#25 You Changed My World

1.3K 81 0
                                    

Tak mendapati adiknya ada di rumah, Marylou Stewart panik bukan kepalang. Berulang kali dia berteriak memanggil-manggil nama Caitlin yang tak kunjung menjawabnya. Bahkan ponsel gadis itu tak dapat dihubungi sama sekali. Mengumpat kecil, Mary menerjang menuju keluar rumah diikuti oleh Jo di belakang. Dia bergerak-gerak gelisah seperti orang sinting yang kehilangan barang berharga. Napasnya memburu dan keringatnya meluncur dari pelipis kirinya saat dia berlari mencari-cari keberadaan Caitlin.

"Caitlin!" teriakannya menggaung di lorong-lorong gelap yang menjadi jalan pintas, menghubungkan antara komplek perumahannya dengan jalan raya.

Jo sedikit mengutuk karena kalah cepat dari Mary yang membaur pergi. Mendadak indera pendengarannya menangkap suara pekik kaget Mary yang bergaungan di lorong sepi. Secepat gerak impulsif, Jo menyiapkan pistol dari balik pinggangnya, berlari lebih cepat menghampiri Mary.

Sekitar tiga orang pria bertubuh tegap dan kekar mengelilingi Mary. Ketiganya membawa masing-masing senjata api. Salah satu di antaranya menggenggam tali yang bisa saja digunakan untuk mengikat Mary dan memasukkannya ke dalam van yang telah terparkir di depan lorong.

"Pergi!" teriak Mary. Tubuhnya bergetar ketakutan melihat berpasang-pasang mata pria asing di sekelilingnya kini.

"Ouch, benar kata bos. Dia manis, cantik, dan menggiurkan." Pria berambut coklat gelap tersebut menyeringai licik.

"Mari ikut dengan kami, Manis. Kalau kau tidak memberontak, kami tak akan mengikatmu paksa." Sedangkan yang membawa tali panjang, tampak bermanis madu dengan Mary yang masih bergetar.

Dorr!

Satu tembakan tepat sasaran dihujankan Jo pada salah satu dari ketiga pria bertubuh tegap itu. Dalam langkah panjang dan cepat, Jo mendorong tubuh pria di dekatnya, melemparnya menuju tong-tong sampah yang berjejeran rapi hingga menciptakan suara keributan panjang di lorong gelap nan lengang tersebut. Tikus-tikus bercicitan gaduh, berlari terbirit-birit saat tong-tong sampang yang menjadi rumah mereka saling berjatuhan. Dua pria sisanya mencoba melawan dengan memberikan pukulan dan tendangan secara bersamaan. Jo mengelak satu pukulan dari pria berambut coklat gelap, lantas mendaratkan tinjunya pada pria berambut pirang di sebelahnya. Kemudian dia memberondong dengan pukulan jitunya pada pria berambut coklat gelap. Ditarik kerah kedua pria itu, melempar tubuhnya ke arah tong-tong sampah tersisa.

Jo lekas menarik tangan Mary menjauhi lorong. Debaran jantung Mary nyaris mencekik paru-paru wanita itu. Napasnya lebih memburu daripada tadi. Hak sepatu Mary patah di tengah-tengah jalan. Namun Jo tak memedulikan kondisi tersebut, alih-alih melepaskan sepatu Mary dan melemparnya sembarang tempat.

"Kita mau kemana?!" seru Marylou.

"Rumah Justin." Jo menarik paksa tangan Mary, memaksanya berlari kencang sesuai instruksinya menuju rumah keluarga Bieber.

Justin's Point of View

Aku gagal menemukan Elsie. Kususupkan jari-jari tanganku pada rambut, menariknya kuat sampai bisa kurasakan beberapa helainya tercabut kasar dari kulit kepalaku. Untuk yang ke sekian kalinya, aku mengumpat keras. Aku berlari lagi menuju ke dalam rumah, sekedar menghubungi Elsie. Tak mungkin aku menggunakan bangkai ponselku yang telah tercecer di lantai dapur. Maka, aku meraih telepon rumah, memencet nomor Elsie sambil mengetuk-ngetukkan jari tanganku pada tembok. Nomornya tidak aktif. Aku mengumpat sekali lagi. Berbagai jenis sumpah serapah keluar mulus dari mulutku selama mencoba menghubungi nomor Elsie untuk yang ke sekian kalinya.

Tidak ada jalan lain. Satu-satunya yang ada di pikiranku hanyalah menghubungi Jeff. Jari-jariku mengetuk lagi pada tombol telepon, menekan nomornya, dan menunggu balasan. Dering ke tiga, dia mengangkat teleponku.

Perfect Revenge (by Loveyta Chen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang