Jakarta, 01.24
Seseorang baru saja sampai di bandara dengan satu koper di tangan. Kakinya melangkah menelaah lorong bersama orang-orang yang berlalu lalang. Baiklah jangan heran jika jam satu dini hari masih penuh keramaian, karena Jakarta merupakan kota metropolitan. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa. Jakarta juga mempunyai julukan The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding dengan Kota New York (Big Apple) di Amerika Serikat. Setelah satu langkah tepat pintu utama, dua orang berbadan tegap dengan pakaian hitam sigap menyambut kedatangan tuannya."Selamat datang tuan muda."
"Hm."Dia hanya bergumam sebagai balasan lalu melewatinya saja dan meninggalkan kopernya sebagai perintah pertama. Matanya lurus dan datar tanpa ekspresi entah apa maksud tatapannya itu, fokusnya hanya pada objek di matanya, setelah tujuh langkah sampai pada titiknya dia berhenti. Di depannya telah berjejer lima belas motor serta para remaja berjaket hitam dengan sayap di dada berbaris ikut menyambut kedatangan sang leader. Lima orang lainnya bergerak maju dan berhenti tepat satu jengkal di hadapannya.
"Welcome to the emperor of Spectral legion."
Satu dari mereka menjadi pembuka dalam penyambutan, tiba-tiba keadaan berubah mencekam gelap seakan terhimpit diantara paru-paru berganti dingin dan terintimidasi. Laki-laki itu tersenyum miring seperti seorang psycho yang haus akan darah.
"come here in arms". Balas lekaki itu khas suara beratnya.
1 detik
2 detik
3 detikSelanjutnya kelima laki-laki di depannya langsung menerjangnya dengan dekapan seperti seorang anak yang baru bertamu dengan bapaknya. Mereka semua berpelukan berbentuk lingkaran menyalurkan rindu yang amat jauh. Suasananya langsung berubah hidup, persetan kewibawaan yang mereka jaga selama ini karena di depan mereka telah berdiri nyata seseorang yang lama ditunggu kedatangannya.
"Anjay, badan gue kampret!".
Salah satu dari mereka bersuara karena dadanya merasa terhimpit, meskipun berbadan kekar nyawa tetaplah pokok utama.
" Udah bege! Nyawa gue tinggal dua ini woy, elah."
Dengan otomatis pelukan itu terlepas karena seseorang bergerak seperti cacing kepanasan, meronta-ronta untuk keluar padahal dari tadi dia yang paling kencang menerjang.
"Heh oncom! Mulut lo itu bau jangan banyak bacot bisa mual noh orang-orang." Gerutu satu yang lain sambil menutup hidungnya, seolah-olah mabuk kendaraan.
"Heh bangke! Gak usah sirik ye, mulut gue ini gak pernah absen buat sikat gigi, bila perlu gue kumur pake kembang tujuh rupa! " Balasnya karena merasa teraniaya.
"Mata lo kembang rupa!".
" Aw, jidat aing sakit bege." Sambil mengusap dahinya yang di sentil.
"Ya elah cuma gue sentil dikit udah aw uw ah, ini yang disebut panglima?"
"Ya gak gitu juga konsepnya, aa mami aing terniscaya."
"Stop oncom, ga malu lo sama jaketnya? Liat noh orang-orang pada bergidik ngerih ngeliat tingkah lo yang reog."
"Bodoh amat."
"Heh apa lo lihat-lihat! Mau di congkel matanya eak? sini kalo berani adu mekanik bareng aing."Orang-orang yang tadinya menatap ngerih pada mereka langsung kicep dan mengalihkan pandangan melanjutkan aktivitas masing-masing.
"Udah com, meskipun lo buat-buat muka lo garang tetep ga bisa."
"Ah gabisa tuh liat mereka pada takut kan ke aing. Pesona gue emang ga pernah salah."
"Ya ampun bos, lo mungut dari mana sih wakil lo nih kok jungkir balik sama jabatannya."
"Bener deh kok bisa ya orang kayak lo bisa bermarga the king dari gang terbesar di Indonesia, otak geser iya heran deh gue."
"Heh dua cecunguk jangan asal nyolot lo berdua."

KAMU SEDANG MEMBACA
Be Careful
Romance"Tenggelam pada saat waktu yang sama, tak memungkinkan bergerak dengan porosnya." ;Aland Illano Othello "Rasanya terlalu remang bagiku, Edelweiss bukan hal sederhana, ucapanmu yang terlalu sempurna." ;Elora Ophelia H