi keluarganya, bahkan Rei sering mendengar isak diantaranya. Atau suara mondar mandir para suster dengan catatan medis ditangan mereka.

Termasuk malam ini, karna kamarnya adalah kamar pertama yang terletak tidak jauh dari meja informasi ruang anggrek. Jadi Rei bisa melihat beberapa suster yang hilir mudik sejak tadi, juga satu suster yang 2 hari lalu membawa rekam medis Nana, ia mengusap kedua matanya ada sembab disana, juga bucket bunga ditangan.

Ada apa ? pikir Rei

Total ada 5 suster dan 1 dokter menyusul, salah satu sedang mengusap usap punggung suster bermata sembab tadi, dua diantaranya membawa sekotak cake kecil.

Untuk Nana kah?

***

Rei tidak mau ketinggalan, ia juga mau mengucapkan selamat ulangtahun untuk Nana. 

Terjaga ia hingga nyaris larut malam, ditahannya kantuk, juga senyumnya yang sejak tadi sumringah.

Pasti Nana akan bertanya ia tau darimana kalo hari ini Nana ulangtahun, maka akan Rei jawab dengan tawa yang berwibawa .. siap siap lu terpesona ya Na... gumamnya

Pukul 11.30 malam, setengah jam dirasa cukup untuk mencari kamar Nana.

Rei melangkah keluar ruang inapnya, menengok sedikit ke kiri ke kanan, mengecek situasi suster jaga. 

Lengang, sepertinya aman.

Rei menyusuri area sebelah kiri ruang inap nya, ada 8 ruang termasuk kamarnya, dari papan nama pasien yang berada tepat disamping pintu, tidak satupun yang menerangkan nama lengkap Nana. Tidak sama seperti yang ia baca pada catatan medis hari itu. 

Alis Rei berkerut.

Rei kembali kearah sebelumnya, lurus sedikit menuju lift pasien turun 1 lantai menuju ruangan anyelir dan poli anak, sama seperti lantai atas, ruang inap anyelir juga hanya memiliki 8 ruang inap dan lagi, tak ada satupun nama Sabrina Anye. 

Rei juga melangkah menuju ruang poli anak tidak ada siapapun disana, ruang nicu tempat Nana biasa mengintip bayi - bayi juga kosong. 

Lelah mondar mandir, Rei hendak bertanya saja kepada suster jaga namun nihil, di ruang inap anyelir maupun ruang inapnya tidak ada suster yang terlihat, Rei memutuskan kembali ke kamar memencet bel yang berada tak jauh dari ranjangnya. Tidak ada yang menjawab 

"aaakkhhh .. makan gaji buta ni orang – orang"

Rei berdecak, kepalanya pening. Ia harus bertemu Nana, tapi dimana perempuan itu sekarang?

Rei masih berdiri di depan pintu ruangannya, menghadap lurus ke belokan satu itu.

Rei memberanikan diri menuju ke sudut ruangan, ada 3 ruangan disana. Dua diantaranya sudah pernah ia kunjungi bersama Nana, tapi tidak ruang diujung itu.

Rei melangkah hati hati, sambil bersidekap karna dingin, juga menguat pegangannya pada cup pudding caramel yang ia bawa sejak tadi.

hampir sampai, dua ruang sebelumnya kosong. Rei melongo sedikit ke arah jendela yang sedikit transparan itu, ada seseorang berbaring disana dengan alat monitor detak jantung yang menyala.

Rei menggeleng tidak yakin, kini ia jelas menghadap keruangan ICU no 1. Fokusnya penuh, ia jelas tidak salah membaca. Papan nama itu, persis disamping ranjang. Sabrina Anye – 29 tahun.

Bulu kuduknya meremang, matanya terbelalak, tangannya yang tengah memegang cup pudding caramel bergetar kecil, Rei menggeleng sekali lagi, meyakinkan dirinya sekuat hati.

Orang itu benar Nana.

Rei mematung seperti orang tak sadarkan diri

Tak lama ia terhuyut lemas, Rei terduduk dikursi pengunjung tak jauh dari ruang ICU 1 cup pudding caramel itu nyaris terlepas, Rei menyandarkan badannya ke tembok, masih tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Sesuatu menggenang disudut matanya.

Cepat Rei bangkit lalu berlari seperti kesetanan menuju ruang itu.

Dilihatnya Nana disana, terbaring dengan alat pernafasan yang terpasang dihidungnya, wajahnya yang pucat, tangannya yang dingin.

Rei masih tidak yakin dengan apa yang dilihatnya, coba ia rapikan poni perempuan yang menemani beberapa minggu ini dirumah sakit, menghiburnya dengan gurauan - gurauan kecil.

"Naaaa"

Suara itu bergetar

"Naaa, lo denger gue gak naaa" tak mampu lagi emosinya dibendung, Rei menggucang tubuh Nana, "Naa.. lu kenapa Naa? ... Na banguuunn Nanaaaaa"

Beralih ke monitor disebelahnya, detak jantung Nana juga semua tanda vitalnya tertera disana, Rei menatap tangannya mengarahkan ke arah monitor

Hening

Hanya suara dari monitor yang terdengar, tidak ada kilatan seperti sebelum - sebelumnya, 

Panik

Kembali Rei menyentuhkan kedua tangannya ke monitor, tidak ada yang terjadi, kilatan itu tidak datang.

Sia – sia, Rei menoleh bergantian antara layar monitor juga tubuh Nana yang tak bergeming sedikit pun, sia – sia ia berusaha meyakinkan diri bahwa realita yang dihadapinya kini adalah bagian dari Mimpi


***


Kepala Rei tertunduk dalam, susah payah ia menelan ludah, meredam isaknya.

Hampir setengah jam berdiam disana, sambil sesekali mengusap matanya yang basah.

"Naa.. selamat ulangtahun" bisik Rei pelan

Dikecupnya tangan perempuan itu.

Genggaman itu tak dilepaskan, akan ditemaninya Nana malam ini.

Rei berharap malam cepat berganti, lalu mimpi ini berakhir.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Monolog 2.0 (Tentang Kita Yang Penuh Angan Namun Takdir Tak Ingin)Where stories live. Discover now