Berisik, namun hening. Celotehan tak bermutu terus terdengar, tapi tak ada siapa-siapa disana. Dimana semua orang? Gelap kemudian. Ribuan kelopak mata tiba-tiba terbuka, bola-bola mata mereka terus mengikuti setiap gerakannya. Hinaan dan ejekan memenuhi telinga
Lantai tak terlihat sedari tadi yang menopang kaki pemuda itu runtuh tiba-tiba. Kosong, namun terisi. Sampai kapan mimpi buruk ini berlangsung? Tak adakah yang membanguninya?
Sepasang tangan memeluk punggungnya. Suhu tubuh Karlan itu panas dingin. Sepasang sayap besar terbuka lebar dikedua sisinya. Apa yang terjadi? Jantungnya berhenti berdetak, seketika rasa beku dan kaku menyelimuti tubuhnya. Lantunan sebuah lagu klasik terdengar bersamaan dengan suara berat 'seseorang'.
Bila Izrail datang memanggil
Jasad terbujur dipembaringan
Seluruh Tubuh akan mengigil
Sekujur badan kan kedingingan"Cukup. Sudahi mimpi ini, engkau telah berbuat baik, wahai." Suara yang terdengar begitu berat, seakan telah melewati banyak hal kelam.
Tak ada lagi gunanya harta
Kawan karib sanak saudara
Jikalaw ada amal di duniaItulah hanya pembela kita"Ikutlah denganku. Telah kami sediakan tempat akhirmu yang indah. Engkau bisa menikmatinya, hingga hari yang ditentukan tiba." Sambung suara berat itu lagi. Kali ini Karlan merasa jantung yang tak berdetak miliknya bergetar hebat.
Datang masanya insaflah diri
Selimut putih pembalut badanTinggal semua yang dikasihi
Berbaktilah hidup sepanjang zaman"Turuti! Atau kau kan tenggelam disini. Berusaha menelan semua rasa pahit!" Serunya lagi. Hatinya merosot turun.
"Bagaimana mungkin engkau masih ragu setelah semua ini, wahai?" Desak suara berat itu lagi, tubuh Karlan serasa akan meledak.
Hening.
"Waktumu sedikit, salah satu dari kedua jalan berhak kau pilih. Ketahuilah manusia, dia selalu berada disisimu, wahai." Bisiknya. Tidak, kali ini sangat lembut. Hingga Karlan tak percaya bahwa itu adalah 'orang' yang sama.
Tubuh Karlan terasa terlempar, tahu-tahu setelah membuka mata, ia telah kembali kekamar bernuansa abu-abunya. Napasnya terengah-engah, jantungnya terasa panas dan kembali berdetak. Suhu tubuhnya kembali normal, namun pikirannya kacau balau.
Tubuh yang berumur enam belas tahun itu bersandar dikepala kasur putih berselimut abu-abu. Matanya tertuju pada obat-obatan penenang yang ada diatas meja nakas disamping tempat tidurnya.
Pasti selalu begini, sudah lima tahun ia bergantung pada obat-obat itu. Tanpa mereka, penyakitnya kambuh dan kenangan buruk kembali.
Biarlah malam ini ia tak tidur. Dengan alasan memutar sebuah kenangan yang mulai luntur namun sempat direkam walau hanya beberapa menit. Layar laptop tua itu kemudian menyala, Karlan membuka penyimpanan data. Meng-klik sebuah vidio.
"Hai, everybody!" Sapa seorang wanita memulai rekaman.
"Kalian tahu? Ternyata suamiku berbakat mencari tempat liburan yang indah! Kalian lihat?!" Seru girang wanita itu memutar balikan kamera.
Terlihat jelas pemandangan yang begitu menawan; ombak yang berdesur anggun, mentari yang tenggelam dikaki laut, pasir pantai yang lembut, dan sebuah pondok, dengan beberapa orang disana.
"Nah, lihat disana guys? Yups, itu anak-anakku disana! Ayo sapa mereka!" Wanita itu membawa kameranya kepondok dengan girang
"Ayo anak-anak, lihat kamera, lambaikan tangan!" perintah sang wanita pada ketiga anak laki-laki dan satu anak perempuannya dipondok tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOPENG? (Brothership)
Teen FictionPemuda dengan kedua mata yang berbeda warna. Satu layaknya berlian di tengah samudra, satu lagi layaknya obsidin yang melukai hati. Karlan Hakim Karim namanya. Kala ketika maut mulai menghampiri: akhirnya membuat topeng kosong yang ia pakai setiap h...