Pembunuhan Terencana

296 49 6
                                    

Flashback


Namjoon berdiri di cermin, rasanya waktu satu jam tak cukup baginya untuk memperbaiki penampilan. Seakan semua yang ia kenakan masih belum layak untuk ditunjukkan pada keluarga kekasihnya.

Terdengar suara pintu terbuka di belakangnya, Namjoon mengira itu adalah adiknya yang datang untuk mengomentari dirinya yang masih berdiri di tempat yang sama.

Namjoon tersenyum sebelum ia melihat pantulan di cermin, siapa orang yang masuk ke kamarnya. Dua pria bertopeng memegang senjata tajam yang mengarah tepat ke bagian punggungnya. Namjoon berusaha menghindari ujung benda besi yang lancip itu.

Pisau berukuran 27cm mengenai kaca besar di depan Namjoon. Seorang lainnya berusaha menangkap Namjoon yang berlari ke luar kamar. "Adikku, selamatkan dirimu!" teriak Namjoon saat melewati sebuah kamar.

Pria bertopeng yang membawa pisau menoleh ke arah kamar lain yang tertutup. Namjoon melihatnya, ia lebih mengkhawatirkan seseorang yang berada di dalam dari pada dirinya sendiri. Ia berbalik arah menerjang pria bertopeng yang lebih tinggi, sementara Namjoon terlibat perkelahian. Pria bertubuh pendek, dengan topeng hitam dari kulit, masuk ke kamar yang tertutup rapat.

"Jangan sentuh adikku!!" Namjoon berteriak kencang. Meskipun ia hanyalah guru musik, namun ia pernah berlatih karate saat SMA. Namjoon berusaha menjatuhkan pria tinggi di depannya. Pisau perak itu jatuh ke lantai, Namjoon menggunakan kesempatan itu untuk mengubah keadaan. Namjoon menondongkan pisau ke arah pria bertopeng yang terpojok di dinding.

Namjoon tidak memiliki sisi jahat sama sekali, ia tidak berniat membunuh orang asing di depannya. Ia hanya ingin melihat wajah siapa yang berada di balik topeng hitam. Saat tangan kirinya mencoba menyentuh dagu orang tersebut, suara teriakan adiknya dari dalam kamar membuat ia berpaling. Pria bertopeng yang sama tinggi dengan Namjoon, merebut pisau di tangan guru musik itu.

Sedemikian cemasnya Namjoon pada sang adik membuat ia tak mampu menyatukan fokus pada penjahat yang telah mendapatkan kembali senjatanya. Sesaat setelah Namjoon beranjak menuju kamar, sebuah tusukan mengenai punggungnya disusul tusukan lain ke arah lehernya, yang membuat darahnya muncrat ke dinding.

Sebelum Namjoon roboh ke lantai, pria bertopeng mendekati Namjoon dan berbisik. "Jangan pernah bermimpi menjadi bagian dari kami!"
Pria bertubuh pendek, menutup pintu kamar tempat adik Namjoon tinggal. Setelah teriakan panjang tadi, tak ada lagi suara dari kamar tersebut. Pria bertubuh pendek, mengelap pisau miliknya yang berlumuran darah menggunakan sapu tangan.

"Semua sudah beres?" tanya pria dengan postur lebih tinggi.

Temannya mengangguk sambil menunjukkan jempol tanda OK.
"Ayo segera pergi dari sini!" lanjutnya, yang diiyakan dengan cepat oleh rekannya.

Rumah Namjoon berada di lingkungan yang renggang, jarak satu rumah ke rumah yang lain sangat jauh. Namun, suara teriakan adik Namjoon tadi sempat terdengar oleh salah satu tetangga yang jarak rumahnya paling dekat. Orang itu ke luar dari rumah untuk melihat apa yang terjadi. Sepuluh menit kemudian, ia melihat sebuah mobil melintas di depannya. Mobil hitam dengan kaca yang tertutup rapat. Namun orang itu bisa membaca plat yang tertera.

Saat sadar ia masih berdiri di pagar, ia pun bergegas mendatangi rumah Namjoon karena suara yang ia dengar tadi berasal dari sana.

Namjoon dan adiknya merupakan yatim piatu, tinggal di rumah sederhana letaknya di pinggiran kota. Mereka yang tinggal di daerah itu merupakan orang-orang taraf hidupnya menengah ke bawah.

Tak ada saksi mata dalam kasus tersebut, tetangga Namjoon hanya mendengar teriakan, tapi melihat kejadian. Ia hanya bisa menyebutkan plat nomor mobil yang lewat, itupun tidak bisa memastikan bahwa mobil itu merupakan milik pelaku. Tidak ada cctv di daerah itu. Senjata pembunuhan dan sidik jari pelaku tidak terdeteksi.

Namjoon meninggal dengan penuh teka teki. Sampai kini mobil dengan plat nomor yang disebutkan tetangga Namjoon tidak ditemukan. Namjoon terkubur bersama misteri yang menyelemutinya. Tiga bulan setelah kematian Namjoon, kasus ditutup karena minimnya bukti dan tidak ada saksi. Juga tak ada keluarga yang melayangkan gugatan.
Seiring berjalannya waktu, orang-orang melupakan kasus itu.

.
.
.

Kembali ke masa sekarang.
Mingyu meninggalkan Jeon Jungkook sendirian di kamarnya. Ia menuruni tangga menuju dapur, mengambil apel di kulkas, mengigitnya tanpa mencuci apel tersebut. Ia mencari minuman beralkohol rendah di lemari tapi nihil. Kakaknya Kim Taehyung memang polisi teladan, tak ada apapun yang ada di rumah Taehyung untuk digunakan bersenang-senang.

Mingyu melempar sisa apelnya ke keranjang sampah, ia menelpon seseorang untuk mengirimkannya beberapa botol wine merah.
Jeon Jungkook merenung, ia bisa mendengar jarum jam dinding berdetak di kamarnya. Matahari telah naik, namun pemuda itu enggan untuk ke luar kamar. Ia duduk di tepi jendela, mengintip dari sana saat sebuah mobil masuk ke halaman rumah Taehyung.

Seorang pria dan wanita muda turun dari mobil bergandengan tangan. Pemuda itu membawa tas coklat berukuran sedang. Tangan kirinya menggandeng bahu gadis di sampingnya, yang tampak cantik dengan dres warna peach selutut, dipadu sandal berhak tinggi warna putih tulang.

Wanita itu melirik ke arah kamar Jungkook, bibirnya yang tersapu lipstik warna magenta tersenyum penuh misteri. Tangannya yang ramping memeluk pinggang pria di sampingnya.

Mereka masuk ke ruang tamu Taehyung disambut oleh Mingyu. Polisi muda itu berniat membuat pesta kecil-kecilan sore ini di halaman belakang, sebelum kakaknya pulang bertugas. Ia meminta pembantu untuk menyiapkan alat pemanggang dan membeli daging sapi segar.

Sebelum sore datang ketiga orang itu ke luar bersama-sama meninggalkan rumah itu. Hanya Jeon Jungkook yang berada di sana, ia menutup tirai jendela dan kembali ke kasurnya.
Kembali mendengarkan bunyi jarum jam yang semakin keras berdetak. Jeon Jungkook dihimpit rasa bersalah, rasa sesal dan berduka. Ia masih mengingat dengan detail bagaimana kekasihnya mati malam itu.

Semua peristiwa seperti diputar kembali dalam memori, saat ia ke luar dari gedung bioskop menuju mobil yang terparkir. Jalanan sepi dan ketakutan kekasihnya yang tergambar jelas di mata pemuda itu. Serta suara tembakan yang memecah kesunyian malam.

Jeon Jungkook beranjak dari tempat tidur, ia ingin menghubungi Taehyung untuk menceritakan semua. Siapa tahu dengan kesaksian darinya, membuat pelakunya bisa tertangkap.

Ia menuruni tangga menuju pesawat telepon yang ada di ruang tengah. Ia memencet nomor, berbicara pelan dengan orang di seberang.

"Cepatlah kemari!" ujarnya singkat.
Ia menutup telepon dan mengambil tisu di meja, membersihkan sisa air mata yang tadi sempat ia teteskan saat sendirian di kamar.

"Aku akan membuat kalian membayar semua!" ucapnya, melihat dinding di sebelahnya.

Setelah beberapa bulan pemuda itu menangis, hari ini ia tersenyum begitu dalam.

Ia berpindah ke dapur untuk membuang tisu di tempat sampah, kemudian membuka kulkas besar yang berisi buah-buahan segar.
Ia mengambil sebutir anggur lalu memakannya. Memejamkan mata merasakan buah itu perlahan memasuki tenggorokannya.

Ia memutar kembali lagu mozart dalam otaknya, mengingat dengan khidmat melodi dan nada musik itu. Tanpa terasa air matanya kembali menetes.












TBC



Teka-tekinya belum terpecah ya?
Apakah ada kaitannya dengan peristiwa itu?
Yang penasaran, bisa baca lengkap versi pdf di nomor ini
082121168476







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Justice Kim (Tamat Di Pdf) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang