Pt. 2

216 26 9
                                    

Serangan demi serangan Noya dapatkan, namun ia juga beberapa kali membalas. banyak dari serangan Ubi yang berhasil ia hindari walau berujung terkena goresan dan semacamnya, berbeda dengan Ubi yang tidak terkena apa-apa. Semakin lama, Noya mulai kewalahan, ia mulai lelah ditambah dengan tubuhnya yang melemah. Ia memang merasa bahwa semua ini sia-sia, namun ia tidak ingin menyerah.

Darkness yang melihat itu tentu tersenyum, ia kagum bahwa si Utusan Cahaya itu lebih memilih mempertahankan nyawanya daripada menyerah pada kegelapan. Benar-benar sesuatu yang menginspirasi.
Jadi dia ingin melihat, seberapa jauh, utusan musuhnya itu bisa bertahan.

"Sebaiknya kau menyerah sajalah, Cahaya! Bukankah lebih baik terluka daripada mati ditempat?!" Suara berat dan seram Darkness terucap dengan lantang, auranya menguar dengan kuat. Tapi tetap saja, Noya ya Noya, ia tidak akan menyerah begitu saja.

"Apa maksud lu?!

Ga mungkin gua- AKH!" secara tiba-tiba, betapa kagetnya Noya ketika panah Envy mengenai sayap dan tertancap dengan gagah disana.

"Lu lengah." Ubi berkata dengan kekehan diakhir.

Noya menahan rasa sakit pada sayapnya. Sayap yang telah terluka sedari awal, ditambah pula panah yang tertancap itu, semakin menambah rasa sakit pada sayapnya. Keadaan sayap kanannya benar-benar jauh dari kata baik, berbeda dengan sayap kirinya yang terluka sedikit.
Merasakan sakit yang luar biasa pada kedua sayapnya, Noya hilang keseimbangan dan berujung terduduk. Melihat itu, Ubi semakin tersenyum lebar.

"Cuma segini kekuatan lu, Noya?

Lu berubah ya, makin lama makin lemah.

Mana kekuatan lu yang luar biasa itu? Mana skill lambada lu itu? MANA?!" Ubi berjalan mendekat, ia mendekati Noya. sekarang mereka berhadapan. Ia berjongkok untuk menyesuaikan posisi Noya yang saat ini sedang terduduk. Ia meratapi Noya dengan seksama, lalu kemudian tertawa.

"Lu lucu juga ya? coba aja kalo dari dulu lu ga ikut campur, Noya ... semuanya ... gaakan terjadi kayak gini, terutama ke kehidupan lu." Katanya sembari tersenyum tipis, lebih tepatnya mengejek.

"Ada yang namanya takdir, Ubi. Walau seandainya gua balik ke masa lalu buat ngerubah takdir, ujung-ujungnya juga sama aja, takdir gabisa dirubah. Lu gabisa paksain semuanya sesuka lu dan kehendak lu." Noya berkata, auranya memancarkan suasana sejuk dan menenangkan. Namun dimata ubi terutama Darkness, itu menjengkelkan.

Ubi menghiraukan perkataan Noya barusan. Ia menatap Noya dengan mata tajam bak elangnya itu.

"Mati disini itu ga seru, Noya. Gaada yang bisa nemuin jasad lu kalo lu mati disini, jadi ... gimana kalau kita ... balik ke tower?"

Seketika. Mereka kembali pada tower darkness blood. Tapi, disana tidak ada sesiapapun, hanya mereka berdua. Bahkan anggota Ragnarok saja tidak ada, sepertinya.. mereka sudah pergi duluan.

"Sepi juga ya? Bukannya ini waktu yang pas, Noya?" Ubi tersenyum sinis. ia tidak bisa lagi menahan ekspresi nya untuk tidak tersenyum, ia terlihat benar- benar bersemangat akan hal ini. Sesuatu yang telah dia tunggu sejak lama, akhirnya sampai juga.

"Iya ga si? Harusnya kan kita bisa pake darkness blood ini secepatnya, soalnya kan- eh ...?" Moon terdiam. Namun sepertinya, Ubi akan sedikit terganggu kali ini.
Entah bagaimana, tiba-tiba saja Moon dan Sean datang kesana. Sebenarnya mereka hanya ingin mengecek darkness blood. Dan benar-benar sebuah kejutan bagi mereka untuk melihat Noya dan Ubi disana. Terutama kondisi Noya yang.. memprihatinkan.

Kaget atas apa yang mereka lihat, emosi Sean seketika memuncak. Ia mengeluarkan Sin Of Sloth-nya dan bergegas menghampiri mereka. Sean berhasil sedikit memukul mundur Ubi, Moon berlari mendekati Noya.

Brutal Legends || Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang